NovelToon NovelToon
Nikah Dadakan Karena Warga

Nikah Dadakan Karena Warga

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / CEO
Popularitas:107.1k
Nilai: 5
Nama Author: Anjay22

Reva Maharani kabur dari rumahnya karena di paksa menikah dengan pak Renggo ,ketika di kota Reva di tuduh berbuat asusila dengan Serang pria yang tidak di kenalnya ,bernama RAka Wijaya ,dan warga menikahkan mereka ,mereka tidak ada pilihan selain menerima pernikahan itu ,bagaimana perjalan rumah tangga mereka yang berawal tidak saling mengenal ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjay22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ciuman pertama yang Tertunda

Malam ini langit mendung, di luar Hujan rintik-rintik ,sementara itu di dalam rumah, suasana terasa hangat—bukan hanya karena lampu temaram yang menyala di ruang tamu, tapi juga karena kehadiran dua jiwa yang masih belajar saling mengenal, meski telah resmi menjadi suami istri sejak sebulan lalu.

Raka duduk di sofa, memegang buku novel yang sebenarnya tak benar-benar ia baca. Matanya sesekali melirik ke arah Reva, yang sedang sibuk menyusun cangkir teh di meja kecil. Rambutnya yang panjang tergerai, sedikit lembap karena hujan tadi sore. Ia mengenakan kaus longgar bergambar kucing—hadiah dari Raka yang sebenarnya terlalu besar, tapi Reva tetap memakainya setiap malam.

“Kamu nggak minum tehnya?” tanya Reva, suaranya lembut, sambil menaruh cangkir di depan Raka.

“Eh, iya. Makasih,” jawab Raka cepat, buru-buru menutup buku dan mengambil cangkir itu. Tangannya sedikit gemetar—bukan karena dingin, tapi karena kebiasaan lamanya: gugup kalau berada terlalu dekat dengan Reva.

Ya, sudah sebulan mereka menikah, tapi belum pernah sekalipun Raka mencium istrinya. Bukan karena tak ingin. Tapi karena—bagaimana ya—ia merasa itu terlalu besar, terlalu sakral, terlalu... *penting*. Dan Raka, pemuda yang biasanya lancar bicara di depan klien atau teman-temannya, jadi kikuk luar biasa kalau harus mengungkapkan perasaan secara fisik.

Reva sendiri tak pernah menuntut. Ia tahu Raka bukan tipe yang ekspresif. Tapi diam-diam, ia juga penasaran. Apakah suaminya benar-benar tak tertarik? Atau hanya... takut?

“Kamu baca apa sih?” tanya Reva, duduk di sisi lain sofa, menjaga jarak yang—entah disengaja atau tidak—selalu ada di antara mereka sejak malam pertama.

“Ini... novel cinta,” jawab Raka, suaranya agak serak. “Tapi kayaknya nggak cocok buat aku.”

“Kenapa nggak cocok?”

“Karena... tokohnya berani banget. Langsung cium pasangan tanpa mikir panjang.” Ia tertawa kecil, tapi matanya menghindar. “Aku mah nggak seberani itu.”

Reva menatapnya sejenak. Lalu tersenyum, pelan. “Padahal kita udah nikah, ya?”

Raka menelan ludah. “Iya... udah nikah.”

“Berarti... kamu boleh, dong?”

Pertanyaan itu datang begitu saja, polos, tapi menusuk tepat ke jantung rasa malunya. Raka merasa wajahnya memanas. Ia menyesap tehnya—terlalu cepat—dan nyaris tersedak.

“Wah, hati-hati!” Reva tertawa, menepuk punggungnya pelan. Sentuhan itu membuat jantung Raka berdebar kencang.

“Maaf... aku kikuk banget, ya?” gumamnya, masih menunduk.

“Nggak kok. Malah... lucu,” jawab Reva, suaranya lebih pelan sekarang. “Aku suka kamu kayak gini.”

Raka mengangkat kepala, menatap matanya. Ada kelembutan di sana yang membuatnya ingin... melakukan sesuatu. Tapi apa? Ia belum tahu. Belum berani.

Hujan di luar semakin deras. Suara tetesan air di atap menciptakan irama yang menenangkan, sekaligus memperkuat kesunyian di antara mereka. Tapi kali ini, kesunyian itu tak terasa canggung—justru seperti undangan.

“Reva...” Raka memanggil namanya pelan, seolah takut mengganggu keheningan.

“Hmm?”

“Aku... aku pengin nyoba sesuatu.”

“Nyoba apa?”

Ia tak menjawab langsung. Perlahan, ia menaruh cangkirnya di meja, lalu berdiri. Reva menatapnya, penasaran. Raka berjalan pelan mengitari meja kecil, lalu berhenti tepat di depannya. Jarak mereka hanya selebar telapak tangan.

Reva menahan napas.

Raka menatap bibirnya—lembut, sedikit berkilau karena lip balm yang tadi dipakainya. Ia menelan ludah lagi. Jantungnya berdetak seperti drum perang.

"Reva ,apakah kamu pernah di cium ?" tanya Raka ragu .

"Pernah ."

"Siapa ? Pasti pacar kamu ya?"

tanya Raka dengan lirih ,dan terlihat ada kekecewaan dimatanya .Reva yang di beri pertanyaan itu hanya menggelengkan kepalanya .

"Aku belum pernah melakukan itu sama mantan pacarku ,selama kami pacaran kami hanya ngobrol saja ,tidak lebih ." Reva memberi penjelasan ia takut kalau Raka salah paham padanya .

"Kamu sendiri tadi yang mengatakan kalau kamu pernah di cium ?"

"iya aku pernah di cium ,oleh bapak dan ibuku " .mendengar ucapan Reva ,Raka nampak tersenyum dan ia merasa lega ,

“Reva...mm...Boleh.. aku cium kamu?” tanyanya, suaranya bergetar dan ragu

Reva tersenyum. “Kamu masih nanya izin, ya? Padahal kita udah sah.”

“Tapi... ini pertama kalinya. Aku pengin... kamu nyaman.”

Mata Reva melembut. Ia mengangguk pelan. “Aku nyaman, Raka. Selalu.”

Itu cukup. Raka menutup mata, lalu perlahan mencondongkan tubuhnya. Napas mereka bercampur—hangat, dekat, intim. Bibir mereka hampir bersentuhan...

...dan Raka bersin.

“Hat choo!”

Reva terkejut, lalu tertawa kecil, menutup mulut dengan tangan. “Kamu alergi ciuman, ya?”

“Nggak! Ini... ini karena hujan! Udara dingin!” Raka buru-buru membela diri, wajahnya memerah.

“Sudah, sudah... coba lagi,” kata Reva, masih tersenyum.

Raka menghela napas, lalu mengangguk. Kali ini, ia lebih fokus. Ia menatap matanya sekali lagi, lalu perlahan—sangat perlahan—menyentuhkan bibirnya pada bibir Reva.

Sentuhan itu lembut. Seperti kapas yang jatuh di permukaan air. Hangat. Tenang. Tapi di balik kelembutan itu, ada gejolak yang tak terucap—rasa rindu yang selama ini mereka pendam, rasa aman yang akhirnya menemukan tempatnya.

Mereka berdua menutup mata. Waktu seolah berhenti. Hanya ada suara hujan, detak jantung, dan kehangatan yang perlahan menyebar dari bibir ke seluruh tubuh.

Lalu... Raka menarik diri terlalu cepat.

“Maaf! Aku... terlalu cepat, ya?” tanyanya, gugup.

Reva tertawa pelan, lalu menggenggam tangannya. “Nggak. Tapi... boleh ulang? Kali ini, jangan buru-buru.”

Raka mengangguk, tersenyum malu. Ia kembali mendekat, kali ini lebih percaya diri. Bibir mereka bertemu lagi—lebih lama, lebih dalam, tapi tetap lembut. Seperti janji yang akhirnya diucapkan tanpa kata-kata.

Ketika mereka berpisah, Reva menyandarkan dahinya di dada Raka. “Akhirnya... kamu berani.”

“Gila aja aku nggak berani. Kamu istriku,” jawab Raka, suaranya bergetar, tapi penuh keyakinan sekarang.

“Terus... kenapa baru sekarang?”

Raka menghela napas. “Aku takut... salah. Takut kamu nggak suka. Takut aku terlalu... berlebihan atau malah terlalu kaku.”

“Kamu nggak salah, Raka. Kamu... kamu jadi dirimu sendiri. Dan itu cukup buat aku.”

Mereka berdiam sejenak, saling memeluk dalam pelukan pertama yang benar-benar terasa seperti rumah.

“Tapi... kalau tadi kamu nggak bersin, mungkin ciumannya lebih romantis,” goda Reva, mengangkat wajahnya.

“Hoi! Itu di luar kendaliku!” protes Raka, tapi ia ikut tertawa.

“Jadi... besok malam, kita coba lagi? Tanpa hujan, tanpa bersin?”

“Janji. Tapi... kamu harus pakai lip balm yang sama. Aku suka baunya.”

Reva tersipu. “Dasar...”

Malam itu, mereka tak banyak bicara lagi. Tapi keheningan di antara mereka tak lagi terasa seperti jurang—melainkan seperti selimut hangat yang menyatukan dua hati yang akhirnya belajar berbicara dalam bahasa yang sama: bahasa sentuhan, bahasa kepercayaan, bahasa cinta yang tak perlu terburu-buru.

Sebelum tidur, Raka mengecup kening Reva. “Makasih... udah sabar sama aku.”

Reva memeluknya erat. “Aku nggak sabar, Raka. Aku... menunggu. Karena aku tahu, kamu akan datang. Dengan caramu sendiri.”

Dan di balik jendela yang berembun, hujan terus turun—seolah ikut merayakan ciuman pertama yang terlambat, tapi tepat pada waktunya.

1
Rusmini Mini
ternyata kepulangan Reva di desa memberi hal positif utk Dian
Felycia R. Fernandez
terlalu baik untuk mereka yang selalu diserang terus menerus...
MayAyunda: iya kak ..lagi di uji
total 1 replies
Maizuki Bintang
bgs
MayAyunda: terimakasih 🙏
total 1 replies
Muhammad Al fatih
jangan kan mereka aku aja yg udah nikah hampir 17 tahun sama aja🤣🤣🤣🤭🤭🤭
MayAyunda: kakak bisa aja 😁
total 1 replies
Muhammad Al fatih
hebatnya Raka bisa nunggu nyampe setahun, lah aku akadnya pagi malemnya langsung di gaspol aja sama paksu🤣🤣🤣🤭🤭🤭
MayAyunda: ha ha
total 1 replies
Felycia R. Fernandez
good...masukkan ke RSJ aja bagusnya..
MayAyunda: boleh kak 😁
total 1 replies
Dwi Winarni Wina
Raka dan reva baru merasakan ciuman pertama, padahal sudah halal dan salah lebih dr ciuman juga boleh😀😀😀
MayAyunda: iya juga kak😁
total 1 replies
Dwi Winarni Wina
Reva sangat bersyukur skl dapat suami kaya raya dan ibu dan papa mertua sangar baik skl...
Dwi Winarni Wina
Nasib berubah jd lebih baik reva menikah sm raka...
Dwi Winarni Wina
Reva sangat bahagia skl ibu mertuanya sangat baik banget....
Dwi Winarni Wina: iya kakak.....
total 3 replies
Dwi Winarni Wina
akhirnya reva diterima baik orgtua raka....
Dwi Winarni Wina
Rafa seharusnya jujur dr awal kalian sudah menikah...
Dwi Winarni Wina
Tidak menyangka ternyata raka anak horang kaya raya tajir melintir.....
Dwi Winarni Wina
Smg orgtua raka menerima kehadiran reva dengan baik, semangat2 reva pasti deg2kan mau bertemu mertua..
Dwi Winarni Wina
smg kehidupan raka dan reva akan jauh lebih nantinya....
Dwi Winarni Wina
Reva telaten merawat suaminya dengan baik, salut reva sangat sabar bingit...
Dwi Winarni Wina
Smg kedepannya kamu akan bahagia reva, jgn km sesali apa yg telah terjadi terima aja dgn ikhlas.....
Dwi Winarni Wina
Terima aja nasibmu reva, smg kedepannya menikah sm arka akan ada perubahan drpd menikah sm situa bangka ringgo😀ringgo😀😀
Dwi Winarni Wina
jangan asal menuduh aja ibu2 itu lihat keadaan raka babak belur gitu....
Dwi Winarni Wina
Reva sangat kasian melihat seorang pemuda sangat terluka parah menolongnya, reva juga sangat was-was takut digerebek warga membawa masuk seorang pria ke kontrakannya...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!