Di tahun 2070, nama Ethan Lawrence dirayakan sebagai pahlawan. Sang jenius muda ini telah memberikan kunci masa depan umat manusia: energi tak terbatas melalui proyek Dyson Sphere.
Tapi di puncak kejayaannya, sebuah konspirasi kejam menjatuhkannya.
Difitnah atas kejahatan yang tidak ia lakukan, sang pahlawan kini menjadi buronan nomor satu di dunia. Reputasinya hancur, orang-orang terkasihnya pergi, dan seluruh dunia memburunya.
Sendirian dan tanpa sekutu, Ethan hanya memiliki satu hal tersisa: sebuah rencana terakhir yang brilian dan berbahaya. Sebuah proyek rahasia yang ia sebut... "Cyclone".
(Setiap hari update 3 chapter/bab)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PumpKinMan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 8: Frekuensi yang Hilang
Dingin.
Itulah hal pertama yang disadari Ethan. Dingin yang menusuk dan basah, yang tidak ada hubungannya dengan nol mutlak di fasilitas penyimpanan. Ini adalah gerimis khas London pukul 02:30 pagi di Zona-C, bercampur dengan bau sampah yang memualkan dan logam berkarat.
Dia terbatuk, memuntahkan air kotor dari selokan ke trotoar yang retak. Dia berbaring di tumpukan kantong sampah yang sobek di belakang sebuah pabrik pengolahan nutrisi yang sudah tutup.
Dia berhasil.
Dia mendorong dirinya untuk duduk. Seluruh tubuhnya sakit. Bahunya, tempat dia menabrak Frost, terasa memar. Kakinya tergores akibat luncurannya. Dia basah kuyup, kotor, dan berbau seperti limbah.
Dia merogoh sakunya.
Jemarinya yang gemetar dan kotor menyentuh benda itu. *Calicite-7*. Masih di sana. Dingin dan keras. Sebuah janji.
Dia tertawa. Tawa serak yang nyaris seperti isak tangis.
"Nate?" bisiknya ke *earpiece*-nya yang mati. "Aurora?"
Hening.
Dia sendirian. Dia adalah buronan internal, terputus dari jaringannya, dan terdampar di zona terburuk di kota.
Dia harus bergerak. Dia tidak bisa tinggal di sini.
Dia bangkit, lututnya gemetar. Dia menarik kerah bajunya yang basah. Dia harus kembali ke Zona-A. Dia harus kembali ke apartemennya. Itu adalah satu-satunya tempat aman yang tersisa, satu-satunya tempat dia menyimpan peralatan analisisnya.
Dia mulai berjalan.
Zona-C di malam hari adalah dunia yang berbeda. Ini bukan hanya kemiskinan; ini adalah ketiadaan. Tidak ada pod transportasi otonom di sini. Tidak ada iklan holografik yang ceria. Hanya lampu-lampu neon yang berkedip-kedip di atas toko-toko yang ditutup terali besi, dan bayangan-bayangan orang yang bergerak di gang-gang sempit—orang-orang yang telah dihapus oleh sistem Kasta IQ.
Dia adalah salah satu dari mereka sekarang.
Dia terus berjalan, menundukkan kepalanya, mencoba terlihat... tidak terlihat. Tapi dia salah. Dia tidak terlihat seperti mereka. Mereka adalah bayangan yang lelah. Dia adalah seekor domba yang terluka parah dan berbau darah.
Di sebuah sudut jalan, sekelompok tiga pria yang bersandar di dinding yang dipenuhi grafiti melihatnya. Mereka melihat kaus teknisi berkualitas tinggi di balik kotorannya. Mereka melihat jam data-link di pergelangan tangannya.
"Hei," kata salah satu dari mereka, melangkah maju. Dia tinggi kurus, dengan mata sibernetik merah yang murah. "Tersesat, Tuan Tier-Atas?"
Ethan tidak berhenti. Dia terus berjalan.
"Kami bicara padamu, cantik," kata yang lain, menghalangi jalannya.
Ethan berhenti. Otaknya yang jenius memindai situasi. Tiga penyerang. Tidak ada jalan keluar. Peningkatan adrenalin. Probabilitas cedera: tinggi.
"Saya tidak punya apa-apa," kata Ethan, suaranya serak.
"Jammu," kata yang pertama, menunjuk dengan pisau yang bilahnya tampak berkarat. "Dan apa pun yang ada di sakumu. Cepat."
Ethan menghela napas. Dia baru saja lolos dari sistem keamanan tercanggih di planet ini, hanya untuk dirampok oleh preman jalanan.
Dia melirik ke atas pisau itu, ke mata sibernetik pria itu. Sebuah model 'Corvus' generasi lama. Dia tahu model itu. Dia membacanya di jurnal teknologi. Model itu memiliki *glitch* latensi 0.5 detik saat memproses gerakan periferal yang cepat.
"Oke," kata Ethan, perlahan mengangkat tangannya. "Tidak masalah."
Saat pria itu mengalihkan fokusnya ke tangan Ethan, Ethan bergerak.
Dia tidak menyerang pria itu. Dia menyerang *mata* itu.
Dengan kecepatan yang tidak terduga, dia menjentikkan jarinya tepat ke sensor optik. Pada saat yang sama, dia mengayunkan sikunya ke belakang, menghantam perut pria kedua yang mencoba menyergapnya.
"Argh!" Pria bermata merah itu berteriak, mencengkeram wajahnya saat optiknya mengalami *reboot* yang menyakitkan.
Pria ketiga, yang melihat temannya jatuh, ragu-ragu.
Ethan tidak. Dia sudah berlari.
Dia berlari lebih cepat daripada yang pernah dia kira. Dia berlari melewati gang-gang yang berbau pesing, melompati pagar-pagar yang rusak. Dia tidak mendengar mereka mengejarnya.
Dia berlari selama lima belas menit tanpa henti, sampai paru-parunya serasa mau terbakar dan dia tiba di perbatasan Zona-B yang dijaga.
Dia bersembunyi di balik tempat sampah, terengah-engah, mencoba memikirkan cara melintasi pos pemeriksaan tanpa memicu alarm. Dia tampak seperti buronan dari Zona-C. Mereka akan menahannya.
Dia melihat sebuah van sanitasi sedang bersiap meninggalkan pos pemeriksaan, menuju Zona-B.
Dia tidak berpikir lagi. Dia berlari dalam bayang-bayang dan melompat ke bagian belakang van itu, bersembunyi di antara kantong-kantong limbah daur ulang yang berbau asam.
Perjalanan itu terasa seperti selamanya. Akhirnya, van berhenti. Dia menunggu. Saat dia mendengar sopirnya pergi, dia menyelinap keluar.
Dia berada di Zona-A. Pukul 04:30 pagi.
Dia berjongkok di gang di belakang gedung apartemennya sendiri. Dia harus masuk tanpa terlihat. Dia menggunakan pintu layanan darurat, meretas kuncinya dengan *bypass* sederhana yang dia pasang bertahun-tahun lalu ("untuk jaga-jaga").
Dia naik lift barang ke lantainya. Koridor itu sunyi. Dia sampai di depan pintunya, menekan telapak tangannya.
`AKSES DITERIMA.`
Pintu mendesis terbuka. Dia melangkah masuk ke apartemennya yang putih bersih dan steril.
Dia berdiri di sana sejenak. Kotoran dari Zona-C menetes dari pakaiannya ke lantai keramik putih yang sempurna. Dia adalah noda di dunianya sendiri.
Dia berjalan ke kamar mandi dan menyalakan pancuran. Dia berdiri di bawah air panas, membiarkannya membilas kotoran, keringat, dan rasa takut. Dia melihat air cokelat mengalir ke saluran pembuangan.
Dia keluar, mengeringkan tubuhnya, dan mengenakan pakaian bersih. Dia membuang pakaian teknisi yang kotor itu ke dalam insinerator limbah apartemennya. Bukti telah musnah.
Dia merasa memar. Dia kelelahan. Tapi dia hidup.
Dan dia punya pekerjaan yang harus dilakukan.
Dia berjalan ke mejanya. Dia mengeluarkan data-pad hitamnya yang ilegal dan kotak kayu tua dari bawah panel lantai. Dari kotak itu, dia mengeluarkan sebuah perangkat kecil: spektrometer portabel seukuran telapak tangan. Dia telah membangunnya sendiri dari komponen-komponen yang dia 'pinjam' dari lab selama setahun terakhir.
Dia meletakkan kristal *Calicite-7* yang kotor itu di atas meja.
Dia membersihkannya dengan hati-hati. Dia menatapnya. Kristal abu-abu yang tampak biasa saja. Tapi Frost rela mempertaruhkan segalanya untuk melindunginya.
Dia menyalakan spektrometer itu. Sinar laser tipis mengenai kristal itu.
Data-pad hitamnya menyala. Angka-angka mulai mengalir. Komposisi kimia. Struktur kristal. Kepadatan.
"Biasa saja," gumam Ethan. "Kuarsa yang dimodifikasi... sedikit jejak Besi-60... tidak ada yang..."
Dia berhenti.
Sebuah grafik muncul di layar. Grafik respons energi.
Itu... aneh. Saat laser spektrometer menghantamnya, kristal itu tidak hanya *memantulkan* atau *menyerap* cahaya.
Kristal itu... *bernyanyi*.
Di layar, sebuah frekuensi yang jelas dan murni muncul. Sebuah nada. Sangat lemah, tapi ada di sana.
"Apa-apaan ini," bisik Ethan.
Dia mematikan lasernya. Grafiknya datar. Dia menyalakannya lagi. Nada itu kembali.
Dia mengetik dengan cepat, membandingkan frekuensi itu dengan sesuatu di databasenya. Jantungnya berdebar.
Frekuensi itu... frekuensi yang dia lihat di manuskrip kakeknya. Bukan sebagai angka, tapi sebagai notasi musik kuno yang dia kira adalah hiasan.
"Ya Tuhan," bisiknya. "Ini bukan material pasif. Ini bukan penyerap harmonik."
Dia teringat kegagalan Sim 7.6, di mana dia memperlakukan celah vakum sebagai penyerap. Itu hanya memberinya tiga detik ekstra.
"Itu salah," katanya pada ruangan yang kosong. "Aku salah."
Dia menatap kristal itu. "Kau bukan perisai. Kau adalah *tuning fork* (garpu tala). Kau adalah osilator."
Dia tiba-tiba mengerti.
Simulasinya gagal karena dia mencoba *meredam* umpan balik harmonik. Tapi Lensa Fraktal itu tidak dirancang untuk meredamnya.
Lensa itu dirancang untuk *mengumpulkan* umpan balik itu dan *memfokuskannya*... ke dalam kristal ini.
Dan kristal ini—*Calicite-7*—tidak menyerapnya. Kristal ini *mengubahnya*. Mengubah kebisingan yang kacau menjadi satu frekuensi murni yang stabil.
Lensa Fraktal bukanlah reaktornya. Itu adalah *instrumennya*. Dan *Calicite-7* adalah jantungnya yang berdetak.
"Aku butuh Aurora," gumam Ethan, meraih *earpiece*-nya. "Aurora, kau harus lihat ini!"
Hening.
Dia menekan *earpiece* itu. Mati. Benar-benar mati, mungkin korsleting karena air selokan atau *firewall* Frost.
"Tidak masalah," katanya. Dia beralih ke data-pad hitamnya, mencoba masuk ke jaringan aman Aurora dari sana.
`KONEKSI GAGAL. JARINGAN PRIBADI TIDAK TERSEDIA.`
`PERINGATAN: FIREWALL TINGKAT TINGGI TERDETEKSI.`
Frost telah memblokirnya sepenuhnya.
Ethan menatap data-pad itu. Dia memiliki kristal itu. Dia memiliki teorinya. Dia tahu jawabannya.
Tapi dia tidak bisa menjalankannya. Dia tidak memiliki kekuatan komputasi. Aurora telah dikurung.
Dia melihat jam di dinding. 07:30 pagi.
Dia harus kembali ke "Peternakan."
Dia menyembunyikan kristal itu, spektrometer, dan data-pad hitamnya kembali di bawah lantai. Dia merapikan apartemennya hingga bersih sempurna.
Dia melihat ke cermin. Dia tampak pucat. Ada lingkaran hitam di bawah matanya. Tapi matanya... matanya menyala.
Dia tahu rahasianya. Sekarang, dia hanya perlu mencari cara untuk menggunakannya, tepat di bawah hidung pria yang paling membencinya.
Pukul 08:31 pagi.
Ethan Pradana berjalan masuk ke "Peternakan." Dia terlambat satu menit. Sengaja.
Keheningan yang menyelimuti ruangan itu sama seperti kemarin, tetapi kali ini terasa berbeda. Tidak hanya canggung; rasanya elektrik. Semua orang, setiap peneliti Tier-A, mendongak saat dia masuk, lalu dengan cepat membuang muka.
Mereka tahu.
Berita tentang "insiden keamanan" di Sub-Level 3 pasti sudah menyebar seperti api di jaringan internal pagi ini. Mereka mungkin tidak tahu detailnya, tetapi mereka tahu itu terjadi di yurisdiksi Frost, dan sekarang, sang jenius yang dipermalukan itu berjalan masuk seolah tidak terjadi apa-apa.
Ethan berjalan lurus ke mejanya di sudut, di sebelah unit pendingin yang bising.
"Pradana."
Suara itu datang dari seberang ruangan. Keras. Dingin.
Ethan berhenti. Dia berbalik.
Dr. Julian Frost berdiri di depan bilik kacanya, tidak lagi di dalam, tetapi di luar, di lantai utama, seolah ingin memastikan semua orang melihat ini.
Dan Ethan melihatnya. Di pelipis kiri Frost, tepat di garis rambutnya, ada memar kecil berwarna ungu gelap.
Itu adalah tempat Ethan mendorongnya ke dinding.
Mata mereka bertemu.
Dalam sepersekian detik itu, seluruh percakapan terjadi.
*Aku tahu itu kau,* kata mata Frost.
*Buktikan,* balas mata Ethan.
"Anda terlambat satu menit," kata Frost, suaranya terkendali.
"Lalu lintas pod padat dari Zona-A," kata Ethan datar, sebuah kebohongan yang jelas.
Frost tersenyum tipis, senyum yang tidak mencapai matanya yang dingin. "Tentu saja. Saya harap Anda tidur nyenyak. Malam tadi sangat... sibuk."
Para peneliti di bilik mereka berpura-pura bekerja lebih keras, tetapi Ethan tahu mereka semua mendengarkan.
"Tadi malam terjadi insiden keamanan yang signifikan," lanjut Frost, suaranya kini bergema di ruangan yang sunyi itu. "Di Sub-Level 3. Seseorang merusak properti lab senilai jutaan dan mencuri komponen penelitian Level 5."
Dia menatap lurus ke arah Ethan. "Mengerikan sekali, bukan?"
Ethan balas menatapnya tanpa berkedip. "Mengerikan sekali, Dr. Frost. Saya harap mereka menangkap pelakunya."
Wajah Frost mengeras. Dia telah mengharapkan Ethan untuk membela diri, untuk terlihat gugup, untuk menunjukkan rasa bersalah. Dia tidak mengharapkan pembangkangan yang dingin ini.
Adu tatap itu berlangsung selama lima detik. Frost, yang menyadari dia tidak bisa memenangkan ini secara terbuka tanpa mengakui bahwa keamanannya telah ditembus oleh satu orang, akhirnya memutus kontak mata lebih dulu.
Dia kalah. Dan itu membuatnya semakin marah.
"Baiklah," kata Frost. "Kembali bekerja. Tapi tidak di sana."
Ethan mengernyit. "Maaf?"
Frost menunjuk ke sebuah meja kosong. Meja yang sama persis seperti yang lain, tetapi dengan satu perbedaan besar. Meja itu berada di tengah ruangan, jauh dari dinding, dan menghadap langsung ke bilik kaca kantor Frost.
Sebuah akuarium.
"Mulai hari ini, Peneliti Pradana, Anda akan bekerja dari terminal *ini*," kata Frost. "Saya ingin Anda berada di tempat saya bisa... *membimbing* Anda dengan lebih baik. Mengingat kinerja Anda yang tidak menentu."
Itu adalah sebuah langkah yang brilian dan kejam.
Ethan kini berada di bawah pengawasan langsung. Tidak ada lagi kesempatan untuk menyelinap pergi. Tidak ada lagi pekerjaan rahasia di mejanya. Dia tidak bisa mengakses data-pad ilegalnya. Dia tidak bisa menelepon Nate. Dia tidak bisa melakukan apa-apa.
"Pindahkan barang-barangmu," perintah Frost.
Dengan perlahan, Ethan berjalan kembali ke meja di sudut. Dia mengambil satu-satunya barang pribadinya: bingkai foto ibunya.
Dia berjalan ke meja barunya di tengah ruangan, di bawah tatapan semua orang, dan meletakkan foto itu.
Dia duduk. Penjara barunya.
"Luar biasa," kata Frost. "Sekarang, untuk tugasmu. Mengingat kau menyelesaikan pekerjaan kemarin begitu cepat, aku memutuskan untuk memberimu tantangan."
Dia mengirimkan file baru ke terminal Ethan.
Ethan membukanya. Itu adalah arsip data mentah dari *seluruh* proyek penahanan standar selama dua tahun terakhir. Ribuan terabyte data sampah yang tidak berguna.
"Saya ingin analisis tren penuh dari setiap kegagalan simulasi yang pernah kita jalankan," kata Frost. "Cari korelasi yang mungkin kita lewatkan. Saya ingin laporannya di meja saya... minggu depan."
Itu adalah pekerjaan untuk enam bulan.
Frost tersenyum. "Selamat bekerja."
Dia berbalik dan masuk ke kantor kacanya, duduk, dan mulai mengawasi Ethan seperti elang.
Ethan menatap layar yang berisi data sampah itu. Dia memikirkan kristal *Calicite-7* yang tersembunyi di bawah lantai apartemennya. Dia memikirkan teori baru yang berputar di kepalanya.
Dia memiliki kuncinya. Dia memiliki jawabannya.
Tetapi dia dipenjara di dalam akuarium, diawasi oleh sipir pribadinya, dan dipaksa mengerjakan pekerjaan yang tidak ada gunanya. Dan sekutu satu-satunya, Aurora, telah dibungkam.
Perjuangan baru saja dimulai.