Milea, Gadis yang tak tahu apa-apa menjadi sasaran empuk gio untuk membalas dendam pada Alessandro , kakak kandung Milea.
Alessandro dianggap menjadi penyebab kecacatan otak pada adik Gio. Maka dari itu, Gio akan melakukan hal yang sama pada Milea agar Alessandro merasakan apa yang di rasakan nya selama ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SelsaAulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Sinar matahari pagi menerobos celah jendela, menembus kegelapan kamar. Milea terbangun, tubuhnya terasa remuk, sakit. Bagian bawah tubuhnya terasa nyeri, mengingatkannya pada peristiwa mengerikan semalam. Ia masih terbaring lemah di atas ranjang, sepi dan sunyi. Sosok Gio telah lenyap, meninggalkan Milea sendirian, seperti barang bekas yang tak terpakai lagi.
Dengan tertatih-tatih, Milea memaksakan diri untuk bangkit. Langkahnya gontai, menunjukkan kelemahan dan kepedihan yang mendalam. Ia menuju kamar mandi, berharap air dapat membasuh luka fisik dan kenangan menyakitkan semalam.
Milea memutuskan untuk berendam dalam air hangat, mencoba meredakan rasa sakit yang masih membayangi. Air hangat membasahi tubuhnya, namun tak mampu menghapus luka batin yang begitu dalam.
Tiga puluh menit berlalu, Milea merasa kedinginan. Ia keluar dari kamar mandi, mengenakan pakaiannya dengan gerakan lamban. Tubuhnya masih terasa lemas, jiwanya masih terluka.
Milea duduk di tepi ranjang, pandangannya kosong, menatap ke luar jendela. Pikirannya melayang, mengenang peristiwa semalam. Namun, ketukan pintu membuyarkan lamunannya.
"Permisi, Nona," seorang pelayan memasuki kamar, "Saya diperintahkan Tuan Gio untuk membawa sarapan untuk Anda."
"Letakkan saja di situ, nanti saya makan," jawab Milea, suaranya datar, tanpa menoleh. Pandangannya masih tertuju ke luar jendela, mencari sesuatu yang tak akan pernah ia temukan.
"Baik, Nona," jawab pelayan itu, meletakkan nampan berisi sarapan di atas meja. Kemudian, ia keluar dari kamar, meninggalkan Milea sendirian dengan pikiran dan luka yang masih menganga.
Milea makan dengan tenang, bukan karena nafsu makan, melainkan karena kebutuhan. Perutnya keroncongan, mengingatkannya bahwa ia harus tetap kuat, bahwa ia tak boleh jatuh sakit. Statusnya di sini rawan, ia harus tetap bertahan.
Belum sempat menghabiskan makanannya, suasana tiba-tiba berubah mencekam. Para pengawal dan beberapa pelayan menerobos masuk, wajah mereka panik. Suasana tegang menyelimuti ruangan. Para pengawal dengan sigap mencabut kamera pengawas yang terpasang di kamar dan di seluruh mansion. Seorang pelayan wanita menarik lengan Milea.
"Maaf, Nona, Anda harus ikut dengan kami," ucap pelayan itu, suaranya bergetar, menunjukkan kepanikan yang sama. Ia menarik lengan Milea, membawanya berlari menuruni anak tangga.
Di samping perapian, tersembunyi sebuah tombol misterius. Pelayan itu menekan tombol itu, dan dengan cepat, lantai bergeser, berubah menjadi tangga menuju ruang bawah tanah. Suasana semakin menegangkan. Pelayan itu mendorong Milea masuk ke dalam ruang bawah tanah.
"Maafkan saya, Nona," ucap pelayan itu, suaranya berbisik, "Saya akan menjemput Anda kembali jika situasinya sudah memungkinkan." Ia kembali menekan tombol misterius itu. Tangga yang baru saja muncul, kini kembali rapat, berubah menjadi lantai seperti semula. Milea terjebak di dalam ruang bawah tanah, sendirian, dalam kegelapan dan ketidakpastian.
Milea tak tahu apa yang terjadi di luar sana, mengapa ia harus bersembunyi di ruang bawah tanah yang gelap gulita ini. Kegelapan menyelimuti, membuatnya merasa takut dan sendirian.
Ia melangkah perlahan, menelusuri lorong sempit yang panjang dan gelap. Tangannya meraba dinding, mencari pegangan. Tanpa sengaja, jari-jarinya menyentuh sebuah tombol. Ia penasaran dan menekan tombol itu. Seketika, ruangan yang semula gelap gulita kini terang benderang. Lampu menyala, menyingkapkan lorong yang panjang dan sunyi.
Milea terus melangkah, menelusuri lorong itu hingga akhirnya tiba di sebuah ruangan. Ruangan itu cukup luas, terdapat ranjang dengan sprei berwarna pink, meja kecil, dan sofa. Suasana ruangan seperti kamar tidur anak gadis, rapi dan bersih. Namun, ruangan itu kosong, tak ada seorang pun di sana.
"Kenapa ada kamar di ruang bawah tanah seperti ini?" Milea bergumam, suaranya bergema di ruangan yang sunyi. Keheranan dan rasa ingin tahu memenuhi hatinya.
Kamar itu bersih, terawat dengan baik. Sprei ranjang beraroma harum, seperti baru saja diganti. Milea duduk di tepi ranjang, merasakan kenyamanan yang tak terduga. Aroma sprei yang lembut itu sedikit menenangkan hatinya yang tengah dipenuhi oleh ketakutan dan kebingungan.
Kelelahan dan ketegangan yang selama ini menyelimuti Milea, akhirnya mengalahkannya. Ia memutuskan untuk berbaring di ranjang yang empuk itu. Sprei berwarna pink terasa lembut di kulitnya, memberikan sedikit kenyamanan di tengah situasi yang mencekam. Perlahan, kelopak matanya terasa berat. Pikirannya melayang, mengingat kembali peristiwa yang telah dialaminya. Namun, seiring berjalannya waktu, rasa kantuk yang begitu dalam menguasainya.
Tanpa disadari, Milea tertidur. Tidurnya begitu lelap, nyenyak. Seakan-akan, semua masalah dan ketakutannya sirna begitu saja. Ia tertidur dengan damai, di dalam ruangan tersembunyi di ruang bawah tanah, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan di atas. Milea menemukan kedamaian sementara, istirahat yang ia butuhkan untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi.
*
*
*
"Akhirnya, aku menemukan mansion-mu, Gio," gumam Alessandro, suaranya bergetar menahan amarah. "Aku akan segera menemukan bukti kejahatanmu terhadap adikku!" Ia tak sabar lagi, ingin segera menemukan Milea, adik perempuannya yang hilang. Beberapa hari terakhir ia berjuang keras mendapatkan surat izin penggeledahan, dan akhirnya, ia berhasil.
Alessandro berdiri di depan pintu utama mansion Gio, mengamati setiap sudut bangunan dengan cermat. Ia merasakan ketegangan yang luar biasa, campuran antara harapan dan kecemasan.
Tiba-tiba, Gio muncul. Ia menghampiri Alessandro dengan langkah tenang, wajahnya datar tanpa ekspresi.
"Silakan geledah mansion-ku sepuasnya," ucap Gio, suaranya tenang, menunjukkan kepercayaan diri yang berlebihan. "Aku tidak pernah menyembunyikan adikmu."
"Aku tidak akan mengampuni-mu jika sampai aku menemukan Milea di sini!" Alessandro mengancam, suaranya keras, menunjukkan tekadnya yang bulat.
Gio hanya menatapnya, lalu memberikan isyarat kepada anak buahnya untuk membuka pintu utama. Alessandro dan rekan-rekannya segera berpencar, mencari jejak-jejak keberadaan Milea.
"Di mana kamu, Milea? Aku sangat merindukanmu," gumam Alessandro lirih, suaranya penuh dengan kesedihan. Wajahnya sendu, kekhawatiran terpancar jelas dari sorot matanya.
Pencarian berlangsung lama, namun tak membuahkan hasil. Alessandro dan rekan-rekannya tak menemukan apa pun. Namun, Alessandro tak menyerah. Ia menyelipkan sebuah kamera kecil di dalam pot bunga, setelah memastikan alat itu berfungsi dengan baik, Alessandro menghampiri Gio yang duduk tenang di sofa.
"Bagaimana? Apa kau menemukan sesuatu?" Gio bertanya, suaranya seakan mengejek Alessandro.
"Aku akan segera menemukannya," jawab Alessandro, suaranya tegas, menunjukkan keyakinannya. Ia mengajak rekan-rekannya meninggalkan mansion Gio, membawa harapan untuk segera menemukan Milea.
Semangat terus kak 💪
di tunggu back nya 🥰