NovelToon NovelToon
Gelora Cinta Sang Bodyguard

Gelora Cinta Sang Bodyguard

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Cintamanis / Mafia / Pengantin Pengganti Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:5.9k
Nilai: 5
Nama Author: nonaserenade

Benjamin ditugaskan kakaknya, menjadi pengawal pribadi Hayaning Bstari Dewi Adhijokso, putri bungsu ketua Jaksa Agung yang kehidupannya selama ini tersembunyi dari dunia luar.

Sejak pertama bertemu, Haya tak bisa menepis pesona Ben. Ia juga dibantu nya diperkenalkan pada dunia baru yang asing untuknya. Perasaannya pun tumbuh pesat pada bodyguard-nya sendiri. Namun, ia sadar diri, bahwa ia sudah dijodohkan dengan putra sahabat ayahnya, dan tidak mungkin bagi dirinya dapat memilih pilihan hatinya sendiri.

Tetapi, segalanya berubah ketika calon suaminya menjebaknya dengan obat perangs*ng. Dalam keputusasaan Haya, akhirnya Ben datang menyelamatkan nya. Namun Haya yang tak mampu menahan gejolak aneh dalam tubuhnya meminta bantuan Ben untuk meredakan penderitaannya, sehingga malam penuh gairah pun terjadi diantara mereka, menghilangkan batas-batas yang seharusnya tidak pernah terjadi di malam itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nonaserenade, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

8. Waktu Berdua Saja

...•••...

"Saya temani Nona malam ini, sayapun sudah melapor pada Pak Brata."

"Apa Ben? Apa kamu laporkan perbuatan si keparat itu kepada Papaku?" Haya beriak menatap Ben dengan mata membesar.

"Saya ingin, tapi saya tidak selancang itu jika Nona tidak mengizinkan."

Haya terdiam lagi, namun satu menit kemudian ia membuka suara, menatap Ben dengan mata menyayu. "Apa kamu pikir aku perempuan bodoh sehingga mau-mau nya dibeginikan oleh pria seperti itu Ben?"

Ben tentu menggeleng, ia tak memiliki pikiran seperti itu. "Saya tidak berpikir begitu. Saya tahu bahwa Nona pasti memiliki alasan yang kuat."

Haya tersenyum tipis. "Kalau begitu terimakasih, maka tolong temani aku malam ini, maukah Benji?"

"Tentu saja Nona, jadi nona ingin pergi kemana?"

"Aku dengar ada pasar malam dekat sini, semoga saja masih open. Apa kamu mau menemaniku untuk pertama kali menginjakkan kaki di pasar malam Ben?"

Ben menatap lekat binar yang kembali dalam netra Hayaning. "Dengan senang hati."

•••

Sesampainya di pasar malam, suasana riuh penuh dengan cahaya lampu warna-warni langsung menyambut mereka. Aroma manis gula kapas bercampur dengan harum makanan kaki lima tercium di udara, sementara suara tawa dan teriakan antusias dari wahana permainan bergema di sekeliling mereka.

Haya berjalan pelan di samping Ben, matanya berbinar menatap segala sesuatu dengan penuh rasa ingin tahu. Ada secercah kebahagiaan yang perlahan muncul di wajahnya, meskipun sisa ketakutan masih terlihat di sorot matanya.

Ben memperhatikan Haya dengan seksama, memastikan langkahnya tetap aman di antara kerumunan orang. "Nona ingin mencoba sesuatu?" tanyanya dengan nada yang dicoba dilembutkan.

Haya mengangguk kecil, lalu menunjuk ke arah sebuah stan permainan lempar gelang. "Aku mau coba yang itu."

Ben tersenyum tipis. "Baik, ayo kita coba."

Mereka berjalan ke arah stan, dan Haya segera mengambil beberapa gelang, bersiap untuk melemparnya ke botol-botol yang berjajar. Usahanya tidak langsung berhasil, beberapa kali gelang yang dilempar meleset, membuatnya mengerutkan dahi.

"Sepertinya aku buruk dalam hal ini," gumamnya sambil tertawa kecil.

Ben, yang sejak tadi memperhatikan, mengambil satu gelang dan menunjukkannya pada Haya. "Biar saya tunjukkan caranya."

Dengan satu lemparan yang tepat, gelang itu melingkar sempurna di leher botol, membuat penjaga stan bersorak kecil. Haya melongo sejenak sebelum tertawa. "Kamu hebat juga ya!"

Ben hanya mengangkat bahu. "Mungkin karena latihan membidik."

Haya tertaw, lalu mengambil gelang lainnya dan mencoba lagi, kali ini dengan lebih fokus. Setelah beberapa kali percobaan, akhirnya ia berhasil, dan ekspresi wajahnya berubah cerah seketika.

"Aku berhasil!" serunya dengan penuh semangat.

Ben menatapnya dengan lembut. "Saya tidak pernah meragukan Nona."

Saat mereka melanjutkan berjalan, Haya berhenti sejenak di depan kios makanan dan menunjuk ke arah es krim gulung yang dibuat dengan atraksi menarik. "Aku mau yang itu!"

Ben membeli dua porsi, satu untuk Haya dan satu untuk dirinya sendiri, meskipun ia lebih banyak memperhatikan Haya yang menikmati es krimnya dengan penuh kegembiraan.

"Aku rasa... aku butuh ini, suasana yang tidak mengintimidasi," ujar Haya pelan, suaranya terdengar lebih ringan. "Setelah semua yang terjadi hari ini."

"Maka Nona pantas mendapatkannya."

Haya terdiam sejenak, lalu menghela napas pelan. "Terima kasih, Ben..."

Ben hanya mengangguk, lalu melirik ke arah wahana bianglala di ujung sana. "Bagaimana kalau kita naik itu?" tanyanya, berusaha menjaga suasana hati Haya tetap baik.

Haya menatap ke arah bianglala yang berputar perlahan, lalu mengangguk dengan antusias. "Ayo!"

Ketika mereka sudah berada didalam bianglala, tetiba Haya jantung Haya berdetak cukup kencang. "Ben ini amankan? Aku...aku takut."

"Mungkin,"

"Hah?"

Ben tersenyum tipis. "Ada saya disini Nona, jangan khawatir."

Haya berdecak pelan. "Ish... Bukan apa, tapi aku sering lihat itu di film, permainan seperti ini suka macet ditengah jalan."

Ben kembali mengedikan bahunya. "Bisa jadi,"

"Ben... Jangan bercanda." Haya memasang wajah merengut.

Ben terkekeh pelan, sangat pelan. "Saya bercanda nona Hayaning, semuanya akan baik-baik saja."

"Bercandaan mu garing!" Namun akhirnya Haya dapat tertawa juga.

Selesai menaiki wahana bianglala, Haya penasaran dengan wahana rumah hantu. Ia ingin sekali mencoba memasuki rumah yang sengaja dibuat menyeramkan itu.

"Ben, aku ingin coba masuk," ujarnya sambil menatap papan besar bertuliskan ‘rumah hantu berdarah' yang terpampang di atas pintu masuk.

Ben melirik bangunan gelap itu dengan ekspresi datar. "Nona yakin? Kalau nanti takut, bagaimana?"

Haya menegakkan tubuhnya dengan percaya diri. "Aku ngga takut! Ini kan cuma bohongan," ucapnya sambil melangkah ke depan, meskipun ada sedikit keraguan di suaranya. "Lagipula kan ada kamu, Benji."

Ben tersenyum tipis dan mengikuti dari belakang. "Baiklah kalau Nona berani, ayok kita masuk."

Saat mereka masuk, suasana langsung berubah menjadi gelap dan suara-suara menyeramkan mulai terdengar. Lampu kelap-kelip di lorong sempit menciptakan bayangan aneh di dinding, sementara efek suara jeritan samar terdengar dari kejauhan. Haya berjalan dengan langkah hati-hati, tangannya secara refleks meraih lengan Ben.

"Ben, aku mulai menyesal," bisiknya pelan.

Ben menahan tawa kecilnya. "Nona baru saja bilang ini bohongan."

"Tetap saja, auranya seram!" Haya merapat lebih dekat kearah Ben.

Tiba-tiba, seorang aktor berwajah menyeramkan dengan pakaian biarawati muncul dari balik tirai gelap, membuat Haya berteriak dan langsung memeluk Ben erat-erat. Ben yang sudah bersiap hanya tersenyum santai, sementara Haya menutup wajahnya di dada pria itu.

"Ben! Aku benci ini!" rintihnya pelan.

Ben menepuk punggung Haya dengan lembut. "Tenang, Nona. Hantu-hantu itu hanya orang yang sedang bekerja mencari nafkah."

Haya mendongak, menatap Ben dengan kesal. "Kamu ngga takut sama sekali ya?"

"Sudah biasa melihat hal yang lebih menakutkan dalam hidup ini, Nona. Lagipula apa yang perlu ditakutkan dengan permainan seperti ini?"

Haya mendecak sebal. "Ugh, kamu ngga seru!"

Namun mereka tetap melanjutkan wahana rumah hantu sampai ketika ada hantu legend bernama tuyul hendak berlari kearah Haya, ia segera melompat kedalam pangkuan Ben.

Ben refleks menangkap tubuh Haya yang melompat ke arahnya, kedua lengannya dengan sigap menopang tubuh perempuan itu. Haya yang awalnya ketakutan kini malah terpaku dalam diam, menyadari posisinya yang berada di pangkuan Ben.

"Nona," suara Ben terdengar datar, tetapi ada nada geli yang sulit disembunyikan di sana.

"Tuyulnya sudah lewat."

Haya menoleh perlahan, memastikan bahwa makhluk kecil berkepala plontos itu benar-benar sudah pergi sebelum kembali menatap Ben dengan wajah merona. "Aku... aku cuma kaget!" kilahnya, kembali bersembunyi dibalik leher Ben, Haya tak berniat turun dari tubuh kekar pria ini.

"Jangan turunkan aku Ben, aku sungguhan takut!"

Ben menahan napas sejenak, merasakan bagaimana tubuh Haya menempel erat padanya. Ia bisa merasakan gemetar halus dari tubuh perempuan itu. "Tenang, Nona. Saya tidak akan menjatuhkan Nona," ucapnya dengan suara yang dalam dan menenangkan.

Haya semakin mempererat pelukannya, "jalan Benji, jalan."

Ben hanya mengangguk, langkahnya mantap menyusuri lorong gelap rumah hantu yang dipenuhi suara-suara menyeramkan. Haya tetap memeluknya erat, wajahnya terkubur dalam l*her Ben seolah tak ingin melihat apa pun yang ada di sekitarnya.

Ben menggendong Hayaning sampai mereka akhirnya keluar dari wahana rumah hantu. "Nona, kita sudah keluar," ujar Ben dengan tenang.

Haya perlahan membuka mata dan melihat sekeliling. Cahaya lampu pasar malam yang berwarna-warni menyambutnya, dan suara hiruk-pikuk orang-orang kembali terdengar, menggantikan atmosfer menegangkan di dalam rumah hantu tadi.

Haya menghela napas lega, lalu dengan canggung turun dari gendongan Ben. Ia menunduk, menghindari tatapan pria itu. "Uh... maaf, aku... aku sudah lancang," gumamnya, merasa wajahnya mulai memanas karena malu.

Ben menatapnya datar seperti biasa, tetapi ada sedikit senyum samar di sudut bibirnya. "Tidak masalah, Nona. Saya benar-benar tidak mempermasalahkan."

"So, selanjutnya Nona ingin mencoba wahana apa lagi?"

Haya nampak berpikir, ia tak ingin malam ini cepat berlalu dengan kebersamaan menyenangkan ini.

"Sudah cukup coba wahananya. Aku lapar, aku pingin coba makanan kaki lima, Ben."

"Nona yakin?"

"Tentu saja. Aku malah kepingin banget sejak dulu, tapi Papa selalu melarangku makan makanan pinggir jalan. Katanya tidak sehat, tapi aku selalu ngiler setiap melihat food vlogger di media sosial mereview makanan-makanan gerobakan."

Ben mengangguk pelan, menatap Haya dengan ekspresi yang sulit ditebak. "Kalau begitu, ayo kita jajan gerobakan."

Haya tersenyum lebar, matanya berbinar penuh antusias. Tanpa menunggu lama, Haya langsung menarik tangan Ben menuju deretan kios makanan yang berjejer di sepanjang jalan. Aroma makanan yang menggoda langsung menyambut mereka, dari sate ayam yang dibakar di atas arang hingga aroma gurih dari martabak yang baru matang.

"Aku mau yang itu!" Haya menunjuk ke sebuah gerobak yang menjual bakso bakar dengan berbagai bumbu pilihan.

Ben hanya mengikuti langkah Haya yang bersemangat, melihat bagaimana nona mudanya itu tampak seperti anak kecil yang baru pertama kali melihat dunia luar.

"Satu porsi bakso bakar pedas, dan satu yang original," ujar Haya kepada penjual dengan semangat.

Tak lama, pesanan mereka tiba. Haya menggigit bakso bakarnya dengan lahap, "enak banget, ini enak banget Benji."

Ben tak lepas menatapnya, jadi ada apa dengan dirinya? Tidak, ia hanya turut lega melihat perempuan di hadapannya ini tidak menangis lagi seperti beberapa jam lalu.

"Nona, sausnya..." Ben mengulurkan tangannya dan menyeka noda saus di sudut bibirnya.

Haya terdiam sejenak saat jari Ben menyentuh bibirnya, gerakannya begitu alami namun entah kenapa membuat pipinya memanas. Ia tertawa kecil untuk meredakan kegugupannya. "Ah... aku selalu berantakan kalau makan," ujarnya, mencoba bersikap santai.

Ben menarik tangannya kembali, lalu menghela napas pelan. "Tidak apa-apa, nona."

Haya tersenyum kecil lalu kembali menggigit bakso bakarnya dengan ekspresi sedikit malu. Namun setidaknya, malam itu, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Haya merasakan pengalaman barunya bersama seseorang yang ia sukai keberadaannya.

1
JustReading
Sama sekali tidak mengecewakan. Sebelumnya aku berpikir bakal biasa saja, ternyata sangat bagus!
Nadeshiko Gamez
Mantap thor, terus berkarya ya!
Ludmila Zonis
Bravo thor, teruslah berkarya sampai sukses!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!