WARNING❗
Cerita ini, buat yang mau-mau saja, TAK WAJIB BACA JUGA
Mengandung banyak Flashback
Banyak nama tokoh dari novel-novel pendahulu mereka
Slow update
Alur lambat
So, yang gak suka silahkan cabut, dan berhenti sampai di sini ❗
⚠️⚠️⚠️
Kenzo akhirnya menerima permintaan sang bunda untuk menikahi putri sahabatnya semasa SMA.
Tapi ternyata gadis itu adalah adik tiri Claudia mantan kekasihnya. Dulu Claudia mencampakkan Kenzo setelah pria itu mengalami kecelakaan hingga lumpuh untuk sementara waktu.
Bagaimana lika-liku perjalanan pernikahan Kenzo dengan Nada? (yang selisih usianya 10 tahun lebih muda).
Di sisi lain, Nada masih terbelenggu dengan potongan ingatan masa kecil yang mengatakan bahwa ibunya meninggal karena mengakhiri hidupnya sendiri.
Apakah itu benar? Atau hanya dugaan semata? Lantas jika tidak benar siapa gerangan yang telah menghilangkan nyawa ibunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ciuman Pertama
#8
“Makanlah ini,” cetus Aric yang memindahkan tumis daging teriyaki ke piring Nada, sejak dulu Aric selalu bersikap demikian perhatian pada Nada, bahkan untuk hal-hal kecil ketika makan.
“Terima kasih, Kak.” Nada menjatuhkan kepalanya di pundak Aric, membuat Claudia merasa mual.
“Cih, dasar caper, sok imut banget,” dengusnya penuh rasa dengki. Dibandingkan Claudia, Nada lebih dekat dengan Aric, padahal Claudia adalah adik kandung Aric. Karena itulah, Claudia semakin membenci Nada.
“Hush! Gelendotan sama suamimu, sana!” tolak Aric, bahkan sengaja menoyor kepala Nada hingga kini berpindah ke pundak Kenz.
Sejak kedatangan Claudia, Kenzo kehilangan selera makannya, terlalu muak melihat wajah mantan kekasihnya.
“Pasti di cuekin, manusia kulkas itu pasti masih sedingin dulu,” tebak Claudia. Tapi ternyata dia salah, karena Kenzo justru menyuapi Nada dengan menggunakan sendoknya.
“Kak Aric benar, tubuhmu terlalu kurus untuk seorang calon dokter, nanti baru koas 2 bulan sudah tumbang,” ejek Kenzo, namun, terkesan hangat dan penuh perhatian.
Claudia semakin mual, karena menurutnya, sikap Kenzo hanya dibuat-buat. Waktu memang merubah segalanya, Claudia mungkin sudah lupa, dulu Kenzo pun bersikap demikian terhadapnya.
Kenzo yang perhatian, dan setia bahkan sering melewatkan acara kumpul keluarga, hanya demi apel ke rumah Claudia. Hanya Claudia yang ada di hatinya, sampai kecelakaan naas itu terjadi.
“Tuh, dengar kata suamimu,” kata Aric dengan senyum mengejek.
Papa Emir tersenyum melihat hal itu, ia bahkan tak terlibat obrolan, hanya melihat sambil menikmati hidangan dengan tenang. Perasaannya lega, karena Nada sudah menikah dengan pria baik dari keluarga baik-baik pula.
Tak mengapa bila tak ada yang paham bagaimana perasaannya sebagai ayah, kini PR-nya hanya Claudia, yang masih belum jelas kemana arah hubungannya dengan Kanaka.
“Kapan Keluarga Kanaka akan siap menggelar acara pernikahan?”
Claudia manyun, malas menjawab, “Apa sih, Pa. Ngapain juga buru-buru.”
“Buru-buru? Sudah lebih dari 10 tahun, kalian masih begini-begini saja?” Papa Emir meminta kepastian.
“Eh, Pa. Sudah, nanti Mama yang akan bicara sama Claudia dan Kanaka,” timpal Mama Laura, dengan senyum yang dibuat semanis mungkin.
“Kamu dan dia sama saja, apa yang bisa kamu banggakan jika anak gadismu dibawa pria yang bukan suaminya kemana-mana?” desis Papa Emir.
Diam-diam Claudia melihat Kenzo tersenyum tipis usai mendengar ucapan Papa Emir, entah apa maksudnya.
“Duh, Papa ribet, deh. Sudahlah, jangan ngurusin itu, aku bisa urus hidup aku sendiri,” protes Claudia kesal, wanita itu membanting sendok dan serbet makan, kemudian pergi tanpa menyelesaikan makan malamnya.
Mama Laura menyorot kesal pada suaminya. “Bisakah bersikap lebih baik padanya? Dia anakmu juga, kenapa Papa memberi kasih tapi pincang sebelah?”
“Pincang sebelah? Kurang sayang apa aku padanya? Bagian mana dari sikapku yang membeda-bedakan Claudia dengan Nada? Aku juga membiayai kuliahnya hingga ke luar negeri, tapi mana hasilnya? Semuanya zonk! Alias gagal total tak jadi apa-apa!” balas Papa Emir panjang lebar.
“Ngomong sama Papa memang tak pernah ada jalan keluarnya, yang ada malah Mama merasa semakin gila!”
Mama Laura pun mengikuti jejak Claudia meninggalkan meja makan, namun, Papa Emir terlihat biasa saja, memang bertengkar sudah seperti makanan sehari-hari saja.
Sementara 3 orang yang lain hanya menyimak pertengkaran tanpa berminat ikut menimpali.
“Papa sudah selesai, kalian bertiga silahkan lanjutkan makan.” Papa Emir berdiri dari kursinya. “Ric, setelah makan, temui Papa di ruangan kerja.”
“Iya, Pa,” jawab Aric patuh.
Dimata Nada, Aric adalah pria yang sangat perfect, berprestasi di bidang akademik, pekerjaan pun ia lakukan dengan sempurna, ia juga sopan dan penyayang. Nada bahkan kesulitan menemukan di mana titik kekurangan Aric.
Hanya saja, kenapa Aric belum juga mau menikah, padahal ia adalah sosok suami sempurna.
Nada pernah bercita-cita, memiliki suami seperti kakak tirinya tersebut.
“Suamimu di sana, kenapa menatap kemari?”
“Karena aku kagum padamu, Kak.”
“Kenz, tolong obati kepalanya! Syukurlah kamu punya suami yang suka mengotak-atik isi kepala orang,” keluh Aric walau hanya bersifat gurauan.
“Iihh, Kakak suka begitu, aku serius, Kak.” Aric mengabaikan suara Nada, kemudian ia pamit memenuhi panggilan Papa Emir.
Rupanya Kenzo sudah selesai makan, dan Nada makanan Nada justru baru berkurang sebagian. Istri muda Dokter Kenzo itu tersenyum menyeringai. “Mas, aku sudah kenyang,” ujarnya dengan suara manja.
“Lalu?”
“Bantu aku menghabiskan.”
“No! Kamu harus berusaha menghabiskannya sendiri, kalau di rumah Bunda, dia bisa melotot tajam jika kami menyisakan makanan.”
Nada menelan ludahnya, apa iya ibu mertuanya semenyeramkan itu? “Masa, sih, Mas?”
Kenzo mengangguk menahan senyumannya sebisa mungkin, takut jika Nada membaca kebohongannya. Istrinya terlalu polos, hingga mudah di kerjai.
“Tuh, kan, Mas tersenyum, pasti bohong, hayo ngaku,” rengek Nada.
“Mana ada aku bohong, coba amati lagi wajahku.” Kenzo menyodorkan wajahnya untuk diamati.
“Ah, malas. Udah kelihatan bohongnya, tuh. Nanti aku aduin ke Bunda, ya?”
“Aduin aja, nggak takut.” Kenzo menjulurkan lidahnya, suasana begitu natural, santai, namun, hangat. Karena kedua pengantin baru itu kini mulai bisa bercanda bersama.
Dari lantai atas, Claudia melihat pemandangan tersebut, dengan rasa benci serta iri yang semakin membumbung tinggi. Bertahun-tahun menjalin hubungan dengan Kanaka, pria itu tak pernah bisa bersikap manis seperti Kenzo. Bahkan rayuan pun ala kadarnya saja, seringnya justru Claudia yang memohon.
Benar-benar menyebalkan, “Semoga kamu segera hadir, ya, Nak. Biar Papamu tak bisa mengelak lagi untuk menikahi Mama.”
“Apa maksud kata-katamu barusan?!” pekik Mama Laura ketika mereka berpapasan di koridor kamar.
•••
Dua orang tersebut saling bertatapan melalui cermin, wajah Nada masih cemberut, karena Kenzo menolak mengakui kebohongannya.
Benar-benar menggemaskan, pikir Kenzo. Menyenangkan sekali, sekaligus lega karena bisa membuat istrinya lupa akan mimpi buruknya malam kemarin.
“Masih, marah?”
“Kesel,” jawab Nada dengan bibir mungil manyun yang melengos ke arah samping.
“Awas bibirnya.” kenzo mengingatkan, sambil mencuci sikat giginya, ia berkumur dan mencuci wajah karena mendadak jiwanya bergejolak.
Bibir Nada yang mungil dan basah, ternyata sungguh menggoda.
“Kenapa dengan bibirku,” gerutu Nada bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
Beberapa saat kemudian mereka sudah berbaring di ranjang yang sama menatap langit-langit kamar, Nada yang masih penasaran dengan ucapan Kenzo, tiba-tiba bangun dan memangkas jarak mereka.
“Apa?” tanya Kenzo, cukup terkejut dengan tingkah Nada yang tiba-tiba mendekat padanya.
Padahal malam sebelumnya mereka tidur berpelukan dalam selimut yang sama, kini berganti suasana, getaran perasaannya pun rasanya berbeda. “Memang ada apa dengan bibirku?”
Wajah nada begitu dekat, mungil dengan mata bulat yang berkedip menggemaskan, sangat proporsional, alami tanpa ada sentuhan operasi merubah bentuk wajah.
Dan Kenzo menelan ludah dengan susah payah, ketika melihat bibir Nada yang merah muda alami, merekah sungguh menggoda berada sangat dekat dengan wajahnya.
“Sepertinya, kamu memang berniat menguji imanku.”
Sreet!
Cup!
Deg!
Deg!
“Ibu! Menantumu tak sopan! Dia mengambil ciuman pertamaku!”
hmmm siapa kah lelaki yang nabrak pagar? apakah orang suruhan Kanaka itu??
next Thor..