Dalam tahap Revisi!!!
Menceritakan seorang gadis introvert dan sangat pemalu yaitu NAFISA ZAHRA FITRIANI. Ia terus merasa insecure dengan dirinya, dan selalu menganggap dirinya tidak pantas untuk siapapun. Namun hal itu berubah ketika seorang pria datang ke dalam hidupnya yang memberi banyak kisah cinta manis dalam hidup nafisa. Pria itu adalah orang yang ditolong nafisa saat ia mengalami kecelakaan mobil, pria itu jatuh hati pada nafisa saat pandangan pertama. dia adalah AZLAN SYARAHIL,seorang ustadz muda yang sangat tampan dan di kagumi semua orang. Ia merasa nafisa telah mengambil hatinya dengan kesederhanaannya yg tidak ia temukan pada wanita manapun.
"Cintamu menyempurnakan diriku"
_NAFISA ZAHRA FITRIANI
"Aku mencintaimu itu bukan tanpa alasan, tapi karena kesederhanaanmu yang tiada kutemukan pada orang selain dirimu "
_AZLAN SYARAHIL
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon achamout, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Hari sudah menunjukkan pukul 04.30. Ustadz Azlan terbangun lebih dulu. Ia melihat Nafisa masih tertidur pulas dalam dekapannya. Ia tersenyum lembut sambil membelai rambut Nafisa.
"Kamu tidur gini aja cantik, Nafisa," ucapnya pelan.
Ustadz Azlan terus memandangi wajah Nafisa yang tenang dalam tidurnya. Sesekali ia mengecup kepala Nafisa dengan penuh kasih. Namun, suara azan Subuh mulai terdengar dari masjid. Ustadz Azlan pun segera membangunkan istrinya. "Nafisa, bangun yuk. Ayo kita sholat," ucapnya lembut.
"Iya... bentar lagi, Bu," sahut Nafisa setengah sadar, membuat Ustadz Azlan tersenyum geli.
"Nafisa, ini saya, Azlan. Suami kamu, bukan ibu kamu," ucapnya lagi sambil menahan tawa.
Mendengar nama Ustadz Azlan, Nafisa langsung membuka matanya lebar-lebar dan buru-buru bangun. "Eh, Ustadz... Maaf, saya kira tadi ibu yang bangunin," katanya, wajahnya memerah malu.
Ustadz Azlan tersenyum. "Nggak apa-apa. Yuk, sekarang kita ambil wudhu dulu, habis itu kita sholat berjamaah," ajaknya dengan lembut.
Setelah berwudhu, mereka pun melaksanakan sholat Subuh bersama. Seusai sholat, Nafisa menyalami tangan Ustadz Azlan dengan penuh hormat. Sebagai balasan, Ustadz Azlan mengecup lembut kening Nafisa.
"Nafisa, mulai sekarang kamu nggak usah panggil saya 'Ustadz' lagi ya, " ucap Ustadz Azlan sambil menatap Nafisa.
"Terus, aku harus panggil Ustadz dengan sebutan apa?" tanya Nafisa, masih bingung.
"Kamu bisa panggil saya dengan panggilan Mas, A'a, atau Sayang juga boleh" ujar Ustadz Azlan tersenyum lembut mencoba menggoda Nafisa.
"Ih, Ustadz... Nafisa malu kalau panggil Sayang," ucap Nafisa dengan nada pelan dan wajah memerah.
"Nggak perlu malu, kita kan udah jadi suami istri, jadi nggak papa, " ucap Ustadz Azlan sambil tersenyum.
"Nafisa panggil Ustadz dengan sebutan Mas aja, gimana,? "
"Boleh, tapi saat hannya ada kamu dan saya panggilnya Sayang aja ya, " ucap Ustadz Azlan mengedipkan sebelah matanya.
Mendengar apa yang dikatakan Ustadz Azlan barusan, pipi Nafisa langsung memerah.
"Ustadz ada- ada.. eh maksud aku, Mas ada-ada aja, " ucap Nafisa malu-malu"
"hahaha, panggil Sayang dong. Kan lagi berdua ini, " ucap Ustadz Azlan terus menggoda Nafisa.
"Nggak ah, aku malu.." cicitnya pelan.
"Ih masa kamu malu, kan cuma ada Mas, "
"Emmm..."
"Ayo dong, masa nggak mau sih. Nolak permintaan suami itu dosa loh, " ucap Ustadz Azlan lembut.
Dengan ragu-ragu, Nafisa akhirnya berbisik pelan, "Iya, Sayang..."
Mendengar itu, Ustadz Azlan tersenyum lebar. "Nah, gitu dong, itu baru aja Mas minta kamu panggil Mas dengan sebutan sayang, belum lagi nanti Mas minta yang lain." ujarnya sambil tertawa kecil.
"Emmm... iya Mas, maaf. Aku belum terbiasa"
"Hahaha iya nggak papa Sayang, Mas paham kok, " Ustadz Azlan tersenyum lembut.
"Mas, Nafisa mau mandi dulu ya, habis itu Nafisa mau bantuin ibu masak didapur ," Ucap Nafisa melepas mukena dan mulai merapikannya.
Namun, Ustadz Azlan tiba-tiba menahan tangannya. "Tunggu dulu," katanya.
"Ada apa, Mas?"
"Morning kiss nya, mana?" tanyanya sambil menunjuk pipinya.
"Eh, Mas... Nafisa malu," jawabnya dengan wajah semakin memerah.
"Kan cuma di pipi, Sayang. Kalau nggak mau, nanti Mas minta di bibir aja. Mau?" ujarnya menggoda.
Dengan ragu, Nafisa mendekat, mengecup pipinya sekilas, lalu langsung berlari cepat ke kamar mandi. Pipinya sudah memerah seperti tomat.
Melihat tingkah Nafisa, Ustadz Azlan tertawa kecil. "Kamu ini benar-benar menggemaskan Nafisa," gumamnya sambil tersenyum puas.
🌻🌻🌻🌻
Nafisa sedang menata makanan bersama ibunya di meja makan. "Suami kamu mana, Nak?" tanya ibu dengan lembut.
"Lagi mandi, Bu," jawab Nafisa sambil terus menata piring.
"Oh, ya sudah. Kita tunggu suami kamu dulu baru kita makan," ucap ibu sambil tersenyum.
Tak lama kemudian, Ustadz Azlan datang ke ruang makan dan duduk di sebelah Nafisa.
"Ayo, makan, Nak," ajak ibu Nafisa ramah.
"Iya, Bu," jawab Ustadz Azlan tersenyum lembut.
"Nafisa, ini piringnya. Ambilkan nasi untuk suami kamu," pinta ibu.
"Iya, Bu," jawab Nafisa sambil mengambil piring untuk Ustadz Azlan.
Setelah selesai makan, Nafisa dan Ustadz Azlan mulai berkemas. Mereka bersiap-siap untuk pergi ke rumah orang tua Ustadz Azlan. Kedua orang tua Ustadz Azlan sudah kembali ke rumah mereka setelah resepsi pernikahan selesai.
"Ibu, Ayah, Nafisa pamit ya," ucap Nafisa dengan suara berat. Ini pertama kalinya ia akan tinggal jauh dari orang tuanya.
"Iya, Sayang. Kamu jaga diri baik-baik ya, dan jadilah istri yang baik untuk suami kamu," ucap ibu Nafisa sambil memeluknya erat.
"Iya, Bu," Nafisa menjawab sambil membalas pelukan ibunya dengan air mata mulai menggenang.
"Kamu juga harus berbakti sama suamimu, Nak. Jangan terlalu cemas dengan kami di sini. Ayah sama ibu pasti baik-baik saja," tambah ayahnya, memeluk Nafisa dengan hangat.
"Iya, Yah," jawab Nafisa dengan suara bergetar.
"Tenang saja, Ayah, Ibu. Saya janji akan menjaga Nafisa dengan baik dan membahagiakannya," ucap Ustadz Azlan mantap.
"Iya, Nak. Ayah percaya kamu bisa menjaga Nafisa," jawab ayahnya sambil menepuk bahu Ustadz Azlan.
"Kalau begitu, kami pamit dulu, Ayah, Ibu. Assalamualaikum," ucap Ustadz Azlan.
"Waalaikumussalam. Hati-hati di jalan ya," jawab kedua orang tua Nafisa.
Setelah masuk ke mobil, Ustadz Azlan mulai melajukan mobil meninggalkan halaman rumah Nafisa. Di dalam mobil, keduanya hanya diam. Hingga akhirnya, Ustadz Azlan memecah keheningan.
"Nafisa, nanti kita tidur di rumah Umi semalam. Besoknya kita pindah ke rumah kita di Jakarta,"
ucapnya.
"Memang Mas punya rumah di Jakarta?" tanya Nafisa.
"Punya. Rumah itu Mas beli sudah lama untuk persiapan kalau Mas sudah menikah. Sekarang, karena Mas sudah menikah, waktunya kita tinggal di sana," jelasnya.
"Oh, gitu. Tapi Nafisa jadi makin jauh dari Ibu dan Ayah," ucap Nafisa dengan wajah sedih.
"Iya, tapi nggak usah sedih. Kalau Mas punya waktu senggang, Mas akan ajak kamu pulang ke sini," ujar Ustadz Azlan menenangkan.
"Yang benar, Mas?"
"Iya, Sayang."
Mendengar panggilan itu, Nafisa hanya tersenyum malu.
Setibanya di halaman rumah Ustadz Azlan, mereka disambut oleh Umi dan Abi.
"Selamat datang di rumah Umi, Sayang," ucap Umi Rahma antusias sambil memeluk Nafisa.
"Hehehe, iya, Umi," jawab Nafisa dengan tersenyum.
"Ayo masuk, Sayang," ajak Umi sambil menggandeng tangan Nafisa masuk ke dalam rumah, meninggalkan Ustadz Azlan berdiri di luar membawa koper.
"Ya Allah, Umi cuma nyambut Nafisa aja. Anaknya sendiri ditinggalin," gumam Ustadz Azlan sambil menggeleng.
"Hahaha, kamu nggak tau Umi-mu aja, Lan. Buruan masuk," ucap Abi sambil tertawa meninggalkan Ustadz Azlan di belakang.
"Mentang-mentang sekarang ada menantu, anaknya sendiri dilupain," omel Ustadz Azlan sambil membawa koper masuk ke rumah.
"Umi senang banget kamu datang ke sini, Nafisa. Sekarang Umi ada teman," ucap Umi Rahma dengan senyum bahagia.
"Emang Umi, Abi, dan Mas Azlan cuma tinggal bertiga di rumah besar ini?" tanya Nafisa penasaran.
"Iya, Sayang. Tapi lebih sering Umi dan Abi aja yang di sini. Suami kamu kan sering di Jakarta untuk kerja," jelas Umi.
"Oh, gitu ya. Tapi sekarang Umi tenang aja, karena sudah ada Nafisa yang nemenin Umi," ucap Nafisa sambil tersenyum.
"Iya, Sayang. Eh, kalian udah makan belum? Kalau belum, Umi siapin makanan."
"Eh, nggak usah, Umi. Tadi Nafisa sama Mas Azlan udah makan di rumah ibu," jawab Nafisa.
"Mentang-mentang Umi udah punya menantu, anaknya dicuekin," sahut Ustadz Azlan yang baru masuk sambil menaruh koper.
"Eh, maaf, Sayang. Umi cuma senang banget Nafisa datang ke sini," ucap Umi sambil tersenyum.
"Ya udah, iya, Alan maklumin" jawab Ustadz Azlan sambil tersenyum tipis.
"Eh iya, maaf ya Mas, Mas pasti keberatan bawa kopernya sendiri.Maaf Mas, tadi aku lupa buat ambil kopernya, " Ucap Nafisa merasa bersalah, ia langsung menolong Ustadz Azlan membawa koper miliknya.
"Nggak apa-apa, Sayang. Sekarang ayo kita ke atas, ke kamar Mas," ucap Ustadz Azlan sambil menggandeng Nafisa.
"Iya, Mas."
"Kamu ini, Umi lagi asik ngobrol sama Nafisa, malah dibawa ke kamar aja," ucap Umi setengah kesal.
"Kan Alan mau beresin barang-barang, Umi. Lagian Alan juga mau berduaan sama istri Alan Umi," ucapnya sambil nyengir, lalu menarik tangan Nafisa naik ke tangga menuju kamarnya yang ada di lantai atas.
"Terus kalau kamu bawa Nafisa, Umi sama siapa dong?" tanya Umi cemberut.
"Kan ada Abi," jawab Ustadz Azlan langsung masuk ke kamarnya dan menutup pintu.
"Udah, Mi. Biarin aja mereka. Mana tahu mereka cepat-cepat kasih kita cucu," ucap Abi sambil menaik-turunkan alisnya ke Umi.
"Hahaha, Abi bisa aja. Tapi semoga ya," ucap Umi sambil tersenyum.