Ibu,,, aku merindukanmu,, airmatanya pun berderai tatkala ia melihat seorang ibu dan anaknya bercanda bersama. Dimanakah ibu saat ini,, aku membutuhkanmu ibu,,,
Kinara gadis berusia 18thn yang harus menjadi tulang punggung keluarga semenjak kepergian kedua orang tuanya yang mengejar bahagia mereka sendiri, hingga ia harus merelakan harga dirinya yang tergadai pada seorang CEO untuk kesembuhan sang adik,,apakah bahagia akan hadir dalam hidupnya atau hanya derita dan derita,,,,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Liliana *px*, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 9 kegelisahan Naya
Sementara itu di sebuah Rumah Sakit di ruang perawatan VIP, nampak seorang gadis sedang berusaha menghubungi ponsel Kakaknya, namun semua sia sia, karena tak ada jawaban dari Kakaknya, justru operator yang membalas panggilannya. Namun ia tak menyerah, berulang kali ia mencoba menghubungi Kakaknya, namun berulang kali pula ia mendapat kekecewaan.
"Kak Nara, sebenarnya kau di mana Kak,,,, kenapa membuatku cemas, dari kemarin kau menghilang tanpa berita, kau di mana Kak,,,"
Air mata Naya sudah membanjiri pipinya, ia sungguh takut jika terjadi apa apa dengan Kakak yang sangat dicintainya itu.
Ia pun menghempaskan tubuhnya kasar ke sofa dengan menyandarkan punggungnya di sana. Sekilas ia teringat saat kedua orang tuanya meninggalkan mereka beberapa tahun yang lalu. Air matanya semakin deras mengalir membanjiri pipinya.
"Ayah,,, Ibu,,, kalian di mana,,,, tidak kah kalian merindukan kami, aku sangat merindukanmu Ayah,,,Ibu,,,lihatlah Kak Nara, berjuang sendiri membesarkan kami selama ini, tanpa lelah apa pun akan ia lakukan demi kami, bahkan mencuri sepotong roti hingga di pukul dan dihina orang sudah ia terima, setiap saat ia menahan tangisnya di depan kami, agar kami tetap tersenyum. Ibu,,, sekarang ia juga meninggalkan kami,,, dari kemarin ia tak ada kabar,,, aku sangat takut Ibu,,, takut ia tak kembali, seperti kalian,,, hiikksss,,,, hiikkss,,,"
Suara tangis Naya semakin menjadi, ia tak sanggup lagi menahan sesak di dadanya, apa lagi melihat kondisi Rana yang belum juga sadar dari kemarin, membuatnya semakin takut kehilangan orang orang yang sangat disayanginya. Dengan kasar ia menghapus air matanya lalu bangkit dari sofa berjalan dan duduk dikursi dekat ranjang adiknya tersebut.
"Rana, berjanjilah kau akan kuat demi kami, kau harus sembuh Dek, demi aku dan Kakak, jangan pernah tinggalkan kami, aku takut kalian akan meninggalkan aku sendiri, aku tak ingin kehilangan kalian,,, bukalah matamu Dek,,, bukalah demi kami,,, aku mohon,,,"
Naya menggenggam erat tangan Rana, sambil menundukkan kepalanya, bertumpu pada tangannya sendiri yang menggenggam erat tangan Rana.
Hingga tanpa ia sadari ada seseorang yang masuk ke dalam ruangan mereka. Ia pun membelai lembut rambut Nara. Membuat gadis itu mengangkat kepalanya melihat siapa yang datang.
"Kak Bima,,,"
Pekiknya lirih lalu berhambur ke pelukan Bima. Dengan posisi tetap duduk sedang Bima tetap berdiri. Naya membenamkan wajahnya di perut Bima, yang kini sedang membelai rambutnya, berusaha untuk menenangkan gadis itu.
"Kak Bima,,, kenapa Kak Nara belum juga kembali, dari kemarin ia tak ada kabar, apa Kak Nara juga akan meninggalkan kami seperti ayah dan ibu Kak Bima,,, hiikksss,,, hiikksss,,,"
Ucap Naya di sela isak tangisnya yang kini mulai reda karena kedatangan Bima.
"Tidak Naya,,, itu tidak benar,,, Kak Nara sayang sekali dengan kalian, ia takut kehilangan kalian, apa pun akan ia lakukan untuk kebahagiaan kamu dan Rana, mana mungkin ia sanggup meninggalkan harta paling berharga dia, yaitu kalian sayang,,,"
Tuturnya lembut masih dalam posisi yang sama.
"Tapi kenapa Kak Nara tak datang kesini Kak, dari kemarin aku tak ada kabar dari nya, aku takut Kak Bima,,, aku takut Kak Nara kenapa napa, hikkss,, hiikksss,,,"
air mata Naya kembali tertumpah merasakan kesedihan yang mendalam jika terjadi sesuatu dengan kakaknya.
"Kamu tenang ya, Nara tidak apa apa, dia baik baik saja, kemarin Nara kemari melihat kalian, tapi saat kau sedang tertidur, sebelum kamu bangun, dia sudah harus pergi bekerja lagi, dan menitipkan kalian padaku."
Bima pun duduk di sebelah Naya, ia pun menghapus air mata Naya yang tak mau berhenti.
Naya yang mendengar kalau kakaknya kemarin datang dan harus pergi lagi untuk bekerja pun menjadi sedikit tenang hatinya. Setidaknya apa yang ia takutkan tidak terjadi, dan Nara baik baik saja, karena tak mungkin juga Bima berbohong padanya, karena ia tau, Bima sangat menyayangi mereka semua, seperti seorang kakak yang menyayangi adik adiknya.
Saat mereka sedang berbincang bincang, tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang mengawasi mereka sedari tadi. Orang itu pun masuk ke dalam ruang rawat Rana, perlahan ia
menaruh bungkusan ke atas nakas.
"Eh Pak Dokter,,, maaf tadi kami terlalu asyik ngobrol sampai tak menyadari kehadiran Pak Dokter."
Nara yang tak menyadari raut wajah dari Dokter Rendra, dengan enteng nya berjalan kearah nakas, lalu membuka bungkusan yang di bawa oleh Dokter Rendra.
"Waw,,, Dokter tau aja kalau aku sudah lapar, kebanyakan nangis bikin aku lapar, kebetulan sekali, ini namanya rejeki nomplok, tidak boleh ditolak,, he,, he,, he,,,"
Nara tersenyum nyengir saat Dokter Rendra mengoyak rambutnya lembut.
"Ayo makan, sengaja ku beli makanan kesukaanmu, ayam geprek dan jus lemon."
Dokter Rendra melirik Bima yang menatapnya dengan intens.
"Dok,,, boleh kita bicara berdua di luar?"
Bima bangkit dari duduknya lalu melangkah ke luar ruang rawat Rana, di ikuti oleh Dokter Rendra di belakangnya.
Tak berselang berapa lama, akhirnya mereka pun kembali lagi ke ruang rawat Rana.
Nara hanya bisa memandang mereka dengan penuh selidik, karena setelah keduanya berbicara di luar tadi, nampak raut wajah keduanya seperti orang yang sedang menahan marahnya.
"Kak Bima, ada apa ?"
Namun Bima tetap diam seribu bahasa. Membuat Naya semakin khawatir, ia tau pasti ada hal yang terjadi.
"Kak Bima, katakan padaku , ada apa sebenarnya, aku mohon Kak."
Tatapan sendu yang penuh kekhawatiran itupun membuat Bima luluh dan melangkah ke arah Naya, lalu memeluknya.
"Bersabarlah sayang, semoga Tuhan memberikan kebahagiaan kepada kita semua."
Mendengar ucapan Bima, Naya semakin kalut hatinya, otaknya pun berputar, apa maksud dari perkataan Bima, ini tentang kakaknya atau tentang adiknya, Rana yang sedari kemarin juga belum sadarkan diri.
Rana pun melepas pelukan Bima, lalu pandangannya mengarah pada Dokter Rendra.
"Dok,,, katakan yang sejujurnya, sebenarnya apa yang terjadi, ada apa dengan kalian, kenapa semuanya hanya diam, aku berhak tau jika itu tentang kakak dan adik ku, tolong Dok, beri tahu aku yang sebenarnya, meski itu menyakitkan.
Tatapan mata dengan sorot yang penuh tanya serta tersimpan kesedihan itu membuat Rendra iba, ia tak bisa melihat rona kesedihan di mata Naya. Apa lagi sekarang, mata indah itu sudah membendung air mata yang siap tertumpah lagi.
"Boleh kami bicara berdua saja,,,"
Bima pun menoleh kearah Dokter Rendra, lalu ia melepas pelukannya,"aku akan selalu ada untuk kalian, jangan takut,,,"
Setelah menakupkan kedua tangannya di pipi Naya dan gadis itu mengangguk pelan, ia pun segera keluar dari ruang rawat Rana, menyisakan Naya yang masih memandang Dokter Rendra dengan penuh tanya.
" Nara tidak bisa bersama dengan kalian lagi, ia ,,,"
Ucapan Dokter Rendra terputus karena tanganya sudah menangkap tubuh yang kini terkulai lemah karena pingsannya.
"*Naya,, bangun,,, kumohon,, bangun sayang,,,"
bersambung🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹*