Sejak kecil, Eyliana terbiasa dengan kesepian. Rumahnya bukan tempat bernaung, melainkan medan perang tanpa henti antara kedua orang tuanya. Kematian mereka tidak meninggalkan duka, justru tawa ironis yang melegakan. Berbekal warisan, ia merintis karier sebagai aktris, tetapi popularitas membawa tantangan baru—pengkhianatan, fitnah, dan obsesi gelap dari penggemar.
Saat sebuah tragedi merenggut nyawanya, Eyliana terbangun kembali. Bukan di dunianya, melainkan di dalam komik 'To Be Queen', sebagai Erika, si putri sempurna yang hidupnya penuh kebahagiaan. Ironisnya, kehidupan impian ini justru membuatnya cemas. Semua pencapaiannya sebagai Eyliana—kekayaan, koleksi, dan orang-orang terpercaya—kini lenyap tak berbekas. Eyliana harus beradaptasi di dunia yang serba sempurna ini, sambil bertanya-tanya, apakah kebahagiaan sejati benar-benar ada?
"Haruskah aku mengikuti alur cerita komik sebenarnya?" Pikir Eyliana yang berubah menjadi Erika Serriot
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moonbellss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 Perintah Untuk Para Pangeran
Deklarasi Kaisar di Ruang Kerja
Di Istana Utama Kekaisaran Pero, tepatnya di ruang kerja Kaisar, ketiga pangeran berdiri berjajar menghadap sang ayah. Suasana kali ini jauh berbeda saat mereka melakukan tea time, karena Kaisar Pierre sangat serius jika sudah berada di dalam ruang kerjanya. Aura kekuasaan dan otoritasnya memenuhi ruangan.
“Kalian sudah memasuki usia menikah tetapi kalian juga belum memiliki kekasih,” kata Kaisar, nada suaranya tajam, seolah memukul ketiga pangeran dengan fakta menyedihkan tersebut.
“Sedangkan syarat untuk menjadi Putra Mahkota adalah memiliki pasangan, dan setelah menjadi kaisar kalian harus menikah. Kalian juga tak ingin menjadi Putra Mahkota. Apakah itu alasan kalian melajang untuk selamanya?” kata Kaisar dengan tatapan tajam kepada ketiga pangeran yang hanya terdiam mematung.
Ketiga pangeran tampak tidak berani membantah kaisar sekaligus ayah mereka. Mereka tahu, setelah kejadian pertemuan tea time di mana mereka serempak menolak takhta, mereka langsung mendapatkan pekerjaan menumpuk yang membuat mereka tidak bisa beraktivitas bebas selama beberapa bulan. Mereka pun tahu bahwa tugas tersebut diberikan sengaja oleh kaisar karena kesal melihat mereka menolak menjadi Putra Mahkota secara bersamaan dengan berbagai alasan yang dianggap remeh. Apalagi alasan dari Pangeran Ketiga, Zester, yang dianggap paling tidak masuk akal oleh Kaisar, sehingga ia mendapatkan penugasan paling banyak dan berat.
Kaisar Pierre menyandarkan punggungnya ke kursi kebesaran, menyatukan jari-jarinya di depan dagu.
“Baiklah kalau itu mau kalian. Tapi ada syaratnya,” lanjut Kaisar dengan suara berat. “Jika kalian ketahuan memiliki kekasih, kalian akan diangkat menjadi Putra Mahkota selanjutnya secara mutlak. Siapa pun di antara kalian yang lebih dulu. Aku yakin kalian bisa melakukan tugas lebih baik untuk menjadi Putra Mahkota.”
Terkadang Kaisar juga heran dengan anak-anaknya yang tidak tertarik dengan kekuasaan. Kini para pangeran saling bertatap satu sama lain, bingung dengan keputusan yang tidak masuk akal tersebut. Ini bukan hanya pertaruhan status, tetapi juga pertaruhan hati. Jika mereka jatuh cinta, mereka harus siap memikul takhta.
“Baik, Baginda,” jawab mereka tanpa ragu dan dengan keyakinan yang aneh.
“Satu lagi. Minggu depan kalian harus datang ke pesta ulang tahun Lady Serriot,” perintah Kaisar.
Pangeran Edwin, yang dikenal paling vokal di antara saudara-saudaranya, akhirnya angkat bicara, meskipun dengan nada hati-hati. “Tapi, kami masih banyak pekerjaan yang Baginda berikan minggu lalu dan itu belum selesai…”
Wajah Kaisar tidak menunjukkan belas kasihan. “Benarkah? Kalau begitu akan… tiga kali lipat jika kalian tidak datang ke pesta Lady Serriot. Jadi, sebaiknya bergegaslah menyelesaikan tugas kalian,” perintah Kaisar dengan tegas membuat ketiga pangeran terkejut.
Perintah itu mutlak. Ketiga pangeran, Lucas, Edwin, dan Zester, segera membungkuk hormat dan mundur dari ruang kerja Kaisar dengan langkah cepat. Tugas ganda yang mereka dapatkan terasa ringan dibandingkan ancaman tugas tiga kali lipat. Mereka tahu, Kaisar tidak pernah main-main dengan ancamannya, terutama yang berkaitan dengan pekerjaan.
***
Pertemuan dengan Grand Duke
Tiga jam kemudian, para pangeran sudah keluar dari ruangan, dan kini Grand Duke Arode Serriot menghadap kaisar. Grand Duke datang setelah mendengar desas-desus bahwa Kaisar secara khusus memerintahkan ketiga pangeran untuk datang ke pesta ulang tahun putrinya.
“Baginda, sebenarnya apa rencana Baginda hingga menyuruh ketiga pangeran datang ke ulang tahun anak perempuan satu-satunya saya?” tanya Arode langsung ke inti masalah.
“Grand Duke, kau memang langsung bicara intinya ya. Hahaha,” Kaisar tertawa melihat wajah Arode sedikit gelisah.
“Grand Duke, kau itu pintar. Tidak perlu aku jelaskan pun, kau pasti paham. Bukankah ini ide dari Grand Duke sendiri?” kata Kaisar, menyudutkan Arode dengan senyuman penuh makna.
Arode menelan ludahnya sendiri. Ia menyarankan perjodohan, tetapi ia tidak pernah membayangkan putrinya, Erika, akan menjadi target utama.
“Tapi Baginda, Erika baru memasuki usia dewasa. Masih banyak kekurangan dan…” kata Arode yang kini terdiam karena Kaisar memutus pembicaraan.
“Tenanglah, Arode. Semua keputusan ada di tangan anak-anak kita. Aku hanya mempertemukan mereka. Aku percaya anakmu itu sudah keputusan dan pilihan terbaik,” kata Kaisar, matanya menatap tajam, seolah menguji loyalitas Grand Duke.
“Namun, jika rencanaku tidak berjalan baik,” lanjut Kaisar, suaranya berubah menjadi lebih dingin, “Aku terpaksa menjodohkan mereka dengan negara tetangga sebelah sehingga menjadi pernikahan politik.” Kaisar mengakhiri kalimatnya sambil tersenyum licik, sebuah senyum yang sudah sangat dikenal oleh Arode. Senyum itu menunjukkan bahwa Kaisar tidak akan menerima kegagalan.
Grand Duke Arode Serriot tahu, pernikahan politik adalah tanggung jawab serta beban besar terutama pernikahan dengan keluarga kekaisaran yang dapat membuat Erika menjadi Ratu di kekaisaran Pero. Itu berarti Erika harus berkutik politik dan mungkin akan menjalankan hidup dengan beban berat. Sedangkan Grand Duke mengharapkan Erika bahagia dengan pilihan hidupnya sendiri. Tapi ini adalah perintah dari Kaisar. Jika salah satu dari ketiga pangeran jatuh hati pada Erika, maka Erika akan segera memiliki pewaris. Itu adalah rencana yang licik namun cerdik, yang lahir dari persahabatan lama mereka. Kaisar Pierre menggunakan Erika Serriot sebagai umpan untuk memancing anak-anaknya keluar dari zona nyaman mereka dan memperebutkan takhta melalui cinta, bukan kekuasaan.
“Jadi, Arode. Siapkan pesta termegah di kediaman Serriot. Tunjukkan pada para pangeran itu bahwa Lady Serriot adalah permata yang pantas mereka perebutkan. Lalu rahasiakan misi ini dari siapapun,” perintah Kaisar.
Arode membungkuk dalam-dalam. "Saya akan melaksanakan perintah Baginda."
Grand Duke Arode Serriot, seorang pria yang dikenal tenang dan terukur, kini meninggalkan ruang kerja Kaisar dengan pikiran yang berkecamuk. Ia menghela nafas berat karena perintah Kaisar. “Aku hanya berharap Erika bahagia dengan pilihannya” Gumam pelan Grand Duke.
***
Persiapan yang Harus Dipercepat
Di kediaman Serriot, Robert dan Andreas sudah mendapatkan kabar dari Grand Duke Arode alias ayah mereka untuk membuat pesta ulang tahun Erika menjadi lebih mewah karena adanya kehadiran para pangeran. Kehadiran ketiga pangeran yang mendadak tanpa tahu alasannya, membuat kediaman Serriot semakin sibuk. Anggaran pesta juga ada tambahan yang diberikan langsung dari Kaisar dengan alasan sebuah ‘Hadiah’
“Robert, aku sudah menyiapkan tambahan daftar tamu baru dan pengaturan tempat duduk khusus untuk para Pangeran,” kata Andreas, dengan nada serius. Insting militernya segera mengambil alih.
Robert, meskipun lebih memilih ketenangan, mengangguk setuju. “Aku juga sudah mengerahkan lebih banyak kesatria untuk pengamanan. Kita juga harus memperketat pengawalan aula utama karena adanya para Pangeran. Apakah jumlah kesatria ini cukup menurutmu?”
Andreas mengambil dokumen daftar pengawal dari tangan Robert. Ia mengecek jumlah daftar kesatria lalu mengangguk.
“Tentu saja. Ini lebih dari cukup. Tapi apakah kau mengetahui alasan Para Pangeran tiba-tiba hadir ? Ini sangat mencurigakan,” tambah Andreas, matanya menunjukkan kebingungan. Tapi Robert hanya menggelengkan kepalanya.
“Yah, ini adalah permintaan sekaligus perintah. Tidak bisa kita menolaknyakan?” Kata Robert yang berusaha tenang.
Bersambung...
