Bekerja sebagai tim pengembangan di sekolah SMA swasta membuat Hawa Tanisha bertemu dengan musuh bebuyutannya saat SMA dulu. Yang lebih parah Bimantara Mahesa menjadi pemilik yayasan di sekolah tersebut, apalagi nomor Hawa diblokir Bima sejak SMA semakin memperkeruh hubungan keduanya, sering berdebat dan saling membalas omongan. Bagaimana kelanjutan kisah antara Bima dan Hawa, mungkinkah nomor yang terblokir dibuka karena urusan pekerjaan? ikuti kisah mereka dalam novel ini. Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEPO SETENGAH MATI
Setelah bersih badan dan menunaikan sholat maghrib, Bima langsung menelepon kepala sekolah SMA, amarahnya sudah mencapai ubun-ubun, bisa-bisanya oknum guru berbuat mesum di area sekolah.
"Assalamualaikum, Pak Bima?" sapa Pak Surya sedikit deg-deg an, mendapat telepon dari ketua yayasan saat malam begini. Pasti ada hal penting sehingga ketua yayasan menghubunginya, tanpa menunggu besok pagi.
"Waalaikumsalam wr wb, Pak Sur, mohon maaf sudah menghubungi Bapak di luar jam kerja," ucap Bima santun. Mau bagaimana pun Pak Surya usianya lebih tua dari Bima, tetap menghormati beliau meski Bima punya kuasa.
Ia pun menceritakan kejadian yang Bima lihat senja tadi, dan mungkin bisa dikonfirmasi kepada dua satpam yang berjaga. Pak Surya langsung lemas, shock terutama. Aduan tentang Pak Jayadi dan Bu Tera sebenarnya sudah masuk ke Pak Surya dari beberapa rekan guru, tapi masih sebatas curiga bahwa ada sesuatu yang terjadi antara keduanya. Belum ada bukti nyata juga, alhasil Pak Surya masih keep, tapi ternyata bukti perselingkuhan mereka malah dipergoki oleh ketua yayasan. Pak Surya mendadak pening. Terlebih Bima mengajak diskusi dengan mereka besok pagi. Bisa geger ruang guru dan struktural.
Setelah mendapat kabar dari Bima, Pak Sur dibuat terdiam dengan pesan yang dikirim oleh satpam. Sebuah video berdurasi 50 detik, dan Pak Sur langsung limbung. Ini bukan lagi gosip melainkan fakta perselingkuhan. Sudahlah, Pak Surya tak mau ambil pusing. Langsung setuju saja apa kata Bima.
Sedangkan Hawa dibuat gelagapan setengah mati, gemas karena tak mendapat kabar dari Bima. Dapat kabar bagaimana, kalau nomornya saja diblokir, ponsel yayasan juga di loker meja kerjanya. Masa' iya harus menunggu sampai besok pagi, aish. "Bim, sekali aja lo gak blokir gue, dong!" ucap Hawa berlagak mewek dengan menatap ponselnya.
Ia pun menghubungi Amelia, setidaknya ia bisa menyuruhnya untuk mencari kabar ke Bima kek.
"Paan?" tanya Amelia sengak.
"Mereka ke gap gue sama Pak Bima, Mbak Mel!" ucap Hawa menggebu. Padahal Amelia gak paham yang dimaksud Hawa.
"Mereka siapa?"
"Pak Jayadi dan Bu Tera.
"Sumpah, Mbak. Aku sama Pak Bima mau ke parkiran bareng kan," cerita Hawa dengan suara yang mendramatisir, seperti Amelia berada di depannya, mata Hawa ikutan melotot, memicing sinis, begitu juga Amelia.
"Terus?"
"Gue disuruh pulang sama Pak Bima, dia doang yang mengatasi. Duh penasaran banget, Mbak. Astaghfirullah, tuh kakek-kakek kayak vacum cleaner coba ke bibir Bu Tera." Terdengar Amelia tertawa ngakak di seberang sana. Meski Hawa pernah pacaran 7 tahun, tapi Amelia yakin otak Hawa masih polos. Sekali lihat adegan dewasa langsung di depan mata, bareng orang cakep lagi.
"Pak Bima gimana reaksinya?"
"Ya kaget lah, Mbak."
"Eh kirain langsung ikutan ciuman sama lo," masih saja Amelia meledek Hawa. Dari kaca mata Amelia, Pak Bima memang mulai cari perhatian ke Hawa, meski sangat tipis. Lebih dominan porsi kerjanya sih. Nah kalau lihat adegan ciuman begitu, yakin Bima tahan. Secara otak laki-laki kan gampang traveling.
"Sialan, gak ada kayak gitu!" sengak Hawa, ia pun kemudian meminta Amelia untuk menghubungi Bima, tanya soal mereka. Namun, Amelia menolak. Dia tidak berada di tempat kejadian, khawatir Pak Bima malah marah dan menuduh Amelia ikut campur.
"Udahlah ditunggu besok saja," ucap Amelia santai. Hawa pun terpaksa menyetujui, meski malam ini dia tidur dalam keadaan kepo setengah mati.
Keesokan harinya, Hawa berangkat kerja penuh dengan semangat, semangat mencari info tentang mereka pastinya. Bertemu Amelia di parkiran, ia langsung menggeret perempuan berkaca mata itu, menunjuk tempat kejadian. Bahkan Hawa begitu antusias memperagakan ciuman mereka dengan kedua tangannya.
"Sumpah, emang kalau ciuman sampai dekat banget begitu ya, emang bisa nafas?" tanya Hawa bingung, Amelia tertawa saja. Sembari menoel lengan Hawa, saking polosnya tuh anak.
Hawa melihat ke arah pintu kantor, sejak tadi Bima belum datang. Ini sudah lewat dari jam 8, tak biasanya telat begini. "Gak usah ditungguin napa, Miss!" sindir Amelia tahu mengapa Hawa sangat gusar menatap pintu.
"Ck, penasaran nih!"
"Chat pakai ponsel yayasan kan bisa!"
Aduh, otak Hawa kenapa jadi oon. Harusnya sejak tadi dia kan bisa chat Bima, tak terpikir sama sekali. Ia pun segera buka ponsel dan kirim pesan pada Bima.
Pak Bima, posisi?
"Gimana?" tanya Amelia ikutan kepo, namun Hawa menunjukkan room chat dengan Bima, masih centang dua abu, tanda ia masih belum membukanya.
Hawa pun segera menyelesaikan tugasnya meski diliputi rasa penasaran tingkat dewa. Ia pun menuju ke gedung sekolah, untuk bertemu dengan beberapa siswa yang akan mengikuti lomba matematika nalaria.
"Miss, Pak Bima pagi-pagi sudah di sini loh, di ruang kepala sekolah. Ada apa?" tanya Bu Siska, saat Hawa akan menuju ruang meeting.
"Hah? Oh saya tidak tahu Bu Sis, emang ada apa ya?" tanya Hawa kepo. Sekarang Hawa paham mengapa Bima tak datang ke kantor yayasan, ternyata dia langsung meluncur ke ruang kepala sekolah, mungkin mau klarifikasi dengan dua pelaku kemarin. Hanya saja, Hawa pura-pura tak tahu saja.
"Dengar kabar sih ada guru yang terciduk mesum di area parkir," Hawa langsung melongo, bukan karena kabar itu, melainkan kok sudah menyebar. Perasaan yang tahu dirinya dan Bima saja.
"Hah? Siapa, Bu?" maksud Hawa sebenarnya Bu Siska tahu dari mana kabar itu, namun kalimatnya tak sempurna sehingga Bu Siska menganggap siapa pelaku adegan itu.
"Pak Satpam punya videonya," Hawa makin melongo. Kaget setengah mati, ternyata makin parah dan ada pihak lain yang tahu. Pikir Hawa yang tahu hanya dirinya dan Bima, setidaknya bisa keep dan merahasiakan agar tak tersebar ke mana-mana. Hawa masih memikirkan martabat keduanya sebagai guru.
Hawa semakin kepo, semakin gemas pada Bima yang tak kunjung membalas pesannya. Meski dia menemui para siswa tetap saja pikiranya sedang menerka nasib dua guru terssbut.
Balik dari ruang meeting, setiap langkah Hawa diringi pertanyaan video apa yang dimiliki Pak Satpam, karena Bu Siska sendiri tak tahu.
"Mbak," bisik Hawa langsung menghadap Amelia bahkan tidak ke meja kerjanya, tentu membuat beberapa orang melirik kedua gadis itu.
Amelia juga langsung mencondongkan badan, semakin membuat yang lain curiga saja. "Pak Satpam malah punya videonya," lirih Hawa, dan Amelia langsung menjerit. Duh tak bisa diajak kerja sama.
"Jangan bisik-bisik tetangga dong, kepo nih," sahut Pak Zul dengan membenarkan kaca mata. Hawa hanya mendengus sebal, Amelia tidak bisa diajak kerja sama ah. Sedangkan Amelia minta maaf tapi tak kuasa menahan tawa.
"Bu Amel, sih!" protes Hawa cemberut.
Auto bawa sperangkat alat solat sekalian akhlak nyaa
awokwook /Curse/
Hawa: ga beLagak tapi belagu/Slight/
reader: bim, ci pox bim ampe engappp/Grin//Tongue/
maaf aq nyaranin jahat 🤭🤭🤭