Aurora menjalani hukuman selama 5 tahun di balik jeruji besi. Bahkan setelah keluar dari penjara, Devandra Casarius tetap menyiksa Aurora , tanpa ampun. Apakah Devandra Casarius akan berhenti belas dendam ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora Mecca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PENGORBANAN AURORA
Tangan John menghalangi Devandra saat akan memukul kepala Aurora.
Melihat hal tersebut Aurora melepaskan diri dari Devandra dan buru buru kabur menjauh dari mereka berdua.
Sedangkan Devandra memicingkan mata karena perbuatan John.
"Maksud kamu apa, menghalangiku untuk membunuh wanita jalang itu, apa kamu tidak dengar bahwa dia ninggalin Casandra begitu saja setelah melihat ada orang tergeletak di jalan,,,heeeem apa maksudmu," ucap Devandra sambil mencengkeram kerah baju John.
"Pak Devan dengarkan saya dulu, dengan Bapak membunuh dia, itu sama saja bapak sendiri yang akan di penjara," John menjelaskan dengan hati hati karena Devandra sekarang sedang dikuasi oleh amarah dan kemarahannya.
Devandra mulai mengendorkan cengkeraman tangannya, kemudian dia melepaskan tangan dan memicingkan mata.
"Buat wanita itu hidup seperti di neraka, buat dia tak sanggup untuk hidup hingga dia menyerah untuk hidup sampai akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri, kamu paham dan satu lagi buat dia meringkuk di penjara seumur hidupnya," ucap Devandra dengan suara yang parau dan melihat John dengan tatapan tajam.
Setelah mengucapkan hal tersebut, Devandra pergi tanpa menunggu jawaban John.
Sementara Aurora pergi kerumah sakit, tempat dimana nenek Hamida di bawa oleh William.
Dengan berlari kecil Aurora menghampiri John yang terlihat mondar mandir di depan ruangan.
"Gimana keadaan nenek sayang," ucap Aurora dengan wajah memelas dan dengan tatapan yang kosong.
"Masih menunggu dokter,,, nenek lagi diperiksa," ucap William pelan.
Sebenarnya William ingin bertanya soal kejadian hari ini, namun William mengurungkan hal tesebut.
William mengelus punggung tangan Aurora, Aurora terlihat begitu terpukul dan tatapannya kosong dan matanya selalu menuju ruangan Hamida di periksa.
Setelah satu jam berlalu, dokter keluar dan melihat hal tersebut Aurora dan William beranjak berdiri dan menemui dokter.
"Gimana keadaan nenek saya dok," Aurora terlihat khawatir dan meneteskan air mata.
Dokter tersenyum dan memandang Aurora
"Alhamdulillah nenek Hamida kondisinya baik, hanya stres dan sedikit kelelahan , buat mbaknya tolong dijaga kondisi nenek Hamida yaa usahakan agar beliau tidak stres dan jangan sampai kelelahan juga,"
Aurora memandang William dan tersenyum kemudian dia mengalihkan padangan ke dokter tersebut sambil berucap
"Terima kasih dok sudah menyelamatkan nyawa nenek saya,"
Dokter tersenyum mengangguk
" sudah kewajiban kami mbak, kami permisi dulu ya dan beliau sudah bisa di jenguk,"
Aurora dan William masuk keruangan nenek Hamida, Mereka duduk dan terlihat lega.
"Maafin Aurora ya nek,,,sudah buat nenek kaya gini,"
Aurora mengelus punggung Hamida dan menciumnya.
Mendengar suara Aurora, mata nenek Hamida yang terpejam pelan pelan mulai terbuka
"Ra,,, ini kamu nak,,, kamu pulang ini hanya salah faham kan," ucap Hamida sambil mengelus rambut Aurora.
Aurora melihat wajah nenek Hamida yang penuh kekhawatiran kemudian Aurora tersenyum
"iya nek semua hanya salah faham,,, mereka salah tangkap nek buktinya ini aku bisa pulang,"
Mendengar hal tersebut William memicingkan mata dan memandang Aurora dengan tajam tanda tidak percaya namun kemudian William mencoba menormalisasikan pandangannya takut Hamida curiga.
"Alhamdulillah ,,,, nenek seneng Ra kita bisa kumpul lagi," ucap Hamida sambil memeluk Aurora dan menepuk nepuk punggungnya.
Setelah menyuapi Hamida makan dan membuat Hamida tertidur , Aurora memberi kode William agar keluar ruangan.
William mengerti maksud dari tatapan dan gerak gerik tangan Aurora, kemudian mereka berdua melangkah keluar.
Mereka duduk berdua di taman rumah sakit, sejenak pandangannya kosong, terdiam tanpa sepatah suara, begitu juga William pandangannya nanar dan meneteskan air mata sampai akhirnya Aurora membuka suara.
"Kenapa kamu gak jujur kejadian malam itu, kenapa kamu diam membiarkan aku tidak tau apa apa, harusnya kita bawa wanita itu pergi kerumah sakit, harusnya kita selamatkan nyawa wanita itu, kita seperti binatang Will," Ucap Aurora dengan suara yang semakin keras , tajam dan amarah.
William kaget dan tercengang mendengar ucapan Aurora yang begitu keras dan penuh kebencian apalagi ini pertama kalinya Aurora memanggil namanya karena Aurora selalu memanggilnya dengan sebutan sayang.
William melihat Aurora yang tertunduk dan meneteskan air mata, dia memejamkan mata dan kedua tangannya memegang bahu Aurora kemudian memeluknya.
"Aku gak menyangka semua akan jadi seperti ini, aku fikir kita aman karena tidak ada yang melihat dan tidak ada cctv di lingkungan sekitar situ."
Mendengar hal tersebut Aurora malah semakin menangis dan melepaskan tangan William.
"Apa kamu masih tidak tau kesalahanmu, kesalahan kita adalah membiarkan wanita itu kesakitan dibawah air hujan, aku gak nyangka Will kamu sekejam itu,"
"Aku memikirkan masa depan kita Ra,,, aku baru aja di angkat jadi manager,, bagaimana kalau sampai aku di penjara,, bagaimana dengan orang tuaku,,,bagaimana dengan kita," William menangis terisak dan memegang kepala.
Mereka berdua berpelukan erat mencoba saling menguatkan.
Aurora menyenderkan kepala ke bahu William sementara William mengusap rambut Aurora.
Pandangan mata mereka nanar seolah olah sudah tau apa yang akan terjadi.
"Aku titip nenek sama kamu , jaga nenek demi aku," ucap Aurora pelan dan pandangannya entah kemana.
Mendengar hal tersebut William menoleh ke Aurora dan melepaskan sandaran Aurora.
"gak gak gak,,, aku yang akan menyerahkan diri besok ke kantor polisi,, aku yang akan bilang bahwa akulah orang yang menyetir mobil tersebut dan bilang bahwa mereka telah salah tangkap, kamu gak tau apa apa Ra,"
Aurora memegang tangan William dan menangis
"Masa depanmu cerah Will, kamu punya prestasi dalam bidang apapun,, sementara aku, aku hanya wanita biasa,, percayalah ini hanya sementara setelah bebas kita masih bisa bersama lagi, jika kamu yang dipenjara semuanya akan lebih rumit, keluargamu sangat bangga atas posisimu saat ini, jangan hancurkan kebahagiaan itu Will dan satu lagi polisi gak tau kalau kamu yang menyetir,,yang mereka tau bahwa yang menyetir mobil itu adalah aku karena mobil itu atas namaku di cctv juga tidak terlihat siapa yang menyetir,"
William menangis terisak mendengar ucapan Aurora dan memeluknya.
"Maafkan aku Ra,,,maafkan aku,,, aku janji akan menjaga nenek,, setelah keluar nanti kita akan membuka lembaran baru,"
William menangis sambil berlutut di kaki Aurora, melihat william, Aurora mengusap air matanya dan merengkuh William.
"Aku tau kamu,,, kamu akan jaga nenek,"
Selanjutnya mereka berdua berpelukan sambil menangis terisak, William mencium kedua pipi Aurora, mencium kening dan kedua tangan Aurora kemudian mengusap air mata Aurora lalu melumat bibir Aurora sambil menangis.
Setelah mereka berdua lama berbicara , kini saatnya Aurora untuk pamit ke nenek Hamida.
Saat masuk keruangan Hamida, Aurora melihat Hamida sudah terbangun.
"Nenek,,, Aurora lagi seneng banget,, aku keterima kerja di Surabaya dan dapetin posisi yang bagus, apa nenek gak papa aku tinggal sendiri, nenek gak perlu khawatir William pasti akan jaga nenek, demi masa depan aku nek," ucap Aurora sambil tersenyum mencoba menyembunyikan kesedihannya.
William tersenyum dan mengangguk saat Hamida melihat William.
Hamida berfikir dan merenung dan merasa kasihan terhadap Aurora , karena selama ini Aurora sudah banting tulang, bahkan kerja jadi buruh cuci dan beberapa kerjaan lainnya.
Hamida mengangguk dan berkata,
"Kamu akan selalu ngabarin nenek kan Ra?"
Mendengar hal itu Aurora meneteskan air mata lalu dia memeluk Hamida lalu mengusapnya.
"iya nek aku akan selalu video call nenek pastinya"
Ponsel Aurora berbunyi dan ada notifikasi pesan dan pesan tersebut bertuliskan
'Datang sekarang juga atau kami jemput'.