"Jika ada kesempatan kedua, maka aku akan mencintai mu dengan sepenuh hatiku." Kezia Laurenza Hermansyah.
"Jika aku punya kesempatan kedua, aku akan melepaskan dirimu, Zia. Aku akan membebaskan dirimu dari belengu cinta yang ku buat." Yunanda Masahi Leir.
Zia. Cintanya di tolak oleh pria yang dia sukai. Malam penolakan itu, dia malah melakukan kesalahan yang fatal bersama pria cacat yang duduk di atas kursi roda. Malangnya, kesalahan itu membuat Zia terjebak bersama pria yang tidak dia sukai. Sampai-sampai, dia harus melahirkan anak si pria gara-gara kesalahan satu malam tersebut.
Lalu, kesempatan kedua itu datang. Bagaimana akhirnya? Apakah kisah Zia akan berubah? Akankah kesalahan yang sama Zia lakukan? Atau malah sebaliknya.
Yuk! Ikuti kisah Zia di sini. Di I Love You my husband. Masih banyak kejutan yang akan terjadi dengan kehidupan Zia. Sayang jika dilewatkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#8
"Huh! Cukup menjengkelkan," ucap Zia sambil menyentuh dadanya.
Maklum, karena berjalan dengan langkah yang sangat besar, napasnya malah berhembus sedikit tidak beraturan. Membuat dia harus mengatur ulang napasnya sesaat setelah dia menjauh dari Wingsi dan Brian.
"Hah ... baiklah-baiklah. Sekarang, langkah selanjutnya."
"Di mana taksi online yang tadinya sudah aku pesan? Kok masih belum terlihat sih." Zia berucap sambil celingak-celinguk untuk menemukan apa yang dia cari.
Sesaat menunggu, akhirnya, taksi itupun tiba. "Maaf, nona. Tadi, saya terjebak macet sebentar."
"Ha. Gak papa," ucap Zia sambil mengukir senyum yang sama sekali tidak manis.
"Sekali lagi maaf. Tolong, jangan beri saya penilaian yang jelek ya, Nona."
Zia kembali menarik sudut bibirnya untuk mengukir senyum. Padahal, itu hanya senyum terpaksa. Semua gara-gara mood indahnya telah rusak akibat bertemu dengan Brian. Sungguh, Brian adalah hawa buruk buat Zia.
"Gak papa, Pak. Tidak perlu minta maaf. Tenang saja, saya gak akan memberikan penilaian yang buruk. Jangan cemas."
"Ah, tapi, kalo bapaknya gak jalankan mobil sekarang, mungkin saya akan berubah pikiran, Pak."
"Eh, ah, iya. Sekali lagi maaf, nona. Kita akan berangkat sekarang."
Mobil itupun beranjak menyusuri jalan raya. Cukup ramai seperti biasanya. Mobil yang berlalu lalang, orang-orang yang berjalan di bahu jalan, dan juga beberapa kendaraan lainnya yang ikut memadati jalan.
Mobil itu terus bergerak selama beberapa saat hingga akhirnya berhenti di depan sebuah perusahaan elite. Perusahaan besar dengan gedung yang cukup tinggi. Zia pun turun di depan perusahaan tersebut.
Sesaat terdiam sambil menatap gedung tersebut, Zia lalu menarik napas dalam-dalam, setelahnya menghembuskan secara perlahan. Beberapa bulan setelah mereka menikah di kehidupan sebelumnya, Zia pernah dipaksa ikut oleh Yunan ke tempat tersebut.
Yunan dengan bangga memperkenalkan dirinya sebagai istri. Sedangkan Zia, dia dengan sangat jelas memperlihatkan wajah tidak sukanya di tempat itu sehingga Yunan menjadi bahan gosip oleh sebagian karyawan yang bermulut ember.
"Huh ... kali ini, aku akan mengubah semuanya, suamiku."
Zia pun melangkah masuk. "Karena kamu tidak bertemu denganku di hotel, maka aku akan menemui mu di perusahaan. Yang penting, aku bertemu dengan mu. Tak perduli di mana tempatnya, apapun situasinya, satu hal yang pasti, aku bertemu dengan kamu. I love you, my husband." Senyum Zia pun semakin merekah.
Zia pun melangkah semakin masuk ke dalam perusahaan. Namun, dia tiba-tiba di cegat oleh salah satu karyawan yang ada di meja pertama yang ia temui saat masuk ke kantor ini.
"Maaf, mbak. Ada perlu apa ya?"
"Eh, mm ... saya ... saya ingin bertemu dengan pak Yunan. Apa, pak Yunan nya ada di tempat, mbak?"
"Maksud mbak, mbak ingin bertemu dengan pak Yunanda, pimpinan perusahaan ini?"
Zia segera mengangguk. "Iy-- iya. Saya ingin bertemu dengan pak Yunanda Masahi."
Si karyawan langsung menatap Zia sesaat. Lalu, pertanyaan yang Zia pikirkan akhirnya muncul. "Maaf, mbak. Boleh saya tahu, apakah mbak sudah punya janji sebelumnya dengan pimpinan kami? Jika ada, mbak bisa perlihatkan pada saya."
"Astaga. Janji? Itu ... itu .... "
'Apa yang harus aku katakan? Janji? Tentu saja aku tidak punya janji sekarang. Lah, posisinya juga sekarang, antara aku dengan Yunan, oh Tuhan. Gimana caranya aku lolos dari sini dan bisa bertemu dengan Yunan secepatnya?'
"It-- itu ... saya ... maaf, mbak. Saya tidak punya janji sebelumnya. Tapi, saya harus bertemu dengan pak Yunan sekarang juga. Karena, karena ada yang ingin saya bicarakan dengan dia. Please, mbak. Izinkan saya masuk ya."
"Maaf, mbak. Itu adalah aturannya. Jika ingin bertemu dengan pimpinan kami, mbak harus buat janji terlebih dahulu. Karena pimpinan kami cukup sibuk sekarang."
Zia terdiam. 'Cukup sibuk? Apa yang Yunan sibukkan? Di kehidupan yang lalu, pria itu selalu punya banyak waktu untuk aku. Sekarang, aish, dulu, sekarang. Ya jelas beda.'
"Anu, mbak. Tolong deh. Bisa mbak bicarakan dulu dengan pak Yunan. Soalnya, saya punya sesuatu yang sangat penting yang harus saya bahas dengannya. Bisa ya, mbak. Tolong, katakan dulu padanya. Saya mohon."
Pada akhirnya, permohonan Zia dengan wajah yang memelas tidak sia-sia. Si karyawan bersedia untuk menghubungi Yunan untuk menanyakan prihal pertemuan dadakan yang Zia harapkan.
Saat panggilan dari karyawan itu datang, Yunan sedang duduk sambil menatap layar laptop yang ada di depannya. Sayang, mata si pria ada di sana, tapi tidak dengan pikirannya. Karena pikiran Yunan saat ini sedang berselancar jauh meninggalkan raganya.
'Sedang apa kamu sekarang? Apa ... kamu sedang bahagia karena kita tidak bertemu, Zia?'
'Aku sudah menepati janjiku yang telah aku buat di kehidupan sebelumnya. Tapi, hatiku terasa sangat hampa sekarang. Batinku cukup tersiksa, Zia. Karena jauh dari lubuk hatiku yang paling dalam, aku sangat menginginkan pertemuan dengan mu Karena, aku sangat merindukan dirimu, Kezia.'
Bunyi panggilan masuk tidak cukup mampu untuk menyadarkan Yunan akan apa yang sedang dia pikirkan. Alhasil, panggilan itu berlalu begitu saja.
"Maaf, mbak. Sepertinya, pak Yunan sedang sibuk. Saya sudah mencoba untuk menghubunginya. Tapi, dia tidak menjawab. Sebaiknya, mbak buat janji terlebih dahulu. Besok, mbak bisa datang lagi setelah pak Yunan setuju untuk bertemu."
"Ha? Tapi, mbak. Tolong, hubungi sekali lagi ya. Satu kali ... saja lagi. Saya mohon, saya sangat ingin bertemu. Ini, ini masalah antara hidup dan mati, mbak. Ini masalah yang sangat penting. Jadi, tolong mbak. Satu kali lagi."
Si karyawan langsung melepas napas berat. "Heh ... baiklah. Satu kali lagi. Tapi, jika ini tidak dijawab juga, mbaknya bisa pergi ya."
"Oke. Saya siap."
Lagi, panggilan yang kedua kalinya karyawan itu layangkan. Dan kebetulan, saat itu, asisten Yunan sedang mengetuk pintu ruangan tuan mudanya. Yunan pun langsung sadar akan panggilan yang datang bersama ketukan di pintu ruangan tersebut.
"Masuk!"
"Halo."
"Maaf, pak Yunan. Saya menghubungi bapak karena di sini ada seseorang yang minta bertemu dengan pak Yunan. Orangnya tidak bikin janji sebelumnya. Apa yang harus dilakukan, pak?"
"Orang? Siapa?"
"Seorang perempuan. Namanya ... mbak Zia, pak."
Deg. Jantung Yunan langsung berdetak dua kali lebih cepat. Zia. Hanya satu nama saja sudah mampu membuat hatinya bergetar. Sungguh, cinta dari kehidupan sebelumnya tidak memudar sedikitpun.
"Zi-- Zia? I-- ingin ... bertemu?"
"Iya, Pak. Gadis ini mengatakan, namanya Zia. Ingin bertemu pak Yunan untuk bicara hal yang penting."
Yunan terdiam. Tapi, hatinya berucap. 'Zia. Apakah, itu kamu? Benarkah? Tapi, itu tidak mungkin. Aku yakin, itu pasti bukan kamu, Zia. Karena selama ini, kamu tidak pernah suka padaku. Zia ... tidak, itu bukan, dia. Bukan.'