NovelToon NovelToon
Mahabbah Cinta Khalisa

Mahabbah Cinta Khalisa

Status: tamat
Genre:Tamat / Romansa-Percintaan bebas / Diam-Diam Cinta / Cinta Murni
Popularitas:290.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mirna Samsiyah

"Apa itu mahabbah?"

Ketika mendapat pertanyaan itu Khalisa tidak bisa mendapat jawabannya hanya dengan berpikir satu atau dua hari, meski telah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk memahami apa itu mahabbah ia tak akan bisa betul-betul mengerti.

Namun ada satu orang yang membuat Khalisa merasa jika dekat dengannya maka ia juga dekat dengan sang pencipta—dekat pula pada arti dari mahabbah.

Suatu hari di pertengahan bulan suci ramadhan, ia mengungkapkan perasaannya berharap mereka memiliki rasa yang sama dan mau menjalani ibadah paling lama yakni pernikahan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mirna Samsiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

7

Aroma khas lilin menguar ke sekitar bangunan yang digunakan oleh para ibu pengrajin batik tulis di Desa Giriloyo. Mereka tampak serius menuliskan cairan pewarna pada pola kain mori menggunakan canting. Rata-rata mereka adalah ibu rumah tangga berusia 50 tahunan yang masih produktif membuat batik.

"Assalamualaikum, Bu." Azfan mengucap salam yang langsung dijawab serempak oleh ibu-ibu yang tengah sibuk membatik. Mereka melihat sekilas pada Azfan dan teman-temannya lalu kembali fokus pada kain mori yang sudah diberi pola sebelum ditulis dengan pewarna alami dari pohon soga. Azfan mengedarkan pandangan mencari sosok ibu nya tapi tidak ada.

"Ibu kamu belum kesini Fan, sibuk masak karena kamu mau datang." Tukas salah satu dari mereka seolah mengerti isi pikiran Azfan.

"Tumben." Gumam Azfan pelan, bukankah ia datang hampir seminggu sekali dan ibu nya tak pernah libur membatik hanya untuk memasak. Lagi pula ada Galuh kakak iparnya yang biasa memasak. "Ayo ke rumah ku dulu." Ucap Azfan pada Khalisa, Rindang dan Jason.

"Azfan aku disini dulu ya mau lihat ibu-ibu mbatik." Kata Rindang.

"Yah kok gitu sih, ayo ikut aku mau numpang ke toilet di rumah Azfan." Ucap Khalisa, ia sudah menahan kencing sejak baru berangkat tadi.

"Ya udah sana, nanti aku sama Jason nyusul."

"Bilang aja mau berduaan kan kalian." Khalisa menyipitkan mata melihat Rindang.

"Ih nggak boleh suudzon." Omel Rindang, itu adalah kalimat yang selalu Khalisa ucapkan saat ia berprasangka buruk kepada orang lain, pasti Khalisa akan bilang harus husnudzon jadi orang tuh.

Khalisa tertawa, "pinter ya kamu sekarang."

"Udah sana keburu ngompol nanti aku juga yang susah."

"Dih!" Khalisa mendelik, dasar Rindang!

"Rumah ku yang paling ujung ya." Azfan memberitahu Rindang dan Jason jika mereka hendak menyusul nanti.

"Oke!" Rindang mengacungkan ibu jarinya seraya melangkah mendekati ibu-ibu pengrajin batik bersama Jason.

"Assalamualaikum!" Azfan mengucapkan salam sesampainya di depan rumah minimalis dengan cat berwarna putih dan abu-abu.

Khalisa mengedarkan pandangan ke sekitar rumah itu, deretan bunga mawar tampak ditanam rapi di sekitar dinding bagian depan. Sedangkan di terasnya banyak jenis tanaman hias yang ditanam pada pot putih. Khalisa yakin jika mama nya ada disini pasti akan heboh sendiri melihat bunga-bunga cantik itu. Sayangnya Khalisa tidak begitu suka merawat bunga tak seperti mama nya yang suka mengoleksi tanaman hias hingga memenuhi halaman rumah mereka.

"Waalaikumussalam." Seseorang terdengar menjawab salam. Pintu terbuka bersamaan dengan munculnya seorang lelaki bertubuh kurus yang sekilas mirip dengan Azfan, hanya saja ia tampak beberapa tahun lebih tua dari Azfan.

"Mas." Azfan mencium tangan lelaki tersebut, "ini Mas Adi, Kakak ku." Azfan mengenalkan Adi kepada Khalisa.

"Ayo masuk." Adi mengajak mereka masuk, "Ibu ada di belakang Fan."

Rumah Azfan meski sederhana tapi terlihat sangat bersih dan rapi seolah penghuninya membersihkannya setiap saat tanpa membiarkan debu menempel walaupun hanya setitik.

Khalisa bisa mencium aroma rempah dari masakan saat ia memasuki rumah itu lebih dalam. Khalisa berani jamin pasti ibu Azfan sedang memasak soto ayam atau mungkin soto daging.

"Ini kamar mandinya, aku temuin Ibu dulu di dapur." Azfan membuka pintu kamar mandi dekat ruang makan mempersilakan Khalisa masuk.

"Ibu." Azfan merangkul pundak ibunya dari belakang.

"Azfan, kok Ibu nggak denger kamu datang." Wanita berusia 50 tahunan yang mengenakan daster batik dan jilbab merah muda itu membalikkan badan menghentikan aktivitasnya mengaduk soto daging di dalam panci.

"Ibu sih terlalu serius masak jadi nggak denger Azfan datang, rumah sepi banget Shafa sama Marwah kemana Bu?" Azfan menanyakan dua adik perempuannya yang tidak terlihat sejak ia sampai. Shafa adalah anak ketiga di keluarga Azfan, saat ini ia duduk bangku SMA kelas 11 sedangkan Marwah sang adik bungsu baru kelas 6 SD.

"Bilangnya mau nyari kangkung sama genjer di sawah belum pulang sampai sekarang."

"Kok Ibu masak banyak?" Azfan mencium punggung tangan ibunya yang beraroma kunyit.

"Kamu kan bawa temen-temen kamu, masa Ibu nggak masak buat mereka." Ibu Azfan kembali mengaduk soto dan mematikan kompor setelah daging dirasa cukup matang.

"Makasih ya Ibu." Azfan mencium pipi ibunya sebagai ungkapan terimakasih karena sudah repot-repot masak untuk teman-temannya. Padahal Azfan hanya membawa tiga orang tapi ibunya sudah sibuk memasak banyak makanan.

"Lah temen kamu mana?" Ia melihat ke arah pintu dapur mencari keberadaan teman-teman yang Azfan bicarakan.

"Ada di luar lagi liat Ibu-ibu mbatik, terus yang satunya lagi di kamar mandi."

"Coba incip." Ibu Azfan menyendok kuah soto dan mendekatkannya pada mulut Azfan.

Azfan mengibaskan tangannya pada sendok itu sebelum menyambut suapan ibunya dengan senang hati, ia memejamkan mata merasakan gurihnya kaldu sapi dengan merica, daun jeruk, daun salam, serai dan bumbu lainnya.

"Permisi." Suara itu membuat Azfan dan ibunya menoleh. "Maaf Bu, saya boleh masuk?" Ia adalah Khalisa yang baru keluar dari kamar mandi dan langsung menuju ke dapur karena penasaran aroma yang membuatnya begitu tergoda.

"Boleh-boleh sini, jadi ini temennya Azfan." Ibu Azfan menghampiri Khalisa.

"Iya Bu saya Khalisa, maaf jadi ganggu aktivitas Ibu-ibu disini." Khalisa menjabat tangan Ibu Azfan dengan sopan.

Azfan melangkah menuju wastafel untuk mencuci piring yang barusan ia gunakan untuk mencicipi kuah soto sementara Khalisa berdiri di samping ibu nya.

"Enggak sama sekali, biasanya juga banyak yang datang kesini kadang bisa satu bus, Khalisa suka masak nggak?"

"Suka." Khalisa manggut-manggut, karena harus tinggal jauh dari orangtua otomatis ia jadi suka memasak. Selain itu Khalisa sering ikut Renata memasak sejak kecil hingga membuatnya terbiasa sampai sekarang. "Ibu masak soto daging?" Khalisa sudah penasaran sejak pertama kali masuk ke rumah ini.

"Iya, kalian harus coba masakan Ibu ya sebentar lagi."

"Masakan Ibu pasti enak."

"Mbak Galuh kemana Bu?" Azfan baru sadar kalau kakak iparnya itu tidak terlihat. "Agam juga nggak ada." Agam adalah keponakan Azfan, anak Adi dan Galuh yang baru berusia 3 tahun.

"Mbak mu lagi ke warung Ibu suruh beli teh, Agam juga ikut."

"Iya, oh iya Ibu lupa!" Ibu Azfan menepuk jidatnya, "Ibu lupa nggak nyuruh Galuh beli gula sekalian, Azfan kamu susulin sana naik motor kasihan dia jalan kaki gendong Agam juga."

"Aaaah astagfirullah!" Khalisa menjerit saat merasakan sesuatu berbulu bergesekan dengan kakinya, ia juga mendengar suara meong, siapa lagi yang berbunyi meong jika bukan kucing. Khalisa spontan melompat ke samping kanan ibu Azfan melihat kucing berbulu kelabu ada di dekat kakinya. "Aaa Ibu, kenapa ada kucing!" Khalisa merengek ketakutan.

"Khalisa, kamu takut kucing?" Azfan ikut kaget mendengar jeritan Khalisa, ia segera mengangkat Chimmy—nama kucingnya.

Khalisa mengangguk, meski tidak memiliki trauma apapun terhadap kucing tapi sejak kecil ia memang takut pada hewan berbulu tersebut.

"Ya udah aku bawa keluar kucing nya sekalian nyusul Mbak Galuh ke warung." Azfan melangkah pergi dari dapur membawa Chimmy si kucing kelabu kesayangan Shafa dan Marwah.

"Uangnya ada nggak?" Teriak Ibu dari dapur.

Tak terdengar jawaban dari Azfan, mungkin ia sudah berlari jauh keluar rumah hingga tidak mendengar pertanyaan ibunya.

"Warungnya jauh Bu?" Khalisa kembali ke posisinya setelah memastikan tidak ada kucing lain di dapur itu.

"Lumayan kalau jalan kaki, orang sekarang mana ada yang jalan kaki walaupun deket, pasti naik sepeda." Ibu Azfan memindahkan soto daging ke dalam mangkok dan menaburkan seledri yang sudah dipotong halus di atasnya.

"Kamu sudah lama kenal Azfan?" Tanya Ibu.

Khalisa menggeleng, "sepertinya belum genap seminggu, kenapa Bu?"

"Oh ya? Ini pertama kalinya Azfan bawa teman-temannya ke rumah, dia jarang punya teman karena anaknya pemalu dan gampang minder." Wanita bertubuh sedikit gemuk itu melangkah ke ruang makan yang berdekatan dengan dapur diikuti Khalisa.

"Sebenarnya Azfan satu komunitas sama saya Bu, dia juga anggota HAWASI tapi saya justru baru tahu waktu kami ketemu di masjid."

"Sambil nunggu yang lain, ayo ngobrol di belakang rumah kamu pasti suka disana." Ibu Azfan mengajak Khalisa menuju belakang rumah dengan membawa Jambu Dersana yang baru dipetik tadi pagi, orang Jawa biasanya menyebutnya Jambu Darsono.

Khalisa terperangah disuguhi pemandangan indah persawahan hijau dan sejuk meski sudah siang hari. Ibu Azfan duduk di sebuah gazebo yang langsung menghadap ke sawah dan parit yang airnya jernih mengalir lancar tanpa sampah plastik sedikitpun.

"Azfan itu anaknya pekerja keras, dia jarang bisa kumpul organisasi karena harus kerja sepulang kuliah." Ibu Azfan melanjutkan cerita setelah Khalisa duduk di sampingnya. "Ibu kasihan lihat dia tapi mau gimana lagi sejak Bapak nya meninggal, penghasilan Ibu dari membatik hanya cukup untuk biaya makan dan sekolah adik-adiknya."

Khalisa menatap ibu Azfan yang matanya berkaca-kaca, ia ikut iba tapi tak menunjukkannya sedikitpun. Khalisa jadi ingat dulu mama nya juga harus bekerja sambil kuliah, ia beruntung karena tak perlu susah-susah mencari uang sebab semua kebutuhannya sudah dipenuhi oleh Daniel dan Ica.

"Saya yakin Azfan melakukan itu semua karena dia menyukainya bukan karena terpaksa, dia punya bakat menulis luar biasa hingga menghasilkan kaligrafi yang indah, kalau tidak senang Azfan pasti tidak akan melakukannya." Khalisa mencoba membesarkan hati ibu Azfan dengan menggenggam tangan wanita paruh baya itu.

******

Air liur membanjiri mulut Khalisa melihat berbagai jenis masakan di atas meja, semuanya tampak menggiurkan. Rasanya Khalisa ingin makan mereka semua tapi malu—sejak kapan ia punya malu? begitu pertanyaan Rindang kemarin tapi ia memang punya malu dari lahir. Bukankah malu adalah sebagian sifat muslimah.

Semuanya berkumpul mengelilingi meja makan, itu adalah momen yang jarang terjadi di keluarga itu karena Azfan hanya bisa pulang seminggu atau dua minggu sekali. Khalisa, Rindang dan Jason juga menambah suasana kekeluargaan siang itu.

"Masya Allah tangan Mbak Khalisa putih sekali." Suara Marwah membuat yang lain senyum-senyum karena kepolosannya, ia tak sengaja bersentuhan dengan Khalisa saat hendak mengambil tahu goreng.

"Ya putih lah nggak kayak kamu yang sukanya main di sawah jadi gosong kulitnya." Balas Ibu.

"Lain kali ajak Mbak ke sawah ya biar kulit Mbak kayak kamu." Kata Khalisa pada Marwah yang duduk tepat di sampingnya.

"Emangnya Mbak Khalisa mau kulitnya coklat kayak aku?"

"Iya, Mbak juga mau cantik kayak kamu." Khalisa mencubit pipi Marwah gemas, ia jadi ingat Zunaira yang selalu paling bawel di rumah.

Marwah tersipu dipuji cantik oleh Khalisa. Azfan ikut tersenyum mendengar pujian Khalisa, gadis itu memang ahli kalau soal memuji orang lain.

"Udah ayo makan." Tukas Ibu agar semuanya segera makan sebelum masakan di meja itu menjadi dingin.

Rindang membawa makanan sendiri karena ia tidak bisa makan sembarangan, ia yakin semua masakan itu mengandung banyak gula. Rindang sudah memberitahu tentang kondisinya terlebih dahulu agar tidak membuat mereka bingung.

"Rindang sudah lama sakit?" Tanya Azfan pada Khalisa, mereka berada di gazebo belakang rumah setelah makan siang bersama menikmati segarnya jambu dersana yang empuk dan penuh air.

"Dia divonis diabetes tipe 1 dua tahun yang lalu." Khalisa menatap lurus ke depan melihat Rindang yang telah berjalan jauh di depan sana melewati pematang sawah bersama Jason.

"Apa itu alasanmu ambil bidang prodi farmasi?" Azfan melirik Khalisa, dari ekor matanya ia melihat Khalisa menoleh kepadanya.

Khalisa tampak terkejut untuk sesaat karena Azfan langsung tahu alasannya kuliah farmasi. Dulu saat pertama kali tahu Rindang divonis diabetes, Khalisa bertekad untuk mengambil bidang prodi farmasi. Rindang adalah alasan utama Khalisa tapi ia menyembunyikannya karena tidak mau membuat Rindang semakin sedih.

"Itu salah satunya, selain itu aku juga bertanggungjawab terhadap rumah sakit di Banyuwangi."

"Jadi kamu benar-benar punya rumah sakit?" Azfan membelalak, "maaf maksudku saat itu aku nggak bermaksud menguping pembicaraan mu dan Mas Levin." Tambah Azfan sebelum Khalisa berpikir yang tidak-tidak.

Khalisa tertawa melihat eskpresi gugup Azfan, "walaupun nggak niat nguping pun kamu pasti denger pembicaraan kami, rumah sakit itu hadiah dari Akong saat aku dan sepupuku Kafa berusia 3 tahun."

"Hadiah orang kaya memang beda, kalian bukan hanya memberi hadiah tas atau sepatu tapi rumah sakit."

"Khalisa! Wo ai ni!" Rindang berteriak melambaikan tangan pada Khalisa, lengannya terangkat membentuk love di atas kepala.

Khalisa tertawa membalas lambaian tangan Rindang, "wo bu ai ni!" Balasnya membuat Rindang mencibir sebelum kembali melangkah lebih jauh.

"Khalisa, kamu mualaf?" Azfan menoleh sesaat pada Khalisa, itu adalah salah satu pertanyaan yang bersarang di kepala Azfan sejak mengenal Khalisa.

"Aku terlahir muslim, Papa ku mualaf sedangkan Mama muslim sejak lahir."

"Maaf aku terlalu banyak bertanya." Azfan menyesal telah menanyakan hal tersebut, ia tak seharusnya bertanya tentang kehidupan pribadi Khalisa.

"Nggak apa-apa." Khalisa menggeleng, ia sama sekali tidak terganggu dengan pertanyaan Azfan. "Ngomong-ngomong nama kamu mirip temen Mama ku." Khalisa segera mengalihkan pembicaraan agar Azfan tidak canggung lagi.

"Siapa?"

"Namanya Arfan, nama lengkapnya Arfan Khalif Ahmad sedangkan nama kamu Azfan Khuffa Ameezan." Khalisa tidak sengaja melihat nama itu pada daftar anggota HAWASI kemarin. Khalisa punya obsesi tersendiri terhadap nama-nama orang, seolah ia mengoleksi nama mereka dan mengingat itu selamanya. "Azfan dan Arfan cuma beda satu huruf."

"Kamu tahu nama lengkap ku?"

"Tahu dong, sekali lihat aku nggak akan bisa lupa."

"Kenapa?"

Khalisa mengedikkan bahu, "aku emang nggak bisa lupa nama-nama orang yang pernah aku tahu."

Azfan menatap lurus ke depan pada hamparan sawah yang masih hijau. Entah apa yang ada di pikirannya, semakin tahu tentang Khalisa pertanyaan di kepala Azfan juga makin menumpuk. Namun Azfan hanya berani menerka dan menjawabnya sendiri tanpa berani menanyakannya langsung.

Khalisa dan Mama Ica yang awet muda!

1
Mirna
Luar biasa
Kamrah Azizah
kereeen bageet
Hera
👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
Rochis Khikma
mksh kk akhirnya happy ending...oh ya ada kelanjutannya untuk anak2 mereka gk kk?
Mirna: Udah ga ada kayaknya, ga kepikiran bikin lagi 😁
total 1 replies
Nina
di tunggu cerita yang baru kak mirna
Marsha Andini Sasmita
🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰
Marsha Andini Sasmita
👍👍👍❤️👍👍👍
Marsha Andini Sasmita
🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰
Titin Erawati
sukses selalu Thor, ditunggu cerita yg lainya,jgn lupa jaga kesehatan ♥️♥️♥️♥️♥️
34. Tiara Atikah
bagus banget😘😘😘😍
Mirna: Wah makasih Kak Tiara Atikah, nama kamu mirip Mahira—Mahira Atiqah 😁
total 1 replies
Jauza Lesmono
sukses terus kak dan di tunggu karya karya selanjutnya,salam sehat
Mirna: Makasih Kakak 😍
total 1 replies
RINAWATI AZZA
buat crita azka dewasa donk mbk...
Mirna: Nggak bosen sama keluarga Alindra? 🤣
total 1 replies
૦ 𝚎 ɏ ꄲ 𝙚 ռ
kak Mirna... sayangku..
makasih jg udah kasih kita bacaan yg positif bgt.. aku tunggu karyamu yg lain kak.. sukses terus kaka sayang...😘😘
q bakal kangen ma mereka pasti..😥
૦ 𝚎 ɏ ꄲ 𝙚 ռ: insyaa Allah ka Mirna...
kpn launching karya baru nih..hehe
Mirna: Makasih Akak Uyun sayangkuu 😍
Tetap setiap sama aku yah 😁
total 2 replies
Fat Tonah
terimakasih kasih telah update sebenarnya ndk terima cerita ni berakhir tp d tnggu novel dan cerita lain berikutnya love sekebon untuk authorx love love love
Mirna: Wah love dua kebon buat Kak Fat, makasih udah baca Mahabbah Cinta Khalisa
total 1 replies
૦ 𝚎 ɏ ꄲ 𝙚 ռ
Alhamdulillah... selamat Abi n umma. ...
Bundanya Abhipraya
hemm ga rela tamat dehhh
Bundanya Abhipraya
suka bgt persahabatan mereka...
Bundanya Abhipraya
selamat ya azka punya dede bayi cantikk... yg akur2.
Lusia
jangan tamat dulu ya kk, panjangin aja gak akan bosen
Mirna
yang pada nanya Zulaikha, fotonya ada di tengah-tengah Papa dan Mama nya ya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!