NovelToon NovelToon
DIBELI TAKDIR (Pemuja Rahasia)

DIBELI TAKDIR (Pemuja Rahasia)

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Cintapertama / One Night Stand / Beda Usia / Identitas Tersembunyi / Dark Romance
Popularitas:78.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Kevia tak pernah membayangkan hidupnya berubah jadi neraka setelah ayahnya menikah lagi demi biaya pengobatan ibunya yang sakit. Diperlakukan bak pembantu, diinjak bak debu oleh ibu dan saudara tiri, ia terjebak dalam pusaran gelap yang kian menyesakkan. Saat hampir dijual, seseorang muncul dan menyelamatkannya. Namun, Kevia bahkan tak sempat mengenal siapa penolong itu.

Ketika keputusasaan membuatnya rela menjual diri, malam kelam kembali menghadirkan sosok asing yang membeli sekaligus mengambil sesuatu yang tak pernah ia rela berikan. Wajah pria itu tak pernah ia lihat, hanya bayangan samar yang tertinggal dalam ingatan. Anehnya, sejak malam itu, ia selalu merasa ada sosok yang diam-diam melindungi, mengusir bahaya yang datang tanpa jejak.

Siapa pria misterius yang terus mengikuti langkahnya? Apakah ia pelindung dalam senyap… atau takdir baru yang akan membelenggu selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

4. Nekat

Ardi menatap gudang biro jasa pengiriman tempatnya bekerja. Ia selalu datang paling dulu setiap pagi, dan kali ini kehadirannya akan menjadi senjata.

Tanpa pikir panjang, ia bergerak. Dengan langkah mantap menuju gudang biro pengiriman barang milik Rima. Dadanya sesak oleh keputusan nekat yang baru saja lahir, tapi kini tak ada jalan kembali. Dinginnya pagi yang berselimut mendung, ditemani angin kemarau yang berhembus kering, tak mampu meredam panas di kepalanya.

“Lebih baik aku hidup susah bersama Kemala dan Kevia, daripada terus membiarkan putriku jadi tumbal…” gumamnya, suaranya getir namun mantap.

Ia membuka panel kabel di sudut dinding. Jemarinya yang bergetar mencopot pelindung, lalu menyambungkan kabel dengan kasar. Percikan kecil menyala, cukup untuk memulai bencana. Bau hangus tipis tercium.

Rahangnya mengeras, dan dari bibirnya meluncur desis nyaris tak terdengar,

“Kau yang memaksaku, Rima…”

Suaranya rendah, berat, penuh tekad, seolah sumpah yang mengiringi api dendam yang siap ia lepaskan.

Tak berhenti di sana. Ardi meraih beberapa kantong plastik berisi sampah kardus dan kain bekas. Ia meraih korek, menyalakan api di tumpukan sampah dekat gudang, sekadar untuk menyamarkan aroma kebakaran yang akan segera muncul.

Sebelum karyawan datang, ia kembali ke kantor. Tangannya menyiram lantai dengan air dari keran toilet yang memang sejak kemarin bocor, dibiarkan begitu saja karena sibuknya pengiriman barang. Genangan itu tampak wajar. Ia sudah punya alibi.

“Begini caranya, Rima…” desisnya, sembari menatap lantai yang sudah tergenang air. “Kau sibuk mempercantik dirimu, sementara aku mengambil kembali keluargaku.”

Beberapa menit kemudian, para karyawan datang. Teriakan kecil terdengar saat mereka melihat genangan air.

“Pak Ardi! Lantainya becek, ini bocor lagi ya?”

Ardi berpura-pura mengusap tengkuk. “Sepertinya kemarin aku lupa matikan stop kran. Cepat dibersihkan, sebelum pelanggan datang," ujarnya dengan nada ringan.

Mereka percaya. Tidak ada yang curiga. Dan di balik ketenangan Ardi, api dendam sudah mulai menjilat perlahan, siap melahap habis gudang milik Rima.

Karyawan-karyawan itu menunduk patuh, bergegas mengambil pel.

Ardi menatap mereka sekilas, lalu ke arah gudang. Api kecil mulai merambat di balik pintu besi. Ia menarik napas panjang, seakan menelan bulat-bulat rasa bersalah yang menghantam dadanya.

Beberapa menit lagi, semua akan sibuk. Dan ketika itu terjadi, ia akan punya waktu… untuk pulang, membuka pintu rumah itu, dan membawa istri serta putrinya keluar dari neraka bernama Rima.

Semuanya masih sibuk mengeringkan lantai. Tak ada yang menyadari di gudang belakang, percikan kecil dari kabel yang sudah Ardi usik merayap pada tumpukan paket. Kardus kering menyambut api seperti kayu kering yang haus terbakar.

Tiba-tiba—

DUARR!

Suara ledakan memecah udara, membuat lantai bergetar. Semua orang terlonjak, serentak menoleh ke arah gudang penyimpanan. Api menjalar cepat, semburan asap hitam mulai membumbung.

“Astaga! Gudang meledak!” teriak seorang karyawan.

“Kebakaran! Kebakaran!” yang lain menjerit panik.

Ardi ikut menoleh cepat, memasang wajah terkejut yang sama pucatnya dengan mereka.

“Panggil pemadam! Cepat!” serunya lantang, memberi kesan ia pun panik seperti yang lain.

Kekacauan pecah. Para karyawan berlarian, ada yang mencoba menyelamatkan berkas, ada yang panik menelpon pemadam. Kardus-kardus jatuh berserakan, api melahap rak demi rak dengan ganas.

Ardi menatap kobaran api yang kian membesar. Terik jingga itu memantul di matanya, seakan menegaskan bahwa keputusannya tak bisa ditarik kembali.

“Cepat keluar semua! Bawa barang penting, jangan ada yang kembali ke dalam!” serunya, menyamar dalam kepanikan bersama mereka.

Tak ada seorang pun yang curiga, apalagi sejak kemarin sore gudang memang dijejali banyak paket. Mulai dari baterai laptop, cairan pembersih, parfum beralkohol, sampai deodoran spray. Semua tahu, barang-barang itu berbahaya bila terkena panas.

“Apa kemarin kalian tidak memisahkan barang-barang kimia itu?” tanya Ardi, memasang wajah marah sekaligus panik.

“Maaf, Pak! Kemarin terlalu banyak paket yang datang. Kami tak sempat memisahkannya. Hari sudah malam, dan gudang hampir penuh,” sahut seorang karyawan di antara sesal dan rasa bersalah.

“Cepat bawa menjauh barang-barang yang masih bisa diselamatkan!” perintah Ardi lantang.

Sikap dan ekspresi Ardi itu membuat semua orang percaya kalau kebakaran ini murni kecelakaan. Apalagi selama ini mereka mengenalnya sebagai orang baik, ramah, dan rendah hati.

Api menjalar cepat, melahap rak demi rak. Panasnya kian menyengat, membuat karyawan berhamburan keluar sambil berteriak.

Di tengah hiruk-pikuk itu, Ardi beringsut perlahan ke pintu keluar. Kobaran api yang menari di matanya tampak bagai tanda perlawanan yang baru saja ia mulai.

Kakinya melangkah menjauh, meninggalkan kantor yang sebentar lagi rata oleh api.

“Ini kesempatan kita, Kemala… Kevia… Bertahanlah sedikit lagi. Ayah akan segera pulang menjemput kalian.”

Sementara itu, di sebuah spa mewah, Rima dan Riri baru saja masuk ke ruang pijat. Aroma minyak esensial memenuhi udara.

“Kamu harus terlihat cantik, Sayang. Siang ini kamu mau menemui produser itu, 'kan?” tanya Rima sambil melepas perhiasannya.

“Iya, Bu. Semalam aku sudah tanda tangan kontrak,” jawab Riri dengan wajah berbinar.

Rima tersenyum puas, lalu menutup matanya. Jemari terapis mulai menekan pundaknya, menghadirkan sensasi hangat dan rileks. Namun ketenangan itu seketika buyar ketika ponselnya berdering nyaring di meja samping.

Rima meraih ponsel, menggeser layar, lalu terdengar suara panik dari seberang.

“Bu… g-gudang terbakar!”

Mata Rima langsung terbuka lebar. “Apa?! Gudang terbakar?!” spontan ia duduk.

Riri yang sedang dipijat di sebelahnya ikut tersentak, wajahnya pucat.

“Iya, Bu. Saya rasa tak akan ada barang yang bisa diselamatkan dari gudang.”

“Mana suamiku?” Rima bersuara tajam.

“Tadi beliau bersama kami, mengarahkan untuk mengeluarkan barang-barang berharga dari kantor. Tapi… saat kami ingin menanyakan akan dibawa ke mana barang yang sudah berhasil diselamatkan, beliau tak kami temukan. Kami hubungi juga tidak diangkat, Bu.”

“Sial!” Rima mengakhiri panggilan dengan kasar. Jemarinya langsung menari di layar, mencoba menghubungi Ardi. Namun berkali-kali panggilan itu hanya berakhir dengan nada tunggu yang membuat darahnya mendidih.

Riri menatap ibunya cemas. “Bu… jangan bilang suami Ibu itu—”

“Diam!” potong Rima, sorot matanya berkilat marah sekaligus gelisah.

Di sisi lain, Ardi mengendap-endap melewati koridor rumah megah itu. Napasnya tertahan, setiap langkah terasa seperti deru guntur di telinganya sendiri. Telinganya awas mendengar langkah para bodyguard yang berpatroli.

Jantungnya berdegup kencang ketika ia berhasil sampai di depan pintu kamar yang selama ini menahan belahan jiwanya. Suara derit lirih terdengar saat ia mendorong pintu perlahan.

Di dalam, Kevia berdiri dengan wajah tegang. Dua tas sudah siap di samping kakinya. Ia menoleh cepat saat pintu terbuka.

“Ayah…” bisiknya, lega sekaligus cemas.

Ardi baru hendak menjawab ketika pandangannya tertumbuk pada sosok di ranjang.

“Ardi…” suara Kemala lirih, matanya berkaca-kaca penuh kerinduan.

Tubuh Ardi sontak terpaku.

Kemala duduk lemah di tepi ranjang, mata sayunya berkaca-kaca. Sejenak dunia berhenti berputar. Semua rasa sakit, semua tahun penantian, seolah luruh dalam tatapan itu.

“Mala…” suara Ardi pecah. Tanpa pikir panjang, ia melangkah cepat dan merengkuh istrinya ke dalam pelukan. Hangat tubuh Kemala, meski lemah, membuat dadanya sesak oleh kerinduan yang tak pernah padam.

“Ardi…” bisik Kemala, suaranya lirih namun sarat rindu.

“Ayah, kita harus cepat,” Kevia mengingatkan dengan panik.

Ardi tersadar. Ia mengusap pipi Kemala, lalu tanpa ragu mengangkat tubuh rapuh itu ke dalam gendongannya.

Baru saja Ardi melangkah keluar kamar, suara langkah berat terdengar mendekat.

Brak!

Ardi dan Kevia buru-buru kembali masuk. Karena gugup, Kevia menutup pintu sedikit terlalu keras. Tiga orang itu saling berpandangan dengan wajah pucat, napas mereka tercekat. Hanya detak jantung yang berdentum di telinga.

Di luar, seorang bodyguard berhenti. Pandangannya menyapu koridor.

“Kau dengar sesuatu?” suaranya dalam, penuh curiga.

“Seperti suara pintu,” sahut yang lain.

Ardi menatap Kevia, memberi isyarat dengan mata agar tetap tenang. Waktu serasa melambat. Jika pintu itu terbuka, segalanya berakhir. Ia tahu ia tak mungkin melawan, karena kalah jumlah dan tenaga.

Langkah-langkah itu makin mendekat. Kevia memberi kode cepat agar ayahnya bersembunyi di kamar mandi. Bergegas, Ardi membaringkan Kemala di ranjang. Kevia cepat-cepat menyelimutinya rapat. Dengan langkah setengah panik ayah dan anak itu masuk ke kamar mandi.

Namun—

Klek.

Pintu kamar tiba-tiba terbuka dari luar.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
anonim
Akhirnya Ardi memberitahu dan menjelaskan kepada Kevia kenyataan yang ada, Yoga telah merencanakan semua dengan rapi. Ingin menjerat Kevia secara perlahan.

Kevia sudah berada di kampus, bisik-bisik terdengar membicarakan kehidupan Kevia yang pastinya akibat ulah Riri dan Popy.

Cari mampus nih duet duo setan Popy dan Riri menempelkan puluhan foto Kevia bersama pria paruh baya yang terlihat tampak mesra.
Kevia sangat kaget melihat foto-foto tentang dirinya berdua dengan pria paruh baya yang adalah klien Yoga.

Popy dan Riri lihat saja kelakuanmu pasti akan mendapatkan balasan yang setimpal.
Cicih Sophiana
Yoga tp gak gitu jg biar Kevia jd wanita kuat dan hebat... Kevia terlalu banyak mendapat bulying dan fitnah yg keji Yoga....
Dek Sri
lanjut
Cicih Sophiana
ujian dari Yoga agar Kevia lebih tegar... maka nya Yoga membiarkan Kevia yg menangani sendiri...
abimasta
tak habisnya riri dan popy bikin gosip tentang kevia,tunggu saja kehancuran kalian
Hanipah Fitri
lanjut thor
septiana
kamu kuat Kevia,kamu harus jadi wanita tangguh untuk mendampingi Yoga.tunjukkan kepada mereka semua kalau kamu bukan seperti yg mereka tuduh kan dengan cara yg elegan.
Puji Hastuti
Kevia masalah mu makin berat
Ceu Markonah
kpn masalahnya selesai
Upi Raswan
terlalu berat kalo harus menyelesaikan sendiri...
Anitha Ramto
Dua anak iblis itu benar² cari mati...

tidak sabar nunggu Orang suruhannya Yoga datang ato Yoganya sendiri yang turun tangan untuk nyelametin Kevia.
Sri Hendrayani
aduh kak yoga mana nih..?
Ninik
nanti anak buah yoga turun tangan karna kevia diskors dr kampuas untuk membuktikan kevia g bersalah ditampilkan rekaman cctv resto dan ternyata disitu ada Riri sama Popy sedang merekam kevia saat dihina oleh om jin dan semua berbalik arah Riri sama Popy di do dari kampus
Suanti: popy dan riri di beri pelajaran biar kapok kalau tak di pelajaran sm ank buah yoga tak ada kapok nya selalu berulah🤭
total 1 replies
Hanima
😮😮
abimasta
temanmu sendiri bilang kamu juga bukan cowok baik2 dirga
Anitha Ramto
Dirga sama Radit saja sudah dapat menilai kalo Si Riri dan si Popy bukan cewek baik²..mereka berdua yg nempelin Foto² Kevia dan si tua bangka..ayolah Dirga Radit Bela Kevia..seperti Kevin yg membela Kevia...sudutkan tuh dua iblis betina itu..

ya Kevia memang wanita tangguh Yoga...sekatang Keviamu tidak mudah di tindas ia bisa mengatasinya
Kyky ANi
biar tahu rasa itu si Joni dan Janto,, sekarang tinggal menunggu kehancuran si Rima dan Riri,,,
Anitha Ramto
sangat terharu Pembicaraan Kevin dan Kevia...yang tidak bisa memiliki Kevia karena hati Kevia hanya untuk Yoga...Kevin sahabay terbaik Via dan sll ada di pihaknya, Kevin sama Nova saja Vin kalian cocok

pasti itu Dea...yang ngadu sama Tuannya...
Cicih Sophiana
kamu punya pelindung Kevia... jgn takut hadapi mereka sgn hati yg dingin tp menyakitkan...
Kyky ANi
Bagus,,Dea,, kamu memang bukan wanita biasa,, Yoga memang ngak salah pilih,, untuk menjaga Kevia dan keluarganya,,,
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!