Ini cerita tentang gadis yang periang, cantik dan pintar. Nina namanya, sekarang berusia 17 tahun dan telah masuk Sekolah Menengah Atas, dia tinggal bersama 2 saudarinya dan kedua orangtuanya. Mereka tinggal di sebuah desa kecil dengan pemandangan alam yang indah. Tinggal di sana bagaikan tinggal di surga, penuh dengan kebahagiaan. Namun, ada satu masalahnya. Dia diam-diam suka sama seseorang,....Ayo tebak siapa yang dia sukai yah??...
lanjut baca part-nya !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hijab Art, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 8
"Nyam...nyam!, mm...enak!" Ucapku seraya melahap somai, salah satu jajanan yang ada di area lomba.
Orang pada fokus sama lomba, sementara aku menikmati jajanan yang ada di sini. Teman-teman yang lain pada support Iyan, aku yang malas liat Iyan mending pergi makan.
"Malas banget liat dia sok keren di atas panggung", ucapku.
"Hah?, apa neng?, mau nambah lagi?", ucap tukang somai yang berada dihadapanku. Kayaknya nih tukang Somai sengaja bilang gitu,
" Mm..boleh bang!, satu tusuk lagi yah!", ucapku seraya menunjukkan tangan, boleh juga sih!, soalnya somainya enak.
"Okey! Siap!",
Tak sengaja aku melihat Iyan yang tengah mengedarkan pandangannya mencari seseorang. Sontak aku refleks memalingkan mukaku agar Iyan tak melihatku di sini.
Akupun sembari sedikit melirik untuk melihat apakah Iyan sudah pergi atau belum.
" Huft!," ucapku lega akhirnya tidak melihat Iyan di sana.
"Bang!, somainya satu tusuk!", pinta seseorang didekatku seraya melirik ku tajam. Sontak membuatku kaget, karena dari suaranya seperti... Iyan.
Aku pun dengan perlahan memalingkan muka menghadapnya. Dan balas menatapnya dengan tajam.
" Ada apa?", tanyaku heran sambil tetap tenang melahap kembali Somai yang diberikan tukang Somai itu.
"Ngapain di sini?, bukannya pergi ngedukung malah pergi makan.", ucap Iyan seraya menarik kursi didekatku dan duduk.
" Yah!, aku lapar jadinya ke sini.", jelasku.
"Bagaimana dengan lomba cerdas cermat tadi?", tanya Iyan
"Masih belum. Tadi diseleksi dulu melalui tes tertulis.", jawabku datar seraya melahap somai.
" Kamu sendiri bagaimana?, udah selesai debatnya?", tanyaku pada Iyan
"Belum, masih tunggu keputusan dewan juri", jawab Iyan datar.
Tak berapa lama, Somai yang dipesan Iyan sudah jadi, tukang Somai pun memberikannya kepada Iyan.
" Ini nak, somainya!", ucap tukang Somai pada Iyan,
"Terima kasih pak!", balas Iyan.
Iyan pun langsung melahap Somai yang sebelumnya ia tambahkan kecap dan saus. Iyan memakannya dengan santai. Berbeda denganku yang sedikit terburu-buru melahap semua Somai yang ku pesan, itu karena aku mau ngehindar dari si VOC ini.
Walaupun Iyan menatapku heran, aku tidak peduli dan dengan cepat kulahap semua Somai itu. Setelah beberapa menit, akhirnya Somai yang ada dihadapanku sudah habis hanya bersisakan tusukannya saja.
"Maaf yah!"
Tiba-tiba keluar dari mulut Iyan.
"Hm?",entah kenapa, aku heran dengar ucapan itu dari mulut Iyan. Malahan hampir saja membuatku tersedak, untungnya aku cepat minum karena aku memang bawa air di tas.
" Glek!", setelah meneguk air minum di botol berwarna pinku, aku berusaha mencerna baik-baik dan akhirnya membalas Iyan,
"Minta maaf untuk apa?", tanyaku kemudian
"Mm...maaf karena aku memaksamu untuk ikut lomba.", jawab Iyan yang terlihat serius, tapi sedikit memainkan tusukan Somai di tangannya.
Entah kenapa, aku merasa kasihan pada si VOC ini,
" Mm...nggk papa kok, aku malahan mau banget ikut lomba. Malahan aku mau berterimakasih sama kamu, karena udah ajak aku ikut lomba walaupun memaksa.", jawabku sedikit melirik Iyan sembari tersenyum mengejek.
Iyan kemudian menatapku intens, itu membuatku agak canggung dan membuat pipiku terasa memerah.
"Lalu, kenapa matamu terlihat sembab?, bukannya kamu nangis karena aku paksa ikut lomba?", tanya Iyan.
" Hahaha...mana mungkin aku nangis hanya gara-gara itu....hhh!", jawabku seraya mengibas-ngibaskan tanganku di depan wajahku.
"Lalu ?", ucap Iyan seraya menaikkan sebelah alisnya.
"E.........",
" Pengumuman, pengumuman!
Semua lomba akan segera dilanjutkan kembali, silahkan peserta kembali ke area lomba, untuk proses tahap selanjutnya!, Terima kasih!"
Tiba-tiba saja suara speaker berbunyi menggema seantero area lokasi itu. Membuat semuanya berjalan ke arah tempat diadakannya lokasi.
"Ah!, aku pergi dulu Iyan!"
Ucapku buru-buru dan berlari dari Iyan. Aku berusaha ngehindar dari Iyan, 'nih!, orang kepo deh', batinki seraya melangkah pergi.
Iyan dan tukang bakso hanya menatap kepergianku dengan tatapan bingung. Kayak melo deh!...
_____
Beberapa jam kemudian____
"Hiks!...hiks!...hiks!",
Aku menangis lagi disebuah taman sekolah. Aku tidak bisa lagi menahan air mataku.
Setelah tahap tes tertulis tadi, ternyata aku tidak lolos. Malahan dalam perengkingan, aku yang paling terbawah, itu sangat memalukan bagiku.
" Udah dong Nin!, jangan nangis lagi...", ucap Iyan menenangkan.
Aku dan Iyan duduk dii salah satu bangku di taman tersebut. Setelah melihat pengumuman tadi, aku langsung ke tempat ini. Tapi, tiba-tiba ada Iyan datang menghampiriku. Mungkin ia juga sudah melihat pengumuman itu.
"Nin!, udah dong nangisnya. Malu tau diliatin orang.", ucap Iyan dengan pelan yang terlihat seraya memandangi sekitar, banyak orang lalu lalang.
" Ha...Hiks!...hiks!...", aku malah mengencangkan tangisanku.
"Oke deh!, kamu mau apa?, aku bakalan kasih apapun buat kamu. Asal, jangan nangis lagi, oke?", ucap Iyan pada akhirnya. Kayaknya Iyan malu banget, mungkin nanti dia yang dikira bikin aku nangis.
Aku pun sedikit meredakan tangisanku seraya melap ingusku dengan tisu.
" Hyusp...ppp..ah!",
"Beneran?", ucapku kemudian dengan khas suara habis nangis.
" Emm...ya!",
Rasanya aku sedikit senang dengan penawaran Iyan ini.
"Udahlah!, jangan pikirin lagi mengenai lomba. Nggk papa kok kalau kita nggk lolos satu kali. Asalkan jangan selalu gagal.", jelasnya menasehati. Walaupun sebenarnya, bukan 100% yang ku tangisi adalah lomba, tapi hal lain juga.
" Kita?", tanyaku heran dengan kata kita pada ucapan Iyan
"Apakah kamu juga gagal?", tanyaku
" Ekhem...yah!, bukan rezeki ajah!", ucap Iyan seraya menggaruk tengkuknya yang aku rasa nggk gatal.
"Hahahah....", pecah tawaku. Lucu ajah lihat ekspresi Iyan yang begini. Terlihat menasehati, ternyata ia juga sama.
Iyan malah tersenyum melihatku tertawa.
" Nah! Gitu dong!, jangan nangis mulu, tuh mata udah bengkak juga." Ucapnya sembari tersenyum
"Hahah...ha..ha...ekhem!", aku mulai meredakan tawaku.
" Kok bisa?", tanyaku lagi.
"Yah!, bukan Rezeki. Kita tuh harus positif thingking. Mungkin sekarang gagal, tapi kesempatan selalu ada buat kita yang mau sukses.", by Iyan dengan gayanya yang sok keren
" Prok!, prok!, prok!" Aku menepuk tanganku setelah Iyan mengeluarkan kata-kata bijaknya.
"Keren!", ucapku sembari menunjukkan kedua jempolku.
Terlihat Iyan salah tingkah aku beri pujian.
" Hey kalian berdua!", panggil Rifki yang sedang menghampiri kami. Terlihat ia bersama dengan teman-teman lainnya.
"Ye!, dicariin ke mana-mana ternyata di sini, malah berduaan lagi. Jangan bilang kalian lagi pacaran yah?" Goda Rifki.
Pertanyaan Rifki Sontak membuat pipiku kembali memerah lagi, 'emmm...ada apa denganku?' batinku berusaha menenangkan diriku yang sudah blush.
"Ah! Apaan sih Rifki, udahlah ayo pulang!," Respon Iyan seraya berdiri dan merangkul Rifki untuk melangkah pergi. Agar Rifki tidak mengucapkan kata-kata yang akan membuat kesalahpahaman.
"Nin!, ayo!", ajak lilis.
" Ya!", ucapku sembari berdiri dan menyusul mereka.
_____next