Dimana masih ada konsep pemenang, maka orang yang dikalahkan tetap ada.
SAKA AKSARA -- dalam mengemban 'Jurus-Jurus Terlarang', penumpas bathil dan kesombongan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Magisna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
AKSARA 22
Siang di jam istirahat.
Saka mengabaikan ajakan Jono ke tongkrongan belakang. Alasannya jujur, "Gua mau nemuin calon pacar, jangan ada yang ganggu!"
"Gak mau kenalin sama gua?!" kata Jono. "Kenalin lah, Sak!"
"Tar kalo uda jadian."
Jono melotot sementara Baim hanya mengedik bahu.
Saka sudah melanting keluar kelas dengan semangat penuh.
"Beneran jatuh cinta 'tu anak. Romannya segeran.” Jono geleng-geleng. "Lu gak mau tahu, Im? Ikutin yuk!"
"Kagak!" Baim bangkit dari bangkunya. "Gua mau ke perpus."
"Buset!"
Di tempat Saka.
Langkah semangatnya terayun lebih cepat dari biasa. Menuju kelas Gendhis di gedung sebelah.
Namun saat kaki menjejak separuh jalan, ponsel di saku celana bergetar panjang.
Saka menghentikan langkah untuk melihat siapa gerangan yang menghubungi. Mungkin saja Gendhis, 'kan?
Namun ternyata bukan. "Liona," gumamnya, dengan kening berkerut. Lalu mengangkat, "Ya."
"...." Liona lumayan panjang bertutur kata.
"Kamu di deket sekolah aku?" Saka melongok ke arah gerbang.
“....”
Dia nampak berpikir setelah mendengar jawaban Liona yang ditambah kalimat lain. Pandangannya jatuh ke depan, ke arah yang menuju kelasnya Gendhis, lalu .... "Oke deh, aku ke sana sekarang. Tunggu bentar, ya."
Panggilan diputus setelah jawaban 'ya' dari Liona di seberang panggilan.
"Nanti aja ketemu Gendhis-nya deh. Tar gua hubungin belakangan." Setelah memutuskan, langsung melejit.
Tidak mengenakan motornya, Liona mengatakan berada di halaman minimarket yang terhalang satu gedung saja dengan sekolah Saka.
Alpamaret yang itu, Saka tentu tahu.
Hanya satu setengah menit, dengan larinya, Saka sudah tiba di sana.
"Hai, Li," sapanya langsung mendaratkan diri, duduk di kursi bersebrang Liona, napasnya rusuh pasca berlari.
"Hai, Sak," balas ramah Liona.
Ada beberapa anak sekolah Saka yang baru keluar dari area dalam minimarket, mereka habis jajan atau mungkin membeli puntung.
Saka jadi tak nyaman saat tatapan anak-anak itu menyorotnya lamat. “Kamu yakin ke sini aman, Li? Gimana kalo Yordan tahu? Nanti jadi masalah lho," ujarnya sembari meraih satu cup minuman jeruk yang disodorkan Liona ke arahnya, lalu menyedot dengan tergesa sampai tenggorokannya bergerak-gerak.
"Aku gak tahu, Sak. Tapi kayaknya di sini gak ada yang kenal aku," jawab tenang Liona, dia mengenakan topi dan kacamata serta tubuh dibalut sweater. Sudah seperti artis.
Saka manggut saja. "Trus, ada apa kamu temuin aku langsung kayak gini? Kenapa gak lewat chat aja gitu? Kan lebih gak beresiko pacar kamu tahu."
Liona berdecak dengan bibir yang dimanyunkan. "Pacar apaan, sih?! Aku sama Yordan gak pernah pacaran. Dia aja sendiri yang anggap begitu. Aku gak pernah terima dia."
"Serius kamu?!" Saka cukup terkejut.
"Hmm," tanggap Liona, lalu menyeruput es bobanya yang masih penuh.
"Kok bisa? Kan dia ganteng banget. Aku aja gak ada setengahnya," kata Saka, merendah. Tapi dia jujur, fisik dan paras Yordan memang bukan tandingan.
Mendengar kalimat itu, wajah Saka jadi sejurus perhatian Liona, tatapannya mendalam. "Kamu cakep kok, Sak," katanya lantas. "Manis ... tinggi ... ceria lagi."
Saka sampai tersedak mendengar itu, lalu .... "Hahaha!"
Liona mengerut kening, padahal dari cara bicara dan ekspresi, dia sangat jujur dengan tanggapannya terhadap Saka. "Kok ketawa?"
"Kamu udah kayak mama aku tahu!"
"Dih!" Liona mencebik bibir. "Orang aku serius.”
"Oke, oke.” Saka mengalah. "Nona Liona, Saka Aksara ini mengucapkan terima kasih banyak atas pujian indah Nona. Saka tersanjung sekali sampai susah turun."
Liona berdecak.
"Hahaha." Setelah tertawa lagi, mengalihkan tema tentang dirinya, Saka penasaran dengan hal lain. Ekspresinya kembali biasa. "Trus kalo bukan pacar, kenapa kamu sampe sebegini repot, pake atribut miripan artis yang takut dikejar penggemar?"
Liona membeliak sembari membenturkan punggung ke sandaran kursi. "Kamu gak tahu seberapa seremnya Yordan, sih, Sak!" ujarnya, mencuat perasaan kesalnya di dasar wajah. “Muka emang gak kalah sama aktor Korea, tapi aku tu risih. Tiap aku deket sama temen cowok, pasti temen aku itu abis dibikin babak belur sama dia. Ujung-ujungnya kepaksa harus aku jauhin. Aku jadi gak bisa bebas berteman gara-gara sikapnya yang overprotektif padahal kami nggak pacaran sama sekali."
Cukup jelas dan panjang lebar, Saka sampai menganga. "Sekeren itu?
Entah pertanyaan jenis apa dari mulut si Saka itu, Liona melengak. “Kok keren? Aku risih tahu! Ngada-ngada kamu!"
"Keren lah, Li. Tandanya dia cinta mati sama kamu.”
"Cinta mati palamu! Gebukin orang kok keren.”
Saka terkekeh lagi. "Oke deh, gak usah bahas lagi. Jadi balik ke pertanyaan tadi, apa yang bawa kamu sampe datang langsung ke sini nemuin aku?"
Raut wajah Liona langsung mendatar. Sesaat menarik napas, lalu merunduk. Cukup memakan puluhan detik sampai Liona kemudian menjawab, "Agak aneh sih." Terdengar ragu. "Tapi ... gak tau kenapa ... aku pengen banget liat kamu langsung kayak gini, Sak."
Halah siah ....
ー
Malamnya di sebuah tempat serupa markas, dua lantai. Seluruh dinding dipenuhi coretan seni graffity berbagai bentuk, mula dari tulisan hingga seni rupa dan karikatur.
Di lantai satu, terlihat beberapa remaja lelaki bermain game online bersama-sama, lainnya bermain catur dan ada juga yang memadu kasih di pojok ruang dengan cahaya minim.
Lantai duanya, menempel dengan pagar pembatas loteng, selingkar sofa dengan satu kursi panjang dan dua yang cukup untuk sebadan, Ricky dan Yordan ada di sana.
"Apa lu bilang, Rick?!" Yordan terperanjat mendengar sesuatu yang baru saja diberitahukan Ricky dengan nada bercanda.
"Ck! Kayaknya lu harus beneran pasang susuk yang banyak, Bro. Lu kalah pamor sama bocah yang namanya Saka itu."
Raut wajah Yordan berlawanan dengan Ricky, sudah tidak bisa diajak bercanda lagi. "Lu gak lagi becandain gua doang kan, Rick?" Dia memastikan bahwa dirinya tak sedang dikerjai Ricky.
Jawaban Ricky tidak lagi dengan kata. Telapak tangannya meminta ke belakang tanpa menoleh. Seorang laki-laki muda lain seusia mereka yang sepertinya berperan sebagai jongos memberikan sebuah ponsel ke telapak Ricky yang kosong itu.
Sebentar Ricky memainkan jari-jemari di ponsel untuk masuk ke laman yang dibutuhkannya.
"Nih."
Sedikit dengan ragu, Yordan mengambil ponsel dengan layar menyala yang disodorkan Ricky ke hadapannya.
Sebuah video yang di dalamnya berisi ... pemandangan Saka Aksara dan Liona Sasmita saat di depan minimarket siang tadi, terekam jelas dengan kualitas gambar tinggi.
"Gua gak sengaja rekam, cuma kebetulan lewat aja waktu di mobil." Ricky berujar santai, tetap dengan senyum lucu yang maknanya tetap tersirat jahat.
Jika Yordan adalah api, maka rekaman video itu adalah bensin. Dalam sekejap, matanya berubah memerah padam, rahang mengeras dengan gigi beradu ketat.
"Cari mati anak ini."
sama-sama beresiko dan bermuara pada satu orang.. yordan..
🙏