NovelToon NovelToon
PEDANG GENI

PEDANG GENI

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Balas Dendam / Persahabatan / Raja Tentara/Dewa Perang / Pusaka Ajaib / Ilmu Kanuragan
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Fikri Anja

PEDANG GENI. seorang pemuda yang bernama Ranu baya ingin membasmi iblis di muka bumi ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fikri Anja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 8

"Manusia, Kau berani membuat kekacauan di tempatku ini. Kau harus mati!" Suara Durna tiba-tiba berubah menjadi lebih serak dan berat.

Ranu yang sudah paham kalau tubuh Durna dirasuki siluman, segera memasukkan tombaknya dan menggantinya dengan Pedang Segoro Geni. Dengan senyum tipis di bibirnya, dia membalas ucapan siluman tersebut.

"Akhirnya kau muncul juga, Siluman sialan. Dengan begini, aku tidak perlu repot-repot mencarimu. Bersiaplah menjadi abu!" Dengan sedikit energi Geni, Ranu membuat bilah pedang Segoro Geni mengeluarkan kobaran api hitam.

Tanpa memberi jeda kepada siluman itu, Ranu melesat menggunakan ajian Saipi Angin untuk memberikan serangan. Kecepatan yang ditunjukkan Ranu membuat siluman itu kelabakan. Dia tidak menyangka jika lawannya itu bisa memiliki kecepatan yang masih di atasnya.

Meskipun aslinya mempunyai kecepatan yang tinggi, namun ketika memasuki tubuh manusia, kekuatan siluman akan mengikuti kekuatan manusia yang dirasukinya. Terkecuali jika manusia dan siluman itu sudah membuat perjanjian darah.

Yang membuat siluman itu semakin kesulitan adalah api hitam yang terus berkobar menyerangnya. Dia hanya bisa terus menghindar tanpa berusaha menangkis serangan itu. Dia sadar, Api hitam bisa membuat jiwanya juga ikut terbakar.

Hingga pada akhirnya siluman itu mengumpat dengan keras dan keluar dari tubuh Durna. Dia menyesal karena memasuki tubuh Durna yang sedang melawan pengguna unsur api hitam.

Ranu bisa melihat dengan jelas ketika aura hitam mengepul keluar dari tubuh Durna dan melesat dengan begitu cepatnya.

Sementara itu, Mahesa yang sudah menemukan lokasi penjara bawah tanah, segera menemukan sel tempat 7 gadis itu disekap. Tanpa kesulitan berarti dia menjebol gembok yang mengunci sel tersebut dan mengeluarkan semua gadis yang terlihat ketakutan ketika melihatnya.

"Jangan takut, aku akan menyelamatkan kalian!" ucap Mahesa. Pandangan matanya tertuju kepada seorang gadis yang paling cantik di antara mereka.

"Tapi ... pemuda yang tadi bilang mau menyelamatkan kami bukan kau," balas gadis cantik yang ditatap Mahesa.

"lya, dia temanku. Sekarang sedang bertarung melawan ketua perguruan ini."

"Kenapa kau tidak ikut membantu bertarung bersamanya?"

"Tenang saja. Tanpa bantuanku, dia pasti bisa menang," balas Mahesa. Pandangan matanya tak bisa lepas dari sosok gadis cantik yang berbicara dengannya. Dalam hati, dia sangat mengagumi kecantikan yang terpancar di wajahnya.

Gadis itu merasa risih ditatap sebegitu rupa oleh Mahesa yang seperti hendak menelanjanginya. Meskipun Mahesa memiliki ketampanan di atas rata-rata, tapi sikap yang ditunjukkannya membuat gadis cantik itu mati rasa.

"Bagaimana keadaan di luar, Tuan muda?" tanya gadis yang lain hingga membuat Mahesa sedikit tergagap.

Mahesa melihat ke sekeliling sebelum menjawabnya, "Keadaan di luar sudah aman. Ayo kita keluar!"

Mahesa berjalan terlebih dahulu di depan untuk melihat keadaan. Dia tidak mau mengambil resiko andaikata masih ada anggota Perguruan Jiwa Darah yang masih hidup dan mengambil kesempatan menjadikan gadis-gadis itu sebagai sandera.

Di belakangnya, 7 gadis itu mengekor mengikuti langkahnya hingga sampai keluar dari kompleks penjara bawah tanah tersebut. Mereka nampaknya masih merasa trauma dengan kejadian yang menimpa diri mereka.

Sementara tadi, kesadaran Durna telah kembali selepas kepergian siluman yang menguasai tubuhnya, dibuat ketakutan setengah mati. Kekuatan terbesarnya dari bangsa siluman yang dianggapnya sudah mumpuni, ternyata harus dibuat lari tunggang langgang ketakutan.

"Tidak mungkin!" pekiknya.

"Apanya yang tidak mungkin?Siluman yang kau jadikan sumber kekuatanmu itu berasal dari bangsa siluman kelas rendah," ejek Ranu.

Durna tiba-tiba terbayang dengan kematian yang akan menjemputnya. Dia tidak pernah membayangkan jika harus mati di tangan seorang pendekar muda. Ketua Perguruan Jiwa Darah itu tiba-tiba berlutut seraya memohon ampun kepada Ranu.

"Andai kau tidak melakukan ritual sesat, aku mungkin tidak akan menyentuhmu meskipun perguruanmu ini beraliran hitam. Bagiku, hitam dan putih itu tergantung individu masing-masing. Tapi... aku tidak akan memaafkan siapapun orangnya yang tega mengorbankan nyawa orang lain demi memuaskan keinginannya."

Ranu menoleh ketika mendengar suara langkah kaki Mahesa bersama 7 orang gadis yang mendekat ke arahnya.

Melihat lawan dalam keadaan lengah karena, Durna memanfaatkannya untuk menyerang. Dia menilai, ini satu-satunya kesempatan untuk membunuh pemuda yang berdiri di depannya itu. Durna mengumpulkan sisa-sisa tenaga dalamnya dan kemudian melesat menyerang Ranu yang masih dalam menoleh ke arah lain.

Melihat Durna hendak menyerang Ranu, Mahesa melesat dan menahan serangan terakhir ketua Perguruan Jiwa Darah tersebut.

Blaaaar!

Pedang besar Durna menyasak perisai Giok Salju yang digunakan Mahesa untuk melindungi Ranu. Pedang yang sudah mengalami retakan ketika beradu dengan Tombak Bayu Sutra, patah menjadi beberapa bagian, dan hanya menyisakan sedikit di atas gagangnya. Namun Perisai Giok Salju juga hancur terkena energi terakhir Durna.

Mahesa jatuh berlutut ketika sisa pedang Durna menancap di perutnya.

Ranu dengan sigap mencengkeram leher Durna dan membakarnya dengan api hitam hingga menjadi abu. Setelah itu dia mendekati Mahesa dan mencabut sisa pedang yang menancap di perut sahabatnya itu.

"Tetaplah sadar, Hesa! Kau ini bodoh sekali, kenapa kau korbankan dirimu untukku?" ucap Ranu lirih seraya mengalirkan tenaga dalamnya agar sahabatnya itu tetap dalam keadaan sadar. Dia juga menotok beberapa titik di sekitar lukanya agar darah berhenti keluar.

"Uhuk!"

Mahesa terbatuk kecil sebelum kemudian memuntahkan darah segar dari mulutnya.

Ranu yang kebingungan dengan situasi tersebut, memanggil 7 orang gadis yang berdiri tidak jauh dari mereka berdua.

"Apa di antara kalian ada yang bisa ilmu pengobatan?"

Gadis yang paling cantik maju mendekati mereka berdua, "Kebetulan aku bisa sedikit ilmu pengobatan. Ayahku seorang tabib desa," ucapnya tersenyum hangat.

"Apa kau bisa menolongnya?"

Gadis cantik itu berlutut melihat luka Mahesa, "Untung saja pedang itu tidak mengenai organ vitalnya. Dia akan sembuh, tapi membutuhkan waktu karena darah yang keluar lumayan banyak."

"Berarti kita harus merawatnya di sini?"

Gadis cantik itu mengangguk.

Ranu membopong tubuh Mahesa memasuki sebuah ruangan yang lumayan besar, dan membaringkannya di sebuah ranjang.

"Ikutlah denganku mencari dedaunan untuk mengobati lukanya!" ajak gadis cantik itu.

Ranu mengangguk, kemudian menoleh ke arah 6 gadis lainnya, "Tolong jaga dia sampai kami kembali!"

"Baik, Tuan," jawab salah seorang dari 6 gadis itu.

Sebelum keluar, Ranu memeriksa sesaat suasana di dalam perguruan Jiwa Darah. Dia harus memastikan tidak ada anggota perguruan yang masih berada di tempat itu, sebab tidak mungkin dia mengandalkan keenam gadis itu untuk menjaga Mahesa.

Setelah dirasa aman, Ranu mengajak gadis itu keluar dari Perguruan Jiwa Darah. Sesampainya di luar, dia dan gadis itu bingung harus mencari ke mana, karena mereka berdua buta dengan kondisi gunung tersebut.

"Naiklah ke punggungku, aku akan menggendongmu untuk mencari daun yang kau butuhkan," kata Ranu.

Gadis itu terkejut dengan perkataan Ranu. Antara malu dan takut berbaur menjadi satu, tapi terpaksa dia harus mau meski harus memeluk seorang lelaki untuk pertama kalinya.

"Jangan takut, aku tidak akan berbuat macam-macam padamu!"

Setelah gadis cantik itu sudah berada di punggungnya, Ranu melesat dengan kecepatan tinggi, hingga membuat gadis itu ketakutan serta sulit untuk melihat.

"Jangan terlalu cepat! Aku tidak bisa melihat daun yang kita butuhkan." kata gadis itu dengan sedikit berteriak.

Ranu memelankan laju larinya dan beberapa saat kemudian berhenti, setelah gadis itu menepuk pundaknya agar berhenti.

Setelah turun dari punggung Ranu, gadis cantik itu bergerak dengan lincah sambil melihat ke sekeliling.

Ranu hanya melihat saja gadis itu beraktifitas mengumpulkan dedaunan yang sudah dipetiknya. Sesaat berikutnya pandangan matanya melihat ke atas setelah gadis itu memintanya untuk mengambil benalu yang tumbuh di atas pohon.

Ranu mengangguk dan melompat dengan ringan ke atas pohon. Meskipun benalu itu tumbuh di ranting yang tidak terlalu besar, namun bukan menjadi masalah berarti bagi pemuda itu.

1
Elisabeth Ratna Susanti
like plus subscribe 👍
Was pray
ya jelas dicurigai kan kamu dan suropati jelas2 orang asing
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!