DICARI DENGAN SEGERA
Asisten pribadi.
• Perempuan usia max 27 tahun.
• Pendidikan terakhir min S1.
• Mampu berkomunikasi dengan baik dan bernegosiasi.
• Penampilan tidak diutamakan yang penting bersih dan rapi. (Lebih bagus jika berkaca mata, tidak banyak senyum, dan tidak cerewet.)
Kejadian itu satu setengah tahun lalu, saat dia benar-benar membutuhkan uang, jadi dia melamar pekerjaan tersebut. Namun setelah dia di terima itu adalah penyesalan untuknya, sebab pekerjaanya sebagai asisten pribadi benar-benar di luar nalar.
Bosnya yang tampan dan sangat di gemari banyak wanita itu selalu menyusahkannya dalam hal pekerjaan.
Dan pekerjaannya selain menyiapkan segala kebutuhan pribadi bosnya, Jessy juga bertugas menyingkirkan wanita yang sudah bosan dia kencaninya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akhir Pekan
Setelah satu minggu ini sibuk bekerja, akhirnya Jessy bisa menikmati akhir pekannya tanpa gangguan dari bosnya. Di pagi hari Jessy bangun dan bersiap untuk berolah raga. Jessy berencana mengelilingi taman apartemen sebelum dia menghabiskan waktunya untuk nonton drama yang sudah dia list di laptopnya.
Menanggalkan kaca mata yang biasa dia kenakan, lalu mengikat rambut panjangnya, Jessy menatap dirinya kembali di cermin.
Melihat tubuhnya terbalut pakaian olah raga membuat Jessy mendengus kesal. "Dia bilang penampilanku membosankan? Cih! Dasar buaya darat!"
Jessy mengusap pinggang ramping, juga payudaranya yang berukuran 34 C, cukup proposional untuk tinggi badannya yang 165 centi. Tentu saja Tuhan sudah menciptakannya sempurna. Disaat era gempuran operasi plastik, Jessy bahkan bertahan sebab wajah dan tubuh alaminya yang memang sudah bagus.
Ini juga disebut bentuk mensyukuri yang ada, bukan.
Dengan menyampirkan handuk kecil di lehernya, Jessy keluar dari apartemen untuk pergi ke taman apartemen. Jessy berlari beberapa putaran hingga merasa keringat mulai mengucur di dahinya barulah dia berhenti, dan kembali ke apartemen.
Saat tiba di apartemen Jessy melihat sebuah bingkisan beserta buket bunga besar di depan pintu unitnya.
"Tuan, Chris lagi?" tanyanya pada diri sendiri. Apa maksud pria itu terus mengiriminya bunga dan hadiah?
Jessy melihat kartu ucapan di dalamnya dan kali ini dia melihat nama Chris disana.
"Mau makan malam denganku?" Jessy membaca ucapan di kartu tersebut.
"Apa dia sudah gila? Akhir- akhir ini dia sangat aneh, bertingkah seolah menggodaku. Dan sekarang apa? mengajak makan malam?" Jessy menghentikan langkahnya "Jangan bilang dia suka padaku?" ucapnya. Namun tak lama kemudian gelak tawa terurai dari bibirnya.
"Tidak mungkin si jelek ini jadi seleranya?" Jessy bahkan bergidik ngeri membayangkan Chris benar-benar mendekatinya.
Sungguh dia tak ingin berurusan dengan pria buaya darat itu.
"Aku akan kembalikan ini padanya." Saat Jessy meletkan bingkisan dan buket bunga tersebut di meja ponselnya berdering. Melihat nama sahabatnya Nami, Jessy segera menerimanya.
"Oh, Astaga. Sulit sekali menghubungimu?" Baru saja membuka mulutnya Jessy sudah di cerca lebih dulu oleh Nami.
"Kamu menghubungiku?"
"Sejak satu jam lalu."
"Maaf, aku baru saja olah raga, dan tidak membawa ponsel." Jessy terkekeh, dia melangkahkan kakinya ke arah lemari es untuk mengambil botol air lalu meneguknya.
"Menyebalkan, selalu begitu."
"Ya, mau bagaimana lagi, saat libur waktunya aku menikmati waktuku sendiri."
"Ya, selain akhir pekan, kau memang tidak bisa di ganggu, aku bahkan bingung kau masih bisa menyelesaikan kuliahmu, apa kau menggoda dosen kita,"
Jessy kembali terkekeh. "Jadi, ada apa?"
"Kau ingat hari ini ulang tahun Rosela, dia mengundang kita malam ini."
Jessy menepuk dahinya. "Aku lupa."
"Benarkan, kalau aku tidak menghubungimu lebih awal, mungkin kau tidak akan datang."
"Aku berencana nonton drama seharian ini." Jessy meringis.
"Bagus sekali, kamu bekerja mengingatkan kegiatan orang lain. Kamu sendiri lupa dengan kegiatanmu."
"Terimakasih mengingatkan aku, aku akan datang."
"Baiklah kita bertemu disana." Jessy mematikan teleponnya, lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
...
Jessy menatap sekali lagi beberapa bingkisan hadiah dari Chris yang akan dia kembalikan pada pemiliknya.
Tentu saja dia menolak ajakan makan malam tak masuk akal dari Tuannya itu.
Jessy mengusap tengkuknya yang lagi- lagi merinding saat bayangan Chris menggodanya seperti pria itu menggoda para wanita di sekitarnya.
Meski itu tidak mungkin, tapi Jessy lebih baik menghindar dari pria macam Chris dengan banyak kekasih di sekitarnya.
Tiba di rumah Chris, Jessy langsung masuk ke dalamnya dan bertanya pada salah satu pelayan tentang keberadaan Chris.
"Tuan Chris sedang berenang, Nona." Jessy mengangguk dan segera melangkah menuju kolam renang dimana Chris berada.
Benar saja saat tiba disana pria itu sedang meliukan tubuhnya di dalam air. Tubuh kekarnya nampak mengkilat di dalam air dan tentu saja lagi- lagi adalah pemandangan yang tak seharusnya dia lihat.
"Kau datang?" Chris muncul dari permukaan air.
"Ya, Tuan. Saya datang untuk mengembalikan ini." Chris mengeryit saat melihat tiga paper bag beserta buket besar di tangan Jessy.
"Kamu tidak suka?"
"Bukan begitu, Tuan. Tapi, untuk apa semua ini?" beberapa hari ini Chris juga mengirimkan hadiah, membuat Jessy tak mengerti.
"Hanya untuk menghargai pekerjaanmu selama ini." Chris menaikan tubuhnya hingga Jessy benar-benar melihat tubuh Chris yang hanya di balut celana renang.
"Saya rasa ini tidak perlu, Tuan." Jessy merasa dia terlalu lemah saat melihat tubuh hampir telanjang itu. Padahal dia kerap melihat itu di diri pria lain. Apa karena Chris terlalu seksi?
"Kenapa?" Chris berjalan ke arah handuk kimono untuk dia kenakan.
"Saya tidak mau terjadi kesalah pahaman diantara kita."
Chris berdecak, lalu melangkah ke arah Jessy. "Kesalah pahaman apa? Aku tidak boleh memperhatikan pegawaiku?"
"Maafkan saya, Tuan. Saya tetap tidak bisa. Dan untuk makan malam, saya sudah memiliki janji lain. Saya permisi." Jessy mengangguk lalu pergi, tak peduli wajah Chris yang masam karena ucapannya.
Chris menatap tak percaya paper bag di depannya. "Berani sekali dia menolakku," desisnya kesal. Pria itu bahkan menendang paper bag tersebut hingga berjatuhan dan pergi begitu saja.
....
Jessy memasuki cafe dimana salah satu temannya, Rosela mengadakan acara ulang tahun. Jessy membuka kaca mata tebalnya dan membiarkan rambutnya tergerai, juga membuka coatnya dan menampilkan gaun press body berwarna hitam melekat di tubuhnya.
Masuk semakin dalam Jessy menemukan private room yang sudah Rosela sewa. Saat masuk Jessy menyerahkan coatnya pada pelayan, dan melihat teman- temannya sudah hadir dan meramaikan suasana.
Di depan sana Rosela sudah berdiri di depan kue empat tingkat yang akan dia potong, di sebelahnya ada seorang pria yang Jessy tahu adalah kekasih gadis itu, menemani bahkan menggengan tangannya sepanjang nyanyian.
Jessy melambaikan tangannya pada Rosela untuk menyapa, dan membiarkan dia melakukan potong kue sebelum dia menghampirinya nanti.
"Kamu sudah datang?" Mina memberikan segelas minuman yang langsung Jessy terima.
"Hem, sedikit telat. Aku harus menemui bosku dulu," ucapnya dengan menyesap minumannya sedikit.
Jessy tahu minuman apa yang dia teguk, dan dia tak ingin mabuk malam ini, sebab dia juga harus bekerja besok.
"Bosmu itu tak bisa lepas darimu. Bagaimana nanti kalau kau berhenti?"
Jessy menggeleng tak peduli. "Aku tak mau tahu."
Suara tepuk tangan menggema saat di depan sana Rosela telah memotong kue, dan pemandangan berganti dengan ciuman mesra yang di berikan kekasih Rosela.
"Aku mau beri selamat dulu." Jessy meletakan gelasnya, lalu menghampiri pasangan yang masih asik berciuman itu.
Jessy menepuk punggung Roxi, kekasih Rosela hingga dia mengumpat. "Maaf mengganggu. Kekasihmu bukan hanya milikimu malam ini."
"Aku mengampunimu kali ini." Jessy mengacungkan jari tengahnya, hingga Roxi mendengus lalu pergi setelah mengecup bibir Rosela sekali lagi.
"Selamat." Jessy memeluk Rosela.
"Thanks."
"Aku dengar kau akan pulang setelah kelulusan?" Rosela mengambil dua minuman yang di bawa pelayan lalu memberikan satunya pada Jessy.
"Berita menyebar dengan cepat." Jessy mendentingkan gelasnya pada gelas Rosela lalu meneguknya sedikit.
"Lalu bagaimana pekerjaanmu?"
"Kurang dari enam bulan kontrak kerjaku berakhir."
"Sampai sekarang aku tak tahu dengan siapa kamu bekerja. Kamu hanya bilang menjadi asisten pribadi, tapi tak tahu siapa bosmu."
Jessy terkekeh. Dia memang merahasiakan dimana dia bekerja. Lagi pula selama ini Jessy bekerja di balik penampilan berbeda. Jadi mungkin mereka tak akan mengenalnya. Kecuali Mina yang pernah melihatnya dengan pakaian kerja yang menurutnya ketinggalan zaman, dan mendesaknya untuk jujur.
sakit fisik ngga sepadan sama sakit psikis...
ayoo...tanggung jawab kamu sama Jessy...