NovelToon NovelToon
Dihamili Musuh Abangku

Dihamili Musuh Abangku

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: Danira16

Bara tak menyangka bahwa ią menghabiskan malam penuh gelora dengan Alina, yang ternyata adalah adik kandung dari musuhnya di zaman kuliah.

"Siaap yang menghamili mu?" Tanya Adrian, sang kakak dengan mulai mengetatkan rahangnya tanda ia marah.

"Aku tidak tahu, tapi orang itu teman kak Adrian."

"Dia bukan temanku, tapi musuhku." cetus Adrian.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Danira16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rencana

Setelah Bara dari kantor Adrian yang meminta izin untuk menikahi Alina, namun berakhir tolakan. Akhirnya Bara memutuskan untuk menemui Alina di kampusnya.

Bara merasa jantungnya berdegup kencang saat ia menginjakkan kaki di kampus yang sama dengan tempat Alina dan Bram belajar. Penasaran, ia mempercepat langkahnya menuju lokasi yang disebutkan oleh temannya.

Dari kejauhan, ia sudah bisa melihat sosok Bram yang berdiri berhadapan dengan Alina. Keduanya tampak tenggelam dalam pembicaraan yang serius, membuat Bara semakin penasaran.

Saat Bara mendekat, kejutan terpancar dari wajah Alina, sedangkan Bram menoleh, tampak bingung dengan kehadiran Bara di kampusnya. Tidak ada kata yang terucap sejenak, hanya tatapan yang bertukar di antara mereka bertiga.

Bara merasa sesak di dadanya, seakan udara di sekitarnya terasa lebih berat. "Kak Bara? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya dengan nada yang mencoba terdengar tenang.

Bara tahu bahwa Alina kuliah ditempat yang sama dengan Bram adik tirinya, itu semua karena ia mencari informasi mengenai adik kandung Adrian.

Salah satu teman baik Bara menjadi mata-mata untuk menggali informasi mengenai Alina, dan saat itu ia terkejut mengetahui bahwa Alina adalah mantan kekasih adik tirinya.

Dan betapa ia terkejutnya saat ia menemui Alina dikampusnya, ada Bram yang sedang berbicara serius dengan Alina, belum lagi saat ini ia melihat pemandangan yang tidak enak dan jujur bikin dirinya panas.

Bara menatap mereka dari kejauhan. Meski Alina terkesan tak nyaman dengan kehadiran Bram. Namin hati Bara seperti diremas, ia tidak bisa menjelaskan perasaannya, tapi ada rasa asing yang menjalar yaitu rasa cemburu.

Bara tak bisa menyembunyikan rasa cemburunya saat melihat Alina dan Bram dalam posisi saling berpelukan, meskipun ia tahu Alina tengah berusaha melepaskan diri dari pelukan mantan kekasihnya itu. Perasaan tak nyaman menyelubungi dadanya, apalagi saat melihat Bram seolah enggan melepaskan Alina.

Posisi dimana Alina dipeluk Bram dari belakang, dan Bara segera mendekati keduanya ketika Alina meronta seakan meminta pertolongan.

"Lepaskan Alina!! Jangan ganggu dia." Seru Bara.

Tatapan Bara begitu menusuk lawannya, Bram reflek melepaskan pelukan nya pada Alina, dan Alina pun menjauh dari sang mantan. Keduanya terlihat terkejut dengan Bara yang ada dikampusnya, terlebih lagi Bram yang terkejut ketika kakak tirinya itu memanggil nama Alina.

"Kenapa kak Bara di sini?" Tanya Bram

Pertanyaan Bram sontak membuat Alina terkejut, lalu ia segera menoleh pada sosok yang tadi dipanggil kakak oleh mantan pacarnya itu.

"Jangan sok akrab dengan gue, Lo cuma adek tiri gue." Jawab Bara dengan memamerkan seringai nya.

Bara mendekati adik tirinya dengan sorot mata yang masih membara. "Jangan ganggu Alina lagi, Bram. Dia akan segera menikah dengan gue." Ucapnya dengan sorot mata tajam, menandaskan batas yang tak boleh dilanggar.

Seketika itu Bram yang kini terkejut, disusul oleh Alina.

"Bagaimana bisa itu? Sedangkan kak Adrian menolak....."

"Kakak Lo ngizinin gue, ayo pulang." Titah Bara yang seolah memaksa Alina.

"Apa menikah?" Seru Bram wajah yang bingung.

"Iya, apa perlu gue ulangi? Jadi jaga batasan Lo. Ketika dia menikah dengan gue, Lo akan jadi adik iparnya." Pertegas Bara yang telah mengikrarkan Alina adalah miliknya.

"Tidak, itu tidak mungkin......" Seru Bram kembali dengan menggelengkan kepalanya.

Bara tersenyum sinis ke arah Bram, matanya bersinar dengan kemenangan yang menyakitkan. Senyum itu seperti pisau yang menusuk ke dalam hati Bram, menyiratkan bahwa dia telah gagal dalam mempertahankan Alina.

"Apa benar ini, Alina?" suara Bram bergetar, tak bisa menyembunyikan kepedihan yang menggema dalam setiap kata yang diucapkannya.

Alina, saat ini terlihat pucat dan goyah, seperti daun yang siap jatuh pada tiupan angin berikutnya. Keterkejutan dan ketidakmampuan untuk berbicara membuatnya tampak seperti patung yang terperangkap di antara dua kekuatan yang bertentangan.

Suasana semakin mencekam saat Bram menunggu jawaban dari Alina, setiap detik terasa seperti jam yang berdetak menjauh, meninggalkan keheningan yang hanya bisa diisi dengan suara jantung mereka yang berdebar kencang.

Matanya mencari jawaban dalam tatapan Alina yang terpaku, tubuhnya masih bergetar karena keterkejutan. Alina tergagap, lidahnya kelu untuk menjawab, "Aku .... aku....." kata-katanya terputus, kebingungan dan ketakutan mencampur aduk dalam dirinya.

Tanpa memberi kesempatan untuk Alina menjelaskan lebih lanjut, Bara dengan sigap meraih tangan Alina. "Sudah, ayo kita pulang. Kakak kamu menyuruhku menjemputmu," katanya dengan nada yang menunjukkan tidak ada ruang untuk bantahan.

Alina hanya bisa pasrah, merasa lemah di hadapan dominasi Bara yang kini semakin jelas. Bram hanya bisa menatap dengan rasa sakit yang mendalam saat melihat Alina, wanita yang pernah dia cintai, kini pergi bersama lelaki lain, meninggalkannya dalam kehancuran.

Bram hanya bisa tertegun menatap punggung Alina yang kian menjauh dari peredarannya, hingga ia tanpa sadar matanya telah berkaca-kaca.

Sedangkan Alina kini justru ditarik paksa oleh Bara yang membawanya ke sebuah mobilnya yang tadi terparkir diluar kampus.

"Lepaskan aku.!" Pertegas Alina dengan berusaha berontak dari cekalan tangan besar dan kokoh itu.

Bara acuh, ia bahkan lebih mempercepat langkahnya karena mengingat saat itu cuaca telah gelap dan mendung, tanda akan turunnya hujan.

Pria itu menghentikan langkahnya saat ia telah sampai diparkiran mobil kampus, Bara menoleh pada Alina yang kini juga telah berhenti berjalan dengan nafas yng memburu.

Bara terlihat terkekeh saat itu juga melihat Alina yang terlihat ngos-ngosan, sedangkan Alina langsung mendelik pada mantan sobat kakaknya.

"Kenapa tertawa? Ada yng lucu?" Geram Alina yang masih menormalkan nafasnya.

"Ya lucu aja liat wajah Lo, soalnya gemesin kalo lagi gitu." Tukas Bara tertawa begitu lebar, otomatis gigi putih yang tersusun rapi itu terlihat di depan Alina.

Deg

Entah mengapa melihat senyuman Bara itu segera buat Alina tak bisa terdiam membisu tak banyak berkata apapun.

Alina akuin untuk ketampanan Bara lebih menonjol dari mantan pacarnya, belum lagi tubuhnya yang besar atletis. Sudah pasti banyak wanita yang jatuh hati dan takluk pada pesona nya.

"Hello......Alina...." Seru Bara saat melihat Alina melamun.

Hingga tiga kali panggilan Alina baru tersentak dan menyibak pony nya kebelakang.

"Kenapa diam saja, Lo ngelamun ya? Pasti terkesima kan dengan kegantengan gue."

Alina segera mencebik lalu ia memutar bola matanya. " Siapa yang ngelamumin kamu? Kepedean." Kata Alina kesal.

Namuan batinnya merasa merutuki kebodohannya yang bisa-bisanya sampai berargumen sendiri dengan sosok lelaki yang kini di dekatnya itu.

"Atau mungkin bawaan bayi ya? Karena tahu dia ayahnya." Batin Alina, dan menyimpulkannya sendiri.

"Yang bener Lo, tapi tadi gue liat kayaknya gak gitu deh."

"Sok tau, lepasin tangan aku!" Bentak Alina mulai galak.

"Gak akan sebelum Lo bicara sopan sama gue?"

"Apa maksud kamu sih?"

"Hey calon istriku, gue ini lebih tua dari Lo, bahkan usia gue sama dengan Adrian. Harusnya Lo bisa panggil gue dengan sebutan kakak.....atau mas, mungkin hehhe ....."

Alina pun melongo, ia pun geleng-geleng kepala.

"Baiklah lepasin tangan aku kak....please!!" Ucap Alina melembutkan suaranya.

"Nah gitu dong, itu baru calon istriku." Tukas Bara yang kemudian melepaskan cekalan tangannya tadi.

Setelah tangannya terrbebas dari Bara, ia malah langsung mendelik pada musuh kakaknya itu, tak lupa manik mata coklat terangnya mulai membesar.

"Tolong jangan katakan itu lagi kak, gue bukan calon isteri kak Bara."

"Tapi sebentar lagi akan sayang.....tunggu saja."

Alina mengernyit, ia merasa Bara sangat kepedean dan itu membuatnya merasa sosoknya berbanding terbalik dengan Bram yang cenderung alim dan sopan.

"Ayo masuk mobil!"

"Gak, aku mau pulang naik ojek saja."

"Berani kamu ngelawan kakakmu? Mau dimarahinya? Sedangkan aku ditugaskan untuk menjemput kamu menjaga mu."

Alina begitu dilema, namun kata kakaknya yang tadi disebutkan Bara membuatnya tak bisa menolak, Alina begitu patuh dan sayang pada Adrian. Untuk itu setiap Adrian memberi perintah Alina selalu menurutnya.

"Apa benar kak Adrian yang meminta?" Tanya Alina rada ragu dengan ucapan Bara.

"Heemmm...."

"Baiklah....." Jawab Alina pasrah dan tanpa penolakan lagi.

Bara dengan penuh perhatian membukakan pintunya, lalu Alina pun masuk setelah nya dan duduk disamping tempat kemudi. Bara juga memasangkan sabuk pengaman, lalu tatapannya tertuju pada perut rata Alina.

Sedangkan Alina merasa risih diperhatikan oleh Bara.

"Hallo baby, ini daddy." Sapa Bara masih menatap perut Alina.

Alina hanya memutar bola matanya jengah, ia lalu dengan cepat menutupi perutnya dengan tas yang ia sampirkan dipundak.

"Ayo kita berangkat kak." Omel Alina supaya Bara tidak intens menatapnya terus.

"Siap calon istriku....."

Alina kesal dengan mencebik, lalu Bara masuk ke dalam mobil dan menjalankan mobilnya untuk mengantarkan Alina pulang ke rumah.

Alina menggertakkan giginya, jelas terlihat kesal saat Bara memutuskan untuk berhenti di pinggir jalan karena hujan yang semakin lebat. Mobil yang mereka tumpangi bergetar sedikit akibat hembusan angin kencang, membuat daun-daun kering di luar berterbangan dan menempel di kaca mobil.

"Hujan deras, Alina. Gimana kalau kita ke hotel?" usul Bara, mencoba menawarkan solusi sambil mengelap kabut yang mulai memenuhi kaca depan mobilnya. Alina menoleh dengan tatapan tajam, bibirnya mencebik tidak setuju.

"Tidak, aku ingin pulang saja," tegasnya, suaranya lantang meski gemetar. Bara menghela napas, menatap jalanan yang kini semakin tidak terlihat jelas karena guyuran hujan.

Apa yang terjadi dihotel dulu begitu jelas terbayang di dalam otaknya. Sentuhan itu, hentakan kasar itu makin memenuhi ingatannya ketika Bara merenggut kehormatan nya.

Melihat cara penolakan Alina lewat matanya tentu saja Bara tahu bahwa adik dari temannya dulu itu akan tak mau.

"Jangan negatif dulu, gue cuma ngajak Lo ke hotel buat nunggu hujannya reda. Lagian dari pada kita menerabas jalanan dan kenapa-kenapa dijalan? Ingat gue dah dipesenin kaak Lo buat jaga lo, jadi gue gak mau Lo sampai kenapa-kenapa." Terang Bara ngalor ngidul.

"Tapi kak kenapa harus di hotel sih?"

"Karena disana tempat yang aman."

"Aman.....??" Tanya Alina lirih.

"Iya aman untuk rencana selanjutnya......" Batin Bara.

"Kenapa gak berhenti di resto....??"

"Lihat di maps mobil gue, mana ada resto yang paling dekat, yang ada hotel." Tukas Bara dengan sudah merencanakan semuanya.

"Gimana Alina?"

"Baiklah kak, tapi ingat jangan berbuat macam-macam lagi." Pertegas Alina.

"Okey......"

Setelah mendapat jawaban yang di harapkan nya, pria itu segera tancap gas dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

"Pelan-pelan aja kak bawa mobilnya, Alina takut."

"Oh oke." Jawab Bara yang seketika mengurangi kecepatannya.

Apalagi saat ini Alina tengah hamil, ia ingin anak dalam rahim Alina nyaman dan aman tentunya.

Tanpa Alina tahu, bahwa berulang kali Bara terlihat senyum-senyum sendiri. Entah apa yang ada dalam pikirannya, atau bisa jadi Bara merencanakan sesuatu, tapi apa?

1
اختی وحی
kalimat ny salah thor, harusnya bukan semalam. tpi malam itu.. krn kejadian ny sudah sebulan lalu
dindaaurora: ok nanti saya cek lagi kak
total 1 replies
vita
suka sm jln ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!