pertemuan yang membuat jatuh hati perempuan yang belum pernah mendapatkan restu dari sang ayah dengan pacar-pacar terdahulunya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Laila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Bertemu dengan mantan memang tak semuanya menyenangkan. Contohnya jika punya mantan seperti Aldo. Maharani mulai dipusingkan dengan Aldo yang terus menempelinya. Di tolak dengan bagaimanapun, Aldo sangat bersikeras mendekatinya.
Aldo masih sama dengan Aldo yang dia kenal sekitar 4 tahun yang lalu. Pria yang selalu semuanya dan tidak pernah mendengarkan dirinya atau pendapatnya.
“Kak, pusing deh,” keluh Maharani pada Baskara yang duduk di sampingnya.
“Kenapa?” tanya Baskara sudah selesai dengan makanannya.
Malam ini mereka makan bareng di angkringan. Ide Maharani yang katanya lagi pengen cobain makan di angkringan.
“Mantan gua. Gua udah pernah cerita belum sih, Kak?” tanya gadis itu. Menyandarkan kepalanya di atas lutut yang ia tekuk. Terlalu pusing dengan kelakukan sang mantan kekasih, sore itu Maharani langsung menghubungi Baskara. Dia butuh teman curhat. Mungkin nanti kalau otaknya sudah kembali segar, dia bisa berfikir lebih jernih gimana caranya si mantan tidak terus-terusan mendekatinya, dia walau sudah abaikan dan protes tentang keberadaannya.
Baskara menggeleng pelan menjawab pertanya Maharani.
“Jadi belom lama gua ketemu lagi gak sengaja sama mantan gua kak. Gua bahkan gak expect dia masih punya nomor gua. Terus ya udah. Dia sering nge-chat gua, kadang nelponin. Dia dari di kode alus, sampe gue bilang gue sibuk dan gak mau ketemu atau berurusan sama dia tapi dia gak ngerti. Gua pusing jadinya Kak.”
“Langsung to do point aja kalo gitu, Ra.”
“Tuh kan dia nelponin. Hadeeeeh,” Maharani mematikan ponselnya dan memasukkan ke dalam tas.
“I guess your broke up with him not in good state.”
“Haaaaah,” Maharani memesan makanan lagi dan juga es jeruknya. Maharani menceritakan garis besar putusnya hubungan mereka dulu.
Aldo adalah pacarnya terakhir sebelum dia lulus kuliah dan menjomblo hingga sekarang. Pacarnya yang terlama. 1 tahun 8 bulan bukanlah waktu yang singkat. Ditambah sang Ayah juga tak memberikan restu, bagi Maharani itu adalah hal berat. Walau sang Ayah tak pernah memintanya untuk putus, tapi sang Ayah lebih protective selama dia menjalin hubungan dengan Aldo.
Pacaran dengan Aldo seperti sedang bermain semua permainan extreme di dufan. Awalnya menyenangkan, tapi lama kelamaan akan membuat lelah bahkan menimbulkan rasa pusing, capek, dan mual. Itulah yang dirasakan Maharani. Dia lelah diatur oleh Aldo, dikomentari tentang berat badannya yang melonjak drastis. Ya, kala itu berat badannya menyentuh 75 kg. 25 kg lebih berat dari berat badannya saat ini dan Aldo benci itu. Yang membuat Maharani tak habis pikir, Aldo menyuruhnya diet ketat dan tak pernah ada lagi date hunting makanan atau mencoba tempat makan baru, padahal Aldo bilang yang membuat pria itu menyukai dirinya adalah karena Maharani selalu terlihat lahap saat makan. Kesibukan Maharani dengan tugas kuliah dan kegiatan organisasi menjadi alasan dia tak punya waktu untuk menginjakkan kakinya di gym atau sekedar menjaga pola makan.
“Gua udah banget move on dari dia, tapi bukan berarti gua lupa sama hal yang dulu bikin gua sakit hati. Gua gak benci, tapi gua juga gak mau punya hubungan selain temen satu angkatan. Salah gak sih, Kak, kalo gua kayak gini? Atau malah keliatan kayak orang belom move on?”
“Enggak kok. Lo membatasi diri lo sama mantan tuh gak salah. Normal. Malah, kalo dia dulu nyakitin lo, ya baiknya gitu. Demi diri lo, “Baskara mengembangkan senyuman hangatnya. “Yang aneh itu, dulu udah pernah disakitin, putus, terus masih mau balikan,” katanya membuat Maharani tertawa. Membayangkan hal bodoh seperti itu saja membuatnya terlihat bodoh dan menertawakan dirinya kalau sampai itu terjadi.
“Kalo lo sendiri? Pernah ngalamin hal kayak gini kak?” Tanyanya diikuti kehati-hatian, tak ingin terlihat seperti busy body. Tapi kemudian dia melihat wajah Baskara yang cerah meredup. Pria itu hanya menatap kosong ke arah jam tangan yang dia kenakan.
“Anyway, thank you ya kak udah mau dengerin curhatan gua,” ucapnya tak ingin mengeruk lebih dalam. Dia merasakan adanya desir yang membuat dirinya tak nyaman. Seperti ada yang menusuknya dengan duri saat melihat bagaimana wajah Baskara yang hangat dan ceria, langsung redup dengan tatapan yang melayang. Seperti sedang memikirkan sesuatu yang jauh dalam benaknya.
“Lo makasih mulu. Udah itu abisin makannya terus kita pulang. Udah malem.”
“Lo mau anterin kan?”
Baskara menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
Maharani ingin membayar makanannya namun langsung di tahan oleh pria yang langsung membayar semua makan malam mereka. Baskara mengeluarkan jas yang tadi dia pakai dari dalam tasnya. “Pake, dingin udah malem. Ntar lo masuk angin, Ra,” ujarnya memberikan jas itu pada Maharani.
...♥
...
“Haiiii. Lagi apa lo, Kak?” tanya Maharani begitu melihat wajah Baskara di layer ponsel. Pria itu memposisikan ponselnya berdiri dengan *phone holder* di atas meja kerjanya yang ada di salah satu sudut kamar.
“Gua sambil kerja gak apa-apa ya,” katanya menatap wajah Maharani kemudian kembali menatap layar laptopnya.
“Kak, lo tuh malem minggu gini masih aja kerja. Kebiasaan deh. Libur bukannya liburan malah kerja terus,” ujarnya panjang lebar yang sudah tahu kebiasaan pria itu.
Baskara seperti mendengar ocehan Ibunya yang suka protes anaknya sibuk kerja bukannya main atau pacaran di malem minggu gini.
“Lagi gak kemana-mana. Nyicil kerjaan aja dikit,” kilahnya.
Maharani menghebuskan nafasnya. Tidak bisa berkata banyak, karena dia juga tak jarang menghabiskan waktunya untuk mengerjakan pekerjaan kantor.
“Jangan manyun gitu,” kata Baskara dengan senyum terulas di wajah tampannya.
“I just thinking, I do the same. The burden of being a leader is not a joke. Gua bawel ke elo, padahal gue juga tadi abis kerja,” ucapnya tersenyum. Baskara pun tersenyum. Mengerti yang dimaksud Maharani.
Baskara melihat tatapan kosong di mata Maharani dan bertanya, “lo lagi mikirin apa?”
“Besok gua diundang acara grand launching restonya Aldo, Kak,” kata Maharani membuat Baskara menghentikan pekerjaannya. Menatap gadis yang menyunggingkan senyum dan terlihat tidak bersemangat. “Udahan kak kerjaannya?” tanya Maharani melihat laptop itu di tutup dan Baskara mengganti angle kamera menjadi tepat di depannya.
“He-em, udah selesai,” kilahnya berbohong.
Maharani menopang dagunya dengan kedua tangan yang bertumpuk dan dikepal di atas meja, “males sebenernya buat ketemu sama dia, tapi gua berniat buat ngomong sama dia. Yang waktu itu lo bilang buat tegesin ke dia. Gua rasa ngomong langsung bakal lebih baik,” Maharani bisa melihat Baskara menganggukkan kepala.
“Besok gua juga dateng ke sana. Di undang bareng Jemmy sama Ghani.”
Ada segelintir perasaan lega yang mengalir di dadanya, “oh ya? Syukur deh gua jadi ada temennya,” katanya sambil menghembuskan nafas. “Gua udah kebayang aja si Aldo bakal ngomong wasweswos. Agak males gua tuh, Kak, buat berhubungan sama dia. Tingkah dia nyebelin banget.”
“Tapi lo harus, Ra. Biar dia tau lo gak punya niat yang sama kayak dia.”
“Kalo dia gak mau udahan gimana, Kak? You know, dia dari dulu nyebelin dan suka semaunya.”
“Itu urusan dia. Yang penting lo udah menegaskan kalo lo gak mau punya hubungan asmara sama dia. Setelah itu, lo bisa tinggalin dia. Lo tau dia seenaknya, lo dulu bisa ninggalin dia yang seenaknya saat dia masih pacar lo. Sekarang lo bahkan lebih berhak untuk gak mau berhubungan dengan dia. Oke?”
Maharani diam.
“Jangan murung dong.”
“Gak murung. Lagi laper aja sekarang,” katanya mengembangkan senyum sampai matanya membentuk bulan sabit.
Mendengar itu, Baskara langsung tertawa dan gemas dibuatnya.
“Ini gua lagi sambil scrolling cari-cari enaknya pesen makan apa.”
“Martabak enak loh, Ra.”
“Boleh juga.”
“Dasar. Habis makan jangan lupa sikat gigi.”
“Kirain mau nyuruh olahraga,” katanya menyindir sang mantan. Membuat Baskara tertawa karena tahu cerita itu.
...♥
...