“Gajimu bulan ini mana, Ran? Orang tua butuh uang.”
“Adik butuh biaya kuliah.”
“Ponakan ulang tahun, jangan lupa kasih hadiah.”
Rani muak.
Suami yang harusnya jadi pelindung, malah menjadikannya mesin ATM keluarga.
Dari pagi hingga malam, ia bekerja keras hanya untuk membiayai hidup orang-orang yang bahkan tidak menghargainya.
Awalnya, Rani bertahan demi cinta. Ia menutup mata, menutup telinga, dan berusaha menjadi istri sempurna.
Namun semua runtuh ketika ia mengetahui satu hal yang paling menyakitkan: suaminya berselingkuh di belakangnya.
Kini, Rani harus memilih.
Tetap terjebak dalam pernikahan tanpa harga diri, atau berdiri melawan demi kebahagiaannya sendiri.
Karena cinta tanpa kesetiaan… hanya akan menjadi penjara yang membunuh perlahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shaa_27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
jebakan
Pagi itu, sinar matahari belum terlalu terik ketika Rani dan Nadia melangkah cepat ke ATM. Wajah Rani terlihat tenang, tapi di balik matanya, ada kepuasan yang sulit disembunyikan. Nadia di sampingnya sibuk bergumam tak sabar.
Begitu mesin ATM menunjukkan saldo, mata Nadia langsung membelalak.
“GILAAA… UANG SEBANYAK INIII RANIII!” serunya spontan, membuat beberapa orang yang antre melirik heran.
Rani hanya terkekeh kecil. Senyum sinisnya muncul perlahan — senyum dari seorang perempuan yang akhirnya membalas semua perlakuan semena-mena yang selama ini ia telan.
“Enam puluh juta… ini cuma balasan kecil dari aku, Nad. Selama ini aku jadi sapi perah untuk keluarga tak tahu malu itu. Sekarang… giliran aku yang main.”
Nadia menatap sahabatnya dengan ekspresi campuran antara kagum dan geli.
“Jadi bener kamu mau transfer ke rekening selingkuhannya Andi?” tanya Nadia setengah tak percaya.
Rani mengangguk tenang, jarinya dengan cekatan memencet tombol di layar ATM.
“Ya. Dua puluh juta aja. Biar Bu Marni dan Andi ribut sendiri nanti. Mereka bakal mikir Maya dan Andi yang ngutang atau mainin duit, padahal semua ini cuma strategi kecilku.”
“HAHAHA… Astaga, kamu pintar banget, Rani,” tawa Nadia pecah. Ia menepuk bahu Rani pelan. “Dulu kamu cuma nurut dan nangis. Sekarang? Kamu lebih licin dari mereka.”
Rani menoleh, senyumnya dingin tapi elegan.
“Aku belajar dari yang terbaik, Nad. Mereka yang ngajarin aku caranya bertahan. Sekarang aku yang pakai cara itu… tapi lebih rapi.”
Setelah transfer selesai, mereka duduk di kursi kecil dekat minimarket samping ATM. Angin pagi berhembus lembut, membawa aroma kopi instan dari warung dekat situ.
Nadia kembali mencoba membujuk, “Ran, kamu yakin nggak mau tinggal di rumah kosongku aja? Aku udah bersihin, tinggal masuk. Gratis buatmu.”
Rani menggeleng pelan, tapi kali ini bukan karena ragu — melainkan karena keyakinan.
“Nggak, Nad. Aku nggak mau numpang selamanya. Aku bakal ngontrak rumah lama kamu. Aku harus belajar hidup pakai uangku sendiri.”
“Lho, kenapa sih tiba-tiba pengin ngontrak?” tanya Nadia heran.
Rani tersenyum kecil, suaranya terdengar lebih mantap dari sebelumnya.
“Karena aku nggak mau jadi perempuan yang terus lari, Nad. Aku mau berdiri di kakiku sendiri. Aku juga udah mikirin, setelah cukup modal… aku resign dari pabrik. Aku mau buka usaha online shop. Aku udah punya rencana.”
Nadia sampai terdiam. Ia tahu Rani sudah berubah, tapi tidak menyangka perubahan itu sedalam ini.
“Ran…” Nadia menghela napas bangga, “aku kagum banget sama kamu sekarang. Kamu bukan cuma kuat, tapi juga pintar dan berani.”
Rani menatap jauh ke arah langit biru yang mulai cerah.
“Dulu aku hidup untuk mereka, Nad. Sekarang aku hidup untuk diriku sendiri. Dan ini baru permulaan.”
Angin siang mulai menghembus pelan, membelai wajah Rani yang kini jauh dari kesedihan. Dalam hatinya, ia tahu:
pertempuran ini baru dimulai — tapi kali ini, ia bukan lagi korban.
★★★★★
Di sebuah apartemen sederhana namun tertata mewah, Maya—selingkuhan Andi—tengah duduk santai di sofa empuknya sambil memainkan ponselnya. Jam di dinding baru menunjukkan pukul sepuluh pagi saat suara notifikasi “ting!” dari ponselnya berbunyi.
Maya refleks melirik layar, dan matanya langsung membesar.
“Astaga… dua puluh juta?!?” serunya kaget sekaligus girang.
Tangannya refleks menutupi mulut, tapi senyum lebarnya tidak bisa disembunyikan.
“Andi sayang… kamu emang nggak pernah bikin aku kecewa,” gumam Maya manja sambil menatap layar ponsel.
Ia bahkan sempat memeluk ponselnya seolah sedang memeluk sang pemberi uang.
Tanpa pikir panjang, Maya langsung menelepon sahabatnya, Dita.
“Dit! Lo nggak bakal percaya… Andi barusan transfer dua puluh juta ke gue!” katanya penuh semangat.
Suara Dita di seberang terdengar tak kalah heboh.
“GILA! Dua puluh juta?! Cowok lo loyal banget! Lo pake buat apa? Belanja branded lagi?”
Maya terkikik, memutar-mutarkan rambutnya dengan gaya manja.
“Tentu aja. Gue udah ngincer tas baru sama skincare impor. Cowok yang pinter tuh ya, Dit… tinggal manja dikit, uang langsung ngucur.”
Ia lalu membuka aplikasi belanja online, menambahkan beberapa barang mahal ke keranjang. Dalam pikirannya, ia merasa menang besar—karena percaya Andi semakin tergila-gila padanya dan rela menghabiskan uang demi dirinya.
“Makasih ya sayang…” ucap Maya pelan sambil menatap ponselnya, mengirimkan pesan manja ke Andi.
“Makasih ya baby, love you 😘. Kamu emang cowok paling romantis.”
Wajah Maya berbinar puas, tak sedikit pun curiga bahwa uang itu bukan pemberian manis dari kekasih gelapnya, melainkan bagian dari permainan balas dendam Rani.
Maya sudah membayangkan malam ini Andi akan datang membawanya jalan-jalan, mungkin makan malam romantis seperti biasanya. Ia bahkan tak sadar… bahwa uang itu justru akan menjadi api yang membakar hubungannya dengan Andi dan Bu Marni.
Dengan semangat tinggi, Maya mulai memasukkan barang-barang mewah ke keranjang checkout. Ia bahkan sempat berbisik kecil sambil tersenyum licik,
“Rani kasian banget sih… semua uang suaminya lari ke aku.”
Ia tak tahu—justru ucapannya itu kelak akan jadi bumerang yang akan menghancurkan segalanya.
★★★★
Andi baru saja duduk di teras rumah, rokok menyala di jemarinya, ketika suara notifikasi ponselnya terdengar. Ia meraih ponsel itu dengan malas, namun alisnya perlahan mengernyit saat membaca pesan dari Maya:
“Makasih ya sayang 😘 kamu emang cowok paling romantis~”
Andi memiringkan kepala, bingung.
“Makasih? Emangnya gue ngasih apa?” pikirnya dalam hati.
Sejenak perasaan aneh muncul, tapi Andi cepat-cepat mengusirnya.
“Ah, paling Maya cuma manja. Namanya juga cewek.”
Tak ingin membuat Maya curiga, Andi membalas singkat,
“Sama-sama, sayang. Nanti aku ke apartemen ya 😎”
Dengan wajah puas, ia berdiri, mengenakan jaket hitam kesayangannya, lalu melangkah keluar. Ia hidupkan motor dan melaju kencang menuju apartemen Maya—tempat yang selama ini menjadi “pelarian” dari rumah dan Rani.
---
Apartemen Maya berada di gedung mewah kelas menengah, dengan lampu lobi yang terang dan pendingin ruangan yang menyambut siapa pun yang masuk. Begitu Andi sampai di depan unit Maya, pintu langsung terbuka. Maya berdiri di sana dengan pakaian tipis, senyum lebarnya merekah seperti bunga yang mekar sempurna.
“Sayang~ akhirnya kamu datang juga,” ucap Maya dengan nada manja.
Andi sedikit heran melihat ekspresi Maya begitu bahagia, tapi ia membalas dengan senyum menggoda.
“Kok semangat banget? Kangen, ya?”
Maya mendekat dengan langkah pelan namun penuh godaan. Tangan mungilnya meraih kerah jaket Andi, lalu menariknya masuk ke dalam apartemen yang nyaman dan harum wangi parfum mahal. Tak ada sedikit pun pembahasan soal transferan uang dua puluh juta. Dalam pikirannya, sudah jelas itu dari Andi, dan malam ini ia berniat “membalas” dengan cara yang paling romantis menurut versinya.
“Tentu aja kangen… kamu tuh bikin aku nggak bisa tenang kalau nggak ketemu,” bisiknya manja, menggoda telinga Andi.
Lampu apartemen diredupkan. Suasana ruangan perlahan berubah menjadi intim. Maya meraih tangan Andi, menuntunnya ke sofa panjang di tengah ruangan, lalu menariknya untuk duduk. Sentuhannya lembut, tapi menggoda.
Andi yang tadinya sempat bingung soal pesan tadi, kini tenggelam dalam buaian Maya. Napasnya berat, pikirannya kabur oleh senyum dan pelukan Maya.
Pintu apartemen tertutup rapat. Dari luar mungkin terlihat tenang, tapi di dalamnya, Andi sedang hanyut dalam malam penuh gairah… menikmati “hasil uang” yang bahkan bukan miliknya.
Yang tak ia tahu, semua ini hanyalah bagian dari rencana Rani—langkah balas dendam yang disusun dengan sangat rapi.
bukan ada apanya🤲🤲🤲
apa dibilang temanmu n tetanggamu itu betul sekali sayangila dirimu sendiri
kamu itu kerja banting tulang kok gak perna dihargai sih
mendingan pisa ajah toh blm punya anak
Nasibmu bakal tragis marni andi ma melati
di neraka .