Neil sudah meninggal, suami yang terobsesi padaku, meninggal dalam senyuman... menyatakan perasaannya.
"Jika aku dapat mengulangi waktu, aku tidak akan membiarkanmu mati..." janjiku dalam tangis.
Bagaikan sebuah doa yang terdengar, kala tubuh kami terbakar bersama. Tiba-tiba aku kembali ke masa itu, masa SMU, 11 tahun lalu, dimana aku dan Neil tidak saling mengenal.
Tapi...ada yang aneh. Suamiku yang lembut entah berada dimana. Yang ada hanya remaja liar dan mengerikan.
"Kamu lumayan cantik...tapi sayangnya terlalu membosankan." Sebuah penolakan dari suamiku yang seharusnya lembut dan paling mencintaiku. Membuatku tertantang untuk menaklukkannya.
"Setan! Aku tau di bagian bawah perutmu, tepat sebelum benda pusakamu, ada tahilalat yang besar!" Teriakku padanya. Membuat dia merinding hingga, menghentikan langkahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pilihan
Menghapus air matanya yang keluar karena kelilipan."Sial!" Geram Cheisia menghentakan kakinya beberapa kali. Selalu saja ada penghalang dirinya dan Neil untuk bersama.
Tapi dirinya harus bersabar, harus tetap tegar. Tidak boleh gentar dengan segala ancaman, untuk bersama dengan kakanda.
Berjalan menuju kelas, mengikuti pelajaran sebagaimana mestinya. Juga belajar menerapkan prinsip kapitalis dari tiga orang teman barunya.
*
Menghela napas kasar, kala hujan menyapa. Dirinya baru saja keluar dari kelas, sementara Tantra dan Jessi ada urusan administrasi di ruang guru. Risa telah pulang lebih awal.
Menunggu sang supir yang terlambat datang. Hingga sebuah mobil yang dikenalnya berhenti di area parkir. Pemuda yang turun setelah membuka payungnya, berjalan cepat menemui Cheisia.
"Kita perlu bicara." Ucap Hazel usai menutup payungnya.
"Bicara tentang apa lagi? Kamu boleh bersama dengan siapa saja...aku tidak peduli, karena itu jangan campuri hidupku." Cheisia menghela napas menatap jenuh.
Dulu...dulu sekali sebelum waktu terulang, dirinya begitu mencintai Hazel. Begitu berharap padanya, tapi orang ini berkali-kali mengkhianati dan menyakitinya. Hanya karena hasutan Bianca. Tidak ada yang dapat diharapkannya lagi dari Hazel. Perasaannya telah menghilang bahkan sebelum waktu terulang.
"Ini tentang Bianca." Hazel menghela napas kasar, ingin sikap gadis yang dicintainya ini berubah.
"What ever (terserahlah)..." Gumamnya memutar bola mata malas.
"Cheisia kamu banyak berubah setelah sekolah di tempat ini. Lebih baik kembali ke sekolah lamamu, dulu kamu tidak seperti ini. Aku akan menyetujui perjodohan kita, jika kamu kembali seperti dulu. Jangan menggangu atau membully Bianca. Dia penyelamat hidupku." Pinta Hazel tulus, menggenggam jemari tangan wanita di hadapannya.
Tapi, kali ini Cheisia menepisnya."Aku sudah mengatakannya, tidak akan menyetujui perjodohan kita. Aku yang memulai, maka aku juga yang akan membatalkannya."
"Ke... kenapa?" Tanya Hazel tidak mengerti.
"Karena aku tidak ingin menjalani hubungan berdasarkan keterpaksaan. Kamu tidak menerimaku apa adanya, dari pada saling menyakiti, lebih baik kamu cari wanita lain yang dapat berprilaku baik pada Bianca. Sedangkan aku mencari pria lain, yang mengijinkan aku membenci Bianca." Jawaban penuh arogansi dari Cheisia.
Pemuda rupawan bukan berasal dari sekolah mereka? Tentunya menarik perhatian beberapa siswa untuk melihat. Ada beberapa orang yang membicarakan, orang ini (Hazel) kemungkinan besar merupakan kekasih Cheisia.
"Cheisia! Jangan begini! Bianca tidak pernah mengganggumu. Kenapa kamu bersikap kasar padanya. Dia hanya ingin menjadi adikmu." Hazel kembali meyakinkan.
"Jalan fikiran kita sudah tidak cocok. Lagipula dari awal kita bukan sepasang kekasih. Kita dekat karena aku yang ingin dijodohkan denganmu. Ibumu juga lebih menyukai Bianca dibandingkan denganku. Bianca menginginkanmu, karena itu berhentilah menjadi naif. Aku tidak akan menghalangi lagi, kamu boleh pacaran dengan Bianca." Jelas Cheisia panjang lebar, ingin Hazel berhenti menganggu hidupnya.
Karena inilah juga dirinya selalu merasa bersalah pada Neil. Kenapa di akhir hidupnya, sebelum waktu terulang, dirinya malah meninggalkan apartemen. Kembali ke rumah orang tuanya, bahkan sempat bertemu dengan Hazel? Mungkin Neil mengetahui segalanya, hingga permintaan terakhir dari suaminya, ingin Cheisia melanjutkan hidup dan menemukan pria yang dapat membahagiakannya.
Tapi tidak, dirinya memilih mati bersama Neil. Kala waktu terulang juga akan sama. Neil... satu-satunya orang yang mempercayai dan menerimanya apa adanya.
"Cheisia! Aku tidak pernah mencintai Bianca! Semuanya hanya karena rasa terimakasih. Yang aku cintai adalah---" Kalimat Hazel yang memegang kedua bahu Cheisia terhenti.
Kala seseorang menarik tangan Cheisia, membawa sang remaja ke dalam dekapannya.
"Apa ini? Kamu membuatkan bekal untukku, tapi diam-diam bertemu mantan pacarmu?" Tanya Neil dengan raut wajah dingin, menatap penuh hina pada Hazel.
"Bu...bukan begitu." Cheisia benar-benar gugup saat ini. Begitu hangat dekapan Neil, Neil remaja yang begitu dingin. Tapi tetap saja ini ... Neil -nya.
"Cheisia! Dia siapa? Bukannya dia orang yang ikut tawuran? Kamu pindah ke sekolah ini karenanya?" Tanya Hazel mengepalkan tangannya. Apa Cheisia mulai mencintai pria lain? Tidak! Tidak boleh.
"Iya, dia stalker (penguntit) yang bahkan tau ada dua luka gores di pahaku. Menurutmu hubungan seperti apa yang kami jalani? Sedekat apa hingga---" Kalimat Neil disela.
"Cheisia! Pria ini tidak baik untukmu. Dia hanya menginginkan tubuhmu!" Hazel hendak menarik pergelangan tangan Cheisia. Namun Neil mencegahnya.
"Tau strata sosial? Kamu hanya berada di tengah piramida, setara dengan Cheisia. Jadi jangan menggangguku, jika tidak ingin aku injak." Sebuah aura penuh tekanan tidak main-main. Bagaimana naga yang tengah berhadapan dengan beruang kutub.
Cheisia menonggakkan kepalanya, betapa keji suaminya. Tapi anehnya dirinya suka. Satu kecupan didaratkannya pada bibir Neil. Membuat sang pemuda membulatkan matanya.
"Ciuman pertamaku!" Batin Neil, berusaha keras menahan raut wajahnya datar. Padahal dalam hati antara marah dan bahagia.
Tapi Hazel tidak dapat menahan rasa cemburunya lagi. Menarik pergelangan tangan Cheisia dengan lebih kencang kali ini.
Neil menghela napas kasar. Melepaskan tangan Hazel dari pergelangan tangan Cheisia.
"Kita pulang bersama." Ucap Neil, menarik tangan Cheisia di tengah hujan lebat. Dengan senang gadis itu mengikuti.
Sedangkan Hazel terpaku diam, bagaikan ada lubang kosong dalam dirinya menatap Cheisia bersama dengan pria lain. Menghela napas berkali-kali, andai saja Bianca tidak mendonorkan hati padanya...
Tidak! andai saja, Cheisia dapat bersikap lebih baik pada saudara angkatnya.
*
Naik setelah Neil menyodorkan helmnya. Sebuah motor sport berwarna merah, melaju meninggalkan area sekolah di tengah hujan. Sekujur tubuh mereka basah kuyup, untuk pertama kalinya Cheisia berboncengan dalam keadaan seperti ini.
"Kamu menyukainya?" Tanya Neil yang tengah memacu kendaraannya dalam kecepatan sedang.
"Tidak! Aku menyukaimu..." Tiga kalimat yang entah kenapa membuat pemuda dingin itu bahagia. Tapi, siapa yang tau apa yang ada di dalam hatinya, jika tidak diucapkan.
"Aku membencimu." Ucap Neil, berusaha untuk tidak bahagia.
Cheisia mengeratkan pelukannya pada perut Neil."Aku tau, benci lah aku..."
"Sekali lagi aku tanya, kamu tau darimana tentang tahilalat dan luka gores?" Tanya Neil lagi, mengalihkan fikirannya.
"Menurutmu?" Tanya Cheisia menjilat telinga Neil, membuat pemuda itu gugup seketika. Hingga menghentikan laju motornya, di pinggir jalan raya.
Titik sensitif yang hanya diketahui Cheisia sebelum waktu terulang. Menggoda suaminya berhubungan di ranjang? Itu sudah biasa dilakukan olehnya.
"Berhenti bersikap aneh!" Bentak Neil.
"Aku tidak aneh, kamulah yang aneh." Cheisia mengangkat sebelah alisnya.
Neil menghela napas kasar. Kesal setengah mati rasanya menghadapi wanita aneh ini. Kembali melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.
Tidak ada kata yang terucap dari mulut Cheisia. Hanya satu yang ada di benaknya. Neil tidak akan melukainya.
Hingga motor tersebut memasuki gerbang rumah yang tidak begitu besar. Neil kembali menarik tangan Cheisia guna masuk ke dalam rumah.
Brak!
Kala pintu ruang tamu tertutup. Tubuhnya dipojokkan, tepat di balik pintu."Sekarang katakan, bagaimana kamu bisa tau," bisik Neil dengan nada suara berat.
Tapi hal yang tidak terduga terjadi, Cheisia berjinjit, mengalungkan tangannya pada leher Neil."Aku tau semuanya..."
Gadis aneh yang membuka mulutnya, mencium sang pemuda. Kali ini bukan kecupan singkat seperti sebelumnya.
Lagian pikiran orang sukses kebanyakan ga sempet ngurusin hidup orang lain mending dia ngembangin bisnis, ngumpul cari koneksi ngomongin hal penghasil cuan drpd cuma ngurusin hidup sm masalah orang, target pasar mu salah mbak bi 😅
kakanda katanya🤣🤣🤣🤣
kopi sudah otewe ya 👍💕😍