NovelToon NovelToon
Debaran Hati

Debaran Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / CEO / Selingkuh / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Pelakor
Popularitas:854
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Mengisahkan mengenai Debby Arina Suteja yang jatuh cinta pada pria yang sudah beristri, Hendro Ryu Handoyo karena Hendro tak pernah jujur pada Debby mengenai statusnya yang sudah punya istri dan anak. Debby terpukul sekali dengan kenyataan bahwa Hendro sudah menikah dan saat itulah ia bertemu dengan Agus Setiaji seorang brondong tampan yang menawan hati. Kepada siapakah hati Debby akan berlabuh?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dia Calon Istriku

Di rumah kontrakan yang sederhana, suasana masih jauh dari kata tenang. Haryati duduk di sudut ruangan, wajahnya masam, sesekali menggerutu. Meskipun Subeni dan Naura sudah berusaha keras menenangkannya, rasa tak terima atas ulah Fathia masih membara dalam dirinya. Bayangan Fathia yang mengejek dan menghasut, serta perkelahian brutal di depan umum, terus memutar di benaknya.

"Bagaimana mungkin aku bisa tenang, Nak?" ujar Haryati pada Naura yang duduk di sampingnya, mengusap punggung ibunya. "Perempuan itu sudah kelewatan! Dia tidak punya hati! Sudah berapa kali dia membuat kita terusir, dan dia masih berani mengejek kita!"

Subeni menghela napas, berusaha sabar. "Sudahlah, Bu. Biarkan saja. Toh dia sudah diusir Pak Harjo."

"Diusir katanya? Itu tidak cukup, Yah! Dia harus mendapatkan balasan yang setimpal atas semua perbuatannya!" balas Haryati dengan nada tinggi, matanya masih memancarkan kemarahan.

Di sisi lain ruangan, Marcella masih saja menangis histeris. Kejadian perkelahian yang ia saksikan langsung telah meninggalkan trauma mendalam pada balita itu. Tangisnya yang tak kunjung berhenti membuat suasana rumah kontrakan menjadi semakin gaduh dan membuat hati Naura serta Subeni semakin pilu.

"Sstt... sayang, jangan menangis lagi," bisik Naura, memeluk erat putrinya. Ia mencoba menyanyikan lagu nina bobo, namun Marcella tetap saja rewel.

"Dia trauma, Bu. Aku harus bagaimana?" lirih Naura pada Haryati.

Mendengar tangis Marcella, Haryati semakin merasa bersalah namun juga marah pada Fathia. "Itu semua gara-gara Fathia, Nak! Dia sudah membuat cucuku ketakutan seperti ini!"

"Tapi, Bu, kita tidak bisa terus-terusan marah. Kita harus mencari cara agar Marcella bisa tenang lagi," bujuk Subeni, mencoba mengalihkan perhatian istrinya.

Namun, Haryati terlalu larut dalam kekesalannya. "Aku tidak peduli! Aku tidak akan pernah memaafkan Fathia! Dia sudah menghancurkan hidup kita!"

Pertengkaran antara Haryati dan Fathia memang sudah berakhir, namun bekas luka yang ditinggalkan terasa begitu dalam. Haryati masih menyimpan amarah dan dendam, sementara Marcella masih diliputi ketakutan yang mendalam. Suasana di rumah kontrakan mereka pun masih jauh dari kata damai, dipenuhi oleh kekesalan Haryati dan tangis histeris Marcella yang tak kunjung reda. Naura dan Subeni hanya bisa saling pandang, bingung bagaimana cara mengatasi semua masalah ini. Mereka tahu, Fathia mungkin sudah pergi, tetapi dampak dari perbuatannya masih sangat terasa bagi keluarga mereka.

****

Debby merasakan jantungnya berdebar kencang saat mobil Agus memasuki sebuah kompleks perumahan elit. Pohon-pohon rindang berjejer rapi, rumah-rumah megah berdiri kokoh dengan arsitektur modern yang memukau. Ia baru tahu bahwa Agus adalah anak dari keluarga berada. Sepanjang perjalanan, Agus memang hanya mengatakan akan mengajaknya bertemu orang tuanya, tanpa menyebutkan detail status sosial mereka.

Mobil Agus berhenti di depan sebuah rumah mewah yang sangat besar. Halaman depan tertata apik dengan taman minimalis dan air mancur. Debby menatap Agus dengan mata terbelalak. "Agus... ini rumahmu?" tanyanya tak percaya.

Agus tersenyum tipis. "Iya, Mbak Debby. Ayo masuk."

Debby melangkah keluar mobil dengan perasaan campur aduk. Ia seorang wanita karier sukses di perusahaan internasional, tetapi rumah semewah ini benar-benar di luar dugaannya. Ia tidak pernah membayangkan Agus berasal dari keluarga sekaya ini.

Di teras rumah, sepasang suami istri paruh baya menyambut mereka. Itu adalah Subakri dan Maira, orang tua Agus. Keduanya tampak berwibawa dengan pakaian rapi dan senyum ramah.

"Selamat datang, Nak Debby," sapa Maira lembut, namun Debby bisa melihat sedikit raut terkejut di wajahnya saat melihat Debby berdiri di samping Agus.

Subakri menjabat tangan Debby dengan hangat. "Senang sekali kamu mau datang, Nak. Agus banyak bercerita tentangmu."

Setelah bertukar basa-basi, mereka duduk di ruang tamu yang luas dan mewah. Agus mulai memperkenalkan Debby secara resmi. "Ayah, Ibu, ini Debby. Dia... calon istri Agus."

Seketika, suasana menjadi hening. Raut wajah Subakri dan Maira yang tadinya ramah langsung berubah. Mereka saling pandang, tampak terkejut sekaligus tidak percaya. Maira menatap Debby dari ujung kaki hingga ujung rambut, lalu beralih menatap Agus dengan tatapan penuh pertanyaan.

"Ca-calon istri, Gus?" tanya Maira akhirnya, suaranya sedikit bergetar. "Tapi... kalian kan baru kenal. Dan... Debby kan jauh lebih tua darimu?"

Agus menggenggam tangan Debby, seolah memberikan dukungan. "Iya, Bu. Kami memang serius. Dan soal usia, itu tidak masalah bagi kami."

Subakri berdeham. "Nak Debby, maaf jika pertanyaan saya lancang. Tapi, berapa usiamu, Nak?"

Debby mencoba tersenyum, meskipun ia tahu ini adalah momen yang canggung. "Saya... 32 tahun, Om."

Maira memejamkan mata sejenak, tampak terkejut dengan angka itu. Agus sendiri berusia 26 tahun. Jarak usia enam tahun adalah sesuatu yang tidak mereka duga. Mereka mengharapkan Agus akan menikah dengan wanita yang seusia atau lebih muda, dengan latar belakang yang setara dengan mereka.

"Dan pekerjaanmu, Nak?" tanya Subakri, mencoba menutupi keterkejutannya.

Debby menjelaskan pekerjaannya di perusahaan internasional. Namun, ia tahu, fokus utama orang tua Agus saat ini adalah perbedaan usia yang signifikan. Debby bisa merasakan atmosfer yang tegang. Ia tahu ini tidak akan mudah, tetapi ia siap menghadapi segala keberatan demi Agus.

****

Meskipun Pak Harjo sudah mengusirnya dengan tegas, Fathia tak jera. Dendamnya pada Naura dan keluarganya sudah membakar akal sehatnya. Beberapa hari setelah insiden perkelahian terakhir, Fathia kembali muncul di sekitar rumah kontrakan Naura, seperti bayangan hitam yang siap mengganggu ketenangan mereka.

Pagi itu, Haryati sedang menjemur cucian di halaman depan rumah kontrakan. Pakaian-pakaian bersih itu digantung rapi di tali jemuran, menguarkan aroma sabun yang segar. Haryati bersenandung kecil, mencoba melupakan kepedihan yang terus menimpa keluarganya.

Tiba-tiba, Fathia muncul dari balik semak-semak dengan senyum licik di wajahnya. Ia berjalan santai menghampiri jemuran Haryati. Tanpa basa-basi, dengan gerakan cepat dan sengaja, Fathia menarik tali jemuran, membuat semua cucian bersih itu jatuh berserakan di tanah yang masih sedikit becek.

"Hei! Apa-apaan ini?!" teriak Haryati terkejut, melihat cuciannya yang sudah bersih kini kotor kembali.

Fathia tertawa terbahak-bahak, tawanya menusuk telinga. "Ops! Maaf, Tante. Tidak sengaja." Nada suaranya penuh ejekan.

Darah Haryati mendidih. Amarahnya langsung meledak. Ia sudah muak dengan segala perbuatan Fathia. "Dasar iblis! Kamu sengaja melakukannya, kan?! Mau apa lagi kamu kemari, hah?!" bentak Haryati, wajahnya memerah padam.

"Hanya ingin memastikan kalian tetap menderita," jawab Fathia enteng, seolah tidak melakukan kesalahan.

Tanpa pikir panjang, Haryati menerjang ke arah Fathia, ingin melayangkan tangan. "Aku akan bikin botak kamu, dasar perempuan gila!"

Fathia menghindar sambil tertawa, memprovokasi Haryati. "Ayolah, Tante! Mau main-main lagi?"

Perkelahian tak terhindarkan lagi. Haryati dan Fathia kembali terlibat baku hantam brutal di depan rumah kontrakan. Mereka saling menjambak rambut, mendorong, dan memukul dengan membabi buta. Teriakan dan umpatan kembali mewarnai suasana.

Marcella, yang berada dalam gendongan Naura di dalam rumah, mendengar keributan itu dan langsung histeris. Tangisnya pecah, menambah kegaduhan. Naura yang panik segera keluar, melihat ibunya dan Fathia kembali berkelahi. Hatinya kembali terasa hancur.

Pak Harjo, yang kebetulan sedang melintas, langsung memijat pelipisnya. "Ya ampun! Mereka lagi!" Ia bergegas mencoba melerai keduanya, namun lagi-lagi ia kesulitan.

Sementara itu, para ibu-ibu tetangga yang mendengar keributan langsung berhamburan keluar dari rumah mereka. Bukan untuk melerai, melainkan dengan antusiasme yang tinggi, mereka kembali bersorak-sorai.

"Wuhuu! Ronde kedua! Makin seru!" teriak salah seorang ibu, ponselnya sudah siap merekam.

"Ayo, Fathia! Jangan kalah sama nenek-nenek!" timpal yang lain, memicu semangat Fathia.

Suasana semakin ricuh. Teriakan, rintihan, tangis Marcella yang histeris, dan sorakan riang dari para penonton membuat lingkungan itu seperti arena pertunjukan. Fathia dan Haryati seolah tuli, terus melampiaskan amarah mereka satu sama lain. Naura hanya bisa memeluk erat Marcella, air matanya tak henti mengalir, menyaksikan penderitaan yang tak berkesudahan akibat ulah Fathia. Ia merasa putus asa, tak tahu sampai kapan teror ini akan berakhir.

1
kalea rizuky
klo ortu agus gk bs nrima ywda
kalea rizuky
lanjut
Serena Muna: terima kasih kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!