Dia bukan cucu kyai, bukan pula keturunan keluarga pesantren. Namun mendadak ia harus hidup di lingkungan pesantren sebagai istri, cucu dari salah seorang pemilik pesantren.
Hidup Mecca, jungkir balik setelah ditinggal cinta pertamanya dulu. Siapa sangka, pria itu kini kembali, dengan status sebagai suami.
Yuukk, ikuti cerita Mecca dengan segala kisahnya yang dipermainkan oleh semesta. Berpadu dengan keromantisan dari Kenindra, suami sekaligus mantan kekasihnya yang pernah sangat ia benci dulu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yazh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kiss
Selamat membaca...
Warning ada zona baper, mohon maap.
.
.
.
Dalam perjalanan pulang ke apartemen, Mecca terus terdiam. Pikirannya disibukkan oleh keributan yang disebabkan oleh Darren. Ia tidak bisa tenang. Meskipun Darren mungkin tidak terdampak dari ulahnya kali ini, Mecca yakin ia bisa saja memikirkan cara lain untuk mengusiknya. Kekhawatiran bukan tanpa alasan. Darren mempunyai cukup banyak akses dengan orang-orang penting yang kebetulan klien Mecca juga. Kalau kemarin saja ia nyaris mencelakakan nyawa Mecca, bukan tidak mungkin setelah ini akan lebih keterlalua lagi pembalasan dendamnya.
"Mau langsung ke apartemen atau ke mana dulu?" tanya Kenindra, memecah keheningan.
"Ke minimarket sebentar, ya? Ada yang mau aku beli," jawab Mecca.
Sesampainya di minimarket, mata Mecca langsung tertuju pada rak berisi cokelat batang. Ia mengambil hampir sepuluh batang, lalu dengan cepat menghubungi Chacha untuk meminta dibelikan soju. Pikirannya yang kacau butuh sesuatu untuk menetralisirnya, dan ia merasa butuh soju serta cokelat untuk melampiaskannya. Hanya dua benda itu yang biasanya mampu meredam suasana hatinya yang memburuk.
Setelah membayar, Mecca dan Ken kembali ke apartemen. Tanpa banyak bicara, Mecca langsung mendaratkan pantatnya dengan nyaman di lantai balkon. Tangannya sibuk mengupas bungkus sebatang cokelat. Ken hanya menggeleng seraya tersenyum, melihat tingkah Mecca yang seperti anak kecil. Namun, senyumnya seketika lenyap saat tangan Mecca sudah akan menenggak sebotol soju. Ken dengan sigap menahan tangannya.
"Ini... dapat dari mana?" tanya Ken cepat, kedua alisnya terangkat. Buru-buru ia mengambil alih botol itu dari tangan Mecca dan membaca kandungan di dalamnya. "Ada alkoholnya, kan?"
"Mmm... iya, tapi cuma sedikit, kok, kandungan alkoholnya," bujuk Mecca. "Hehehe, boleh ya? Sedikit aja biar pikiranku sedikit teralihkan. Ini nggak akan bikin mabuk, Mas. Aman, kok, pokoknya."
Ken menggeleng pelan, tidak setuju. Tanpa ragu, ia segera membereskan botol soju itu setelah membuang isinya di dalam wastafel. Bibir Mecca langsung mengerucut, ia protes. Pikirannya benar-benar kacau beberapa hari ini, dan dadanya terasa sangat tidak nyaman. Hanya sensasi dari soju yang ia butuhkan sekarang.
Ken menghela napas beratnya, kembali duduk di hadapan Mecca. "Mau tahu apa yang lebih ampuh untuk mengalihkan pikiranmu? Biar lebih tenang," tanya Ken, suaranya pelan dan dalam.
Kedua bola mata Ken salah fokus pada bibir Mecca yang tidak tertutup rapat. Sontak, Mecca menggigit bibir dalamnya. Jantungnya mulai bertalu gila-gilaan karena tatapan intens Ken.
"Ap-apa?" tanya Mecca gugup. Gila! Perempuan independent, dan keras kepala itu benar-benar gugup sekarang.
Tangan Ken mulai bergerak ke atas, menangkup sebelah pipi Mecca, lalu mengusap rahangnya dengan lembut. Mecca tidak menghindar sedikitpun. Ia bahkan menikmatinya meski genderang dalam dadanya makin bertalu keras. Wajah suaminya perlahan mendekat. Sangat dekat sampai Mecca bisa merasakan napas hangat menyapu kulit wajahnya. Then, Mecca menutup mata saat bibir Ken nyaris menempel pada bibirnya, menyalurkan hawa panas yang seketika menjalar ke seluruh tubuh. Mecca ingin mendorong prianya sedikit menjauh, namun tak ada daya untuk itu, jangankan menolak, untuk napas saja dia kesusahan. Mecca membiarkan semuanya terjadi, pasrah.
Mecca makin kehilangan kewarasan ketika bibir mereka benar-benar berkenalan secara langsung. Napasnya terasa tersangkut di tenggorokan, bahkan untuk menelan ludah saja ia kesulitan.
"Napas, sayang," ucap Ken, terkekeh pelan. Ia mengecup bibir Mecca sekilas, lalu menjauhkan sedikit wajahnya.
Hufhh... Entah seberapa merah wajah Mecca sekarang. Matanya memejam begitu erat menahan malu sekaligus sensasi mendebarkan yang luar biasa.
" Feel better?" tanya Ken lagi, mengusap bibir Mecca dengan ibu jarinya.
Debaran jantung makin menggila. Ini bukan kali pertama Ken menciumnya. Ken adalah ciuman pertamanya dulu. Dulu pun Ken sering melakukannya, tapi kenapa kali ini getaran yang ia ciptakan seakan melumpuhkan seluruh saraf dalam tubuh Mecca? Ini bukan nafsu, lebih ke salting brutal.
Kecupan tadi terasa begitu tulus. Penuh kasih sayang. Bukan ingin dalam versi mesum, tapi ingin menggantikan fungsi soju untuk membuat Mecca kembali baik-baik saja. Hanya satu kecupan saja sudah membuat Mecca salah tingkah maksimal. Bagaimana kalau sampai skidipapap??? Ia tidak pernah merasakan butterfly effect separah ini saat dicium pria lain. Bahkan Darren, yang katanya kisser handal, tidak bisa memberikan efek segila ini.
Mecca merasa malu dan ingin berhenti sampai di sini. Namun, hatinya sulit mengelak. Sentuhan tangan Ken yang masih mendarat mesra di rahang Mecca menghilangkan akal sehat. Rasa malu dala diri gadis itu lenyap.
Apa itu malu? Dia suamiku, kan?
" May I want more?" berani sekali Mecca meminta lagi. Tanggapan Ken, awalnya hanya terkekeh pelan, tak ingin menyia-nyiakannya. "Sure.." bibir mereka kembali beradu, Kenindra yang memimpinya, melumat pelan, sangat pelan seolah tak ingin menyudahinya.
Mecca tersenyum dalam hati. Sah-sah saja kan kalau cewek minta duluan?
Gimana menurut kalian? Sah kan cewek meminta duluan?
Dalam tanda kutip, sudah halal loh yaaa?
Jomblo minggir dulu, wkwkwk
easy going lah crtanya, menghibur tp gak menjemukan👍👍👍