NovelToon NovelToon
Once Mine

Once Mine

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Percintaan Konglomerat / Obsesi / Romansa / Slice of Life / Dark Romance
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Just_Loa

Sara Elowen, pemilik butik eksklusif di Paris, hidup dalam ketenangan semu setelah meninggalkan suaminya-pria yang hanya ia nikahi karena perjanjian.

Nicko Armano Velmier bukan pria biasa. Ia adalah pewaris dingin dari keluarga penguasa industri, pria yang tak pernah benar-benar hadir... sampai malam itu.

Di apartemen yang seharusnya aman, suara langkah itu kembali.
Dan Sara tahu-masa lalu yang ia kubur perlahan datang mengetuk pintu.

Sebuah pernikahan kontrak, rahasia yang lebih dalam dari sekadar kesepakatan, dan cinta yang mungkin... tak pernah mati.

"Apa ini hanya soal kontrak... atau ada hal lain yang belum kau katakan?"

Dark romance. Obsesif. Rahasia. Dan dua jiwa yang terikat oleh takdir yang tak pernah mereka pilih.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Just_Loa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

What Never Ended

Sampai malam itu.

Nicko yang berdiri di depannya sekarang…

Terlihat berbeda dari pria yang ia temui sebulan lalu, saat pernikahan mereka masih sekadar kesepakatan di atas kertas.

Sara masih berdiri di dekat ranjang, keringat dingin mulai membasahi telapak tangannya. Jantungnya berdetak terlalu cepat, bukan karena terkejut, tapi karena perasaan itu... mulai muncul lagi.

Sensasi aneh yang sulit dijelaskan.

Ketika pria itu semakin dekat, tubuhnya seperti menolak, tapi pikirannya justru membeku. Ia mengenali nada suaranya, caranya menatap... tapi tidak dengan wajahnya. Setiap kali ia mencoba fokus, seolah ada kabut tebal yang menghalangi, dan itu membuatnya panik, meski tak terlihat.

Ketakutan itu bukan tentang siapa Nicko sekarang, tapi tentang sesuatu dari masa lalu yang tidak bisa ia susun utuh. Seperti potongan gambar yang hilang dari ingatannya, tapi meninggalkan bekas tajam.

Nicko berhenti tepat di hadapannya.

“Kenapa kau pergi, Sara?” tanyanya pelan.

Tapi nadanya... tidak pelan. Ada tekanan di setiap katanya.

Sara diam.

Kepalanya sedikit berpaling, menolak untuk menatap Nicko.

“Membiarkan rumah itu kosong. Membuat semua orang bertanya-tanya,” lanjutnya. Suaranya tetap datar, tapi garis rahangnya menegang. Tangan kirinya mengepal di sisi tubuhnya, hampir tak terlihat... tapi cukup untuk menunjukkan bahwa ia menahan sesuatu.

“Apa kau pikir semua ini tak ada konsekuensinya?” tatapannya menajam. “Bagaimana kalau keluargamu tahu? Atau... Kakekku?”

Sara menahan napas. Rasa bersalah menyusup perlahan, seperti kabut tipis yang masuk melalui celah emosi yang belum tertutup. Ia tak pernah berniat mempermalukan siapa pun. Ia hanya… butuh ruang. Untuk bernapas. Untuk dirinya sendiri.

“Aku hanya… menjauh sebentar,” bisiknya pelan, penuh penyesalan.

“Sebentar?” Nicko melangkah lebih dekat. Suara langkahnya di lantai terdengar berat, tegas. Kini ia berdiri cukup dekat, hingga Sara bisa mencium aroma jas yang pria itu kenakan, maskulin, bersih, dan entah kenapa, membuat dadanya makin sesak.

“Kau hidup di luar sana, sendirian... seolah kita tak pernah menikah. Seolah tak pernah ada ikatan di antara kita. Dan tak ada yang tahu. Hanya aku, yang bangun dan sadar kau tak lagi ada di sana.”

Sara menunduk. Jari-jarinya meremas ujung bajunya. Ia tak bisa menatap matanya. Karena jika ia lakukan... ia takut tubuhnya bereaksi sebelum pikirannya sempat berpikir.

“Aku butuh ruang,” katanya akhirnya. Lirih. Patah. “Aku butuh waktu untuk mengerti... semua ini, Nick.”

Nicko tak bergerak. Tapi napasnya berubah lebih berat. Lebih dalam.

“Sayangnya, waktu bukan kemewahan yang selalu bisa kau minta,” ujarnya pelan, namun menusuk. “Tidak dalam pernikahan ini. Tidak dalam... kesepakatan yang kita buat.”

“Aku tidak bisa.”

Tangannya mulai bergetar. Jantungnya berdetak tak karuan.

“Kenapa?” Suaranya meninggi, tapi masih terkendali. “Apa aku kurang pantas? Apa aku pernah melanggar batas yang kau buat?”

Sara tak menjawab. Ini pertama kalinya Nicko bicara dengan emosi yang nyaris tak ia kenali.

“Maafkan aku…” bisiknya akhirnya, nyaris tak terdengar. “Aku pikir aku siap. Tapi ternyata semuanya terlalu cepat…”

Napasnya tak stabil.

Jantungnya berdegup di antara panik dan luka yang belum sembuh.

Tubuhnya mundur selangkah, gerakan refleks yang bahkan tak ia sadari. Seolah tubuhnya tahu… bahwa sesuatu di hadapannya adalah bahaya, meski pikirannya belum bisa menjelaskannya.

Sara menatap Nicko sesaat, tatapan itu seperti menyimpan rasa bersalah yang sulit dijelaskan.

"Aku masih belum terbiasa, bahkan saat bersamamu. Masih ada bagian dari diriku yang… takut."

Napasnya pendek. Ia menghela pelan, seakan mengumpulkan sisa keberanian.

Kemudian, perlahan ia memalingkan wajah, tak sanggup menahan tatapan pria itu lebih lama.

"Pergilah, Nick. Aku akan urus semuanya," lanjutnya pelan, tapi tegas.

Nicko hanya tersenyum.

Senyuman itu tidak hangat, justru terlalu tenang untuk pria yang sedang ditolak.

“Selama ini aku tak pernah sekalipun menyentuhmu sejak kesepakatan itu terjadi, bukan?”

Suaranya datar, tapi ada sesuatu yang tersembunyi di balik ketenangan itu.

“Lalu… apa yang sebenarnya kau takutkan dariku, Sara?”

Sara menegang. Nafasnya terhenti sejenak.

Nicko melangkah pelan, memiringkan sedikit kepalanya, ekspresinya seolah menggoda, tapi sorot matanya tajam.

“Apakah aku… terlihat seperti seseorang dari masa lalumu?” bisiknya rendah.

Tubuh Sara kaku.

Ia langsung menatapnya tajam, seolah pertahanan dirinya runtuh seketika.

“Apa maksudmu?” bisiknya cepat.

“Kau tak tahu apa pun tentangku, Nick…”

Mata mereka saling bertaut, dan untuk sesaat, keheningan menekan udara di antara mereka.

Nicko menegakkan tubuhnya.

Sekilas, senyuman muncul di wajahnya, senyuman tipis yang entah kenapa justru terasa lebih dingin dari kemarahan.

Matanya melirik ke arah tangan Sara yang gemetaran, lalu kembali menatap mata Sara yang kini dipenuhi kewaspadaan, seperti seekor rusa yang sadar tengah diburu.

“Kau…” suaranya nyaris pelan, seolah membisikkan sesuatu yang seharusnya tak terucap,

“Tak mengingatku… sama sekali?”

Sara mengerutkan kening. “Siapa yang kau maksud, Nick? Jangan bicara seolah—”

Kata-katanya terhenti. Sesuatu terasa aneh. Napasnya mulai tak stabil.

Ia mundur satu langkah, kehilangan keseimbangan. Tubuhnya membentur tepi meja kecil di sebelah tempat tidur, membuat gelas kosong di atasnya bergeser. Tangannya berusaha meraih permukaan meja, tapi cengkeramannya lemah.

“Apa... yang kamu lakukan padaku?” gumamnya lirih. Suaranya terdengar rapuh, seperti anak kecil yang terbangun dalam gelap dan tak tahu harus ke mana.

Kakinya goyah. Saat tubuhnya hampir ambruk, Nicko langsung maju dan menahan punggungnya dengan satu lengan, mendekapnya seolah menenangkan, bukan mencengkeram.

“Sedikit bantuan,” ujarnya pelan di dekat telinga Sara, suaranya terlalu tenang untuk situasi itu. Ia menunduk, menarik napas dalam-dalam di lekuk leher Sara, menghirup aroma yang selama ini ia rindukan.

“Lemonade kesukaanmu. Aku hanya menambahkan sedikit penenang. Aku tak ingin kau pingsan atau panik.”

Ia mengangkat wajahnya sedikit, menatap mata Sara yang sudah mulai kabur dan sayu.

“Aku tak akan menyakitimu, Sara.”

Jarinya menyentuh pelipis wanita itu perlahan, gerakan yang lembut tapi tak memberi ruang untuk menolak.

“Tapi aku juga tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja.”

Matanya gelap, penuh sesuatu yang sulit ditebak, antara obsesi, rasa bersalah, dan keinginan yang telah lama disimpan.

“Kau ingat malam itu?” bisiknya, nyaris seperti gumaman kepada dirinya sendiri.

“Saat kau memukul kepalaku dengan vas bunga?”

Kepalanya miring sedikit, seolah sedang mengenang sesuatu yang  ia syukuri.

Kalimat itu pelan, tapi terlalu tepat—membelah kesunyian seperti pisau tipis yang menembus pertahanan terakhirnya. Tubuh Sara langsung menegang. Bukan karena sentuhan Nicko, bukan karena efek obat. Tapi karena rasa asing yang tiba-tiba terasa sangat familiar.

Jantungnya berdebar tak beraturan. Ada sesuatu yang menggeliat dalam ingatannya, tak utuh, tapi nyata. Seperti pecahan kaca yang perlahan menyusun kembali bayangan yang telah lama hilang.

Vas bunga. Suara benturan. Darah. Napas terengah. Lengan kuat yang pernah menahannya. Wajah yang hanya dilihat sekilas dalam gelap. Tapi sekarang... perlahan menyatu. Pria itu yang berdiri di hadapannya adalah potongan yang selama ini tak bisa ia temukan.

Dan satu nama itu...

Sara menatap Nicko. Mata besarnya melebar, tak hanya karena keterkejutan, tapi juga ketakutan. Pandangannya masih kabur, tapi satu kata itu muncul begitu saja dari mulutnya, nyaris tanpa suara.

“Kau… Nathaniel?”

Suasana langsung membeku.

Nicko tak menjawab. Tapi caranya menatap Sara, tatapan dalam dan penuh beban, seolah kata itu menyayat balik dirinya, cukup sebagai jawaban. Ia diam… tapi tidak menyangkal.

Tubuh Sara mulai melemas. Pandangannya makin buram, tapi ia masih menatap pria itu… seolah ingin yakin, atau berharap ia salah.

Namun tak ada yang menyangkal.

Mulutnya masih sedikit terbuka. Ingin bicara, tapi tak ada suara yang keluar.

Lalu… tubuhnya jatuh perlahan, bersandar di dada Nicko.

Refleks, Nicko menangkapnya, lalu mengangkat tubuh Sara ke dalam gendongannya.

Pelukannya erat namun lembut, seperti menggenggam sesuatu yang terlalu berharga… dan nyaris rapuh.

Nicko menatap wajahnya yang pucat, bulir air mata masih tersisa di sudut mata Sara.

Ia bergumam pelan, nyaris tak terdengar,

“Aku sudah menunggumu terlalu lama…”

Ruangan hening, hanya suara napas dan detak jantung yang kini mengisi udara.

Dan di antara bayang cahaya lampu yang temaram dan keheningan malam yang menggantung berat, satu hal menjadi nyata:

Ini bukan lagi tentang kesepakatan.

Ini adalah obsesi yang telah tumbuh jauh lebih dalam daripada yang seharusnya.

Nicko membawa tubuh Sara keluar dari unit apartemen kecil itu, langkahnya tegas dan tanpa ragu. Di ambang pintu, Matheus sudah menunggu. Pria itu berdiri tegak, mengenakan setelan hitam rapi seperti biasa, ekspresinya tetap datar dan tak terbaca.

Begitu melihat Nicko mendekat, Matheus langsung membukakan pintu tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Nicko lewat tanpa menoleh, membawa Sara dalam gendongannya menuju lift privat yang langsung terhubung ke basement. Ketika pintu lift terbuka, mobil hitam sudah menunggu tepat di depan, posisinya pas, seperti sudah diperhitungkan.

Nicko masuk ke dalam mobil, masih dengan tubuh Sara dalam pelukannya. Ia memang tak berniat membaringkan wanita itu begitu saja. Tangannya tetap melingkar di sekitar tubuh Sara, jari-jarinya sesekali membenahi posisi kepala wanita itu agar tetap nyaman bersandar di dadanya.

Mobil meluncur mulus menembus jalanan malam, menuju bandara pribadi di pinggiran kota.

***

Jet pribadi keluarga Velmier berdiri gagah di tengah hanggar pribadi, bersinar di bawah lampu-lampu malam. Badannya ramping namun kokoh, dibalut warna abu gelap mengilat, dengan aksen perak di bagian sayap dan lambang keluarga kecil di ekornya.

Tangga sudah terbuka. Awak jet membungkuk singkat saat Nicko keluar dari mobil, masih membawa Sara di lengannya. Matheus mengikuti dari belakang, berbicara singkat pada co-pilot sebelum menutup pembicaraan dengan isyarat singkat.

Nicko menaiki tangga jet tanpa bicara, tidak sedikit pun memperlambat langkah. Begitu masuk ke dalam kabin, suasana hangat langsung menyambut, pencahayaan tenang, interior bersih, tenang, berkelas.

Ia langsung menuju sofa panjang di sisi kanan kabin, lalu perlahan membaringkan Sara di atasnya. Tangannya masih melingkar di bahu wanita itu, seolah tak mau benar-benar melepaskannya.

Ia duduk di samping tubuh Sara. Menghela napas, perlahan. Satu tangannya terangkat, menyentuh pipi Sara dengan hati-hati. Gerakannya lembut, seolah menyentuh mimpi yang sewaktu-waktu bisa kabur lagi.

Nicko menatap wajah itu lama. Matanya mengamati setiap detail yang nyaris tak berubah sejak dulu, garis alis, bentuk bibir, lekuk rahang yang ia ingat betul.

“Sudah cukup,” bisiknya pelan. “Aku sudah cukup menahan diri.”

Ia membungkuk perlahan, membelai rambut Sara sebelum akhirnya bibirnya menyentuh bibir wanita itu.

Ciumannya lembut . Penuh kerinduan yang menyesakkan dada. Tidak tergesa. Tidak sekadar sentuhan ringan.

Tapi ketika ciuman itu semakin dalam dan tangannya mulai bergerak ke sisi wajah Sara dengan lebih kuat, ia berhenti tiba-tiba.

Nicko membuka mata. Napasnya berat. Rahangnya mengeras, seolah sedang menahan sesuatu.

Tangannya masih ada di wajah Sara, tapi kini hanya menempel diam.

Ia menatap wanita itu dalam diam. Matanya tak berpaling sedikit pun dari wajah Sara. Sorotnya dalam, gelap, dan penuh sesuatu yang tak terbendung. Seolah sedang berbicara sendiri, pada dirinya, atau pada waktu yang dulu sempat mencuri semuanya darinya.

Tangannya masih menempel di pipi Sara, lembut namun menguasai. Bibirnya baru saja lepas dari ciuman panjang yang nyaris membuatnya kehilangan kendali.

Rahangnya menegang. Napasnya berat. Ia nyaris tenggelam terlalu jauh, dan itu berbahaya.

Ia memejamkan mata, kepala sedikit mendongak ke belakang, seolah menahan dorongan yang hampir tak bisa dikekang. Cengkeramannya di jemari Sara menguat, sejenak.

Dia bisa saja memilikinya sekarang.

Tapi bukan begitu cara yang ia inginkan.

Bukan seperti ini.

Bukan saat Sara masih belum sadar… masih belum benar-benar kembali padanya.

Dan itu justru membuat hasratnya membuncah lebih jauh, karena ia tahu, saat Sara terbangun, saat wanita itu membuka mata dan tak lagi bisa lari, saat itulah semuanya akan benar-benar dimulai.

Senyum muncul di sudut bibirnya, penuh kepastian.

Ia membungkuk sedikit, menatap wajah Sara dari dekat, lalu berbisik nyaris tanpa suara,

“Kau milikku, Sara. Dan setelah ini… tak akan ada tempat lain untukmu selain di sisiku.”

Ia bersandar kembali. Tapi tangannya tak lepas dari jemari Sara. Tak akan.

1
Mar Lina
akankah sara menerima cinta, Nathaniel
es batu ...
lama" juga mencair...
lanjut thor ceritanya
di tunggu updatenya
Just_Loa: siap kak trmakasih sdh mmpir 🧡
total 1 replies
Mar Lina
aku mampir
thor
Synyster Baztiar Gates
Next kak
Synyster Baztiar Gates
lanjutt thor
Synyster Baztiar Gates
Next..
Synyster Baztiar Gates
Bagus thor
iqbal nasution
oke
Carrick Cleverly Lim
Hahahaha aku baca dari tadi sampe malam, mana next chapter nya thor?!
Just_Loa: Hahaha makasih udah baca sampai malam! 🤍 Next chapter lagi direbus pelan-pelan biar makin nendang, yaaa 😏🔥 Stay tuned!
total 1 replies
Kuro Kagami
Keren, thor udah sukses buat cerita yang bikin deg-degan!
Just_Loa: Makasih banyak! 🥺 Senang banget ceritanya bisa bikin deg-degan. Ditunggu bab-bab selanjutnya yaa~ 💙
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!