Cinta itu buta, mengaburkan logika dan hati nurani. Itulah yang Andien alami dalam pernikahannya bersama Daniel.
Setelah lima tahun berusaha mengembalikan perusahaan Barmastya ke performa yang lebih baik, pada akhirnya Andien tetap dibuang oleh sang suami begitu cinta pertamanya kembali.
Bukan hanya waku, perasaan, namun juga harta dan pikiran telah Andien curahkan kepada suami dan keluarganya pada akhirnya hanya satu kata yang didapatkannya “Cerai” dan diusir tanpa membawa apapun, terlunta-lunta dijalan dan terhina.
Disaat tengah merenggang nyawa, Andien yang terkapar dipinggir jalan tiba-tiba terselamatkan oleh sebuah keajaiban yang memberinya sebuah system bernama Quen System.
Dengan bantuan system, Andien bangkit. Menjadi sosok wanita sukses, kuat dan kaya raya. Diapun membalas semua perbuatan buruk sang suami dan orang-orang yang menyakitinya satu persatu dimasa lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julieta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DEAL
Untuk lebih jauh mengenal Clarissa karena informasi mengenai gadis itu tak bisa dia tembus, Dipta pun meminta untuk bertemu di café milik gadis itu yang ada di jalan pahlawan.
Dan disinilah mereka berdua, mendiskusikan mengenai masalah kerjasama yang masih belum menemui titik temu.
Dipta sedikit tak senang melihat Clarissa tampak biasa saja padahal aura intimidasi yang pria itu keluarkan cukup besar. Bahkan Rendi dan Silvy yang ada dalam ruangan tersebut seolah tak bisa bernafas karena merasa tertekan sehingga mereka berdua berusaha untuk mengurangi keberadaan mereka diantara pertempuran dalam diam ini.
Clarissa cukup bangga dengan solusi yang diberikan oleh system kepadanya. Jika saja mentalnya tadi tak dia upgrade, mungkin sekarang dia akan menggigil ketakutan dan upayanya untuk menyelesaikan misi khusus yang diberikan oleh system akan gagal.
[Tentu saja, system akan berusaha membantu Host dalam menyelesaikan misi karena keberlangsungnya system ada pada Host]
Mendengar celetukan system, Clarissa pun memutuskan untuk mengobrol daripada bosan berdiam diri seperti ini.
“Maksudmu, hidupmu ada ditanganku?”, tanya Clarissa penasaran.
[Benar. Selama Host hidup dengan baik maka system juga bisa bertahan lebih lama. System juga akan berubah menjadi lebih baik lagi jika Host mau meningkatkan system]
“Apa yang aku butuhkan agar system meningkat?”, tanya Clarissa lagi.
[Host harus mengupgrade diri Host hingga memenuhi angka 100 persen di setiap skill. Selain itu Host juga membutuhkan setidaknya 1000 point untuk ditukarkan agar system bisa naik level 2]
[Jika system sudah level 2 maka system akan memiliki beberapa vitur tambahan yang akan semakin mempermudah hidup Host]
Clarissa merasa tertantang untuk bisa segera mengupgrade sistemnya, hanya saja, seribu point itu sedikit sulit jika harus mengandalkan check ini harian saja.
[Tenang saja, dalam misi khusus ini, jika Host berhasil ada hadiah misterius yang telah disiapkan. System menduga, bisa jadi itu point yang besar atau kalau tidak uang tunai dalam jumlah fantastis]
“Masalahnya, kamu tahu sendiri bagaimana pria didepanku itu. Dia sangat sulit untuk diyakinkan dan dirubah pola pikirnya”, batin Clarissa penuh keluhan.
[Baiklah, system akan membantu sedikit. Langkah selanjutnya, bergantung pada kecerdasan Host untuk menanganinya]
Begitu system selesai berbicara, tiba-tiba ponsel Clarissa yang ada diatas meja berbunyi. Ada pesan yang masuk, dan tak lama kemudian sebuah panggilan dengan nomor yang sama dengan pesan yang baru saja dia terima, melakukan panggilan kepadanya.
“Ini dari Grup Wardana. Sekarang, semua keputusan ada pada pak Dipta. Jika pak Dipta mau bekerja sama, bukan hanya dikota hujan saja, lahan dikota pahlawan dan kota pelajar juga secara otomatis akan menjadi milik Ciptadaya Grup. Tapi, jika pak Dipta melewatkan peluang kerjasama ini maka lahan dikota pelajar akan saya berikan kepada Grup Wardana. Jika hal itu terjadi, pak Dipta pasti akan tahu apa dampaknya bukan? selamanya Ciptadaya Grup tak akan pernah bisa menjejakkan kakinya dikota pelajar”.
Satu alis Dipta terangkat keatas dan bibirnya tersenyum sinis melihat kelicikan gadis muda yang ada dihadapannya itu. Untuk pertama kalinya, dia menekan egonya. “Kita bisa bekerja sama jika kamu mengubah prosentasenya”, ujarnya tak kalah licik.
“Baiklah, 35-65, final. Jika masih gagal, maka hari ini juga saya akan memutuskan untuk bekerjasama dengan Grup wardana. Mereka mungkin tak akan ragu untuk memberikanku 50-50, apalagi jika aku memberitahu pada mereka jika Ciptadaya Grup juga mengincarnya, mungkin mereka dengan senang hati memberikan presentase lebih besar dari itu”, setiap kata yang diucapkan oleh Clarissa penuh ketenangan namun juga tegas.
Tiga puluh lima persen, tak jadi masalah. Dia tak mengurus apapun, dana akan masuk ke rekeningnya, jadi tak akan rugi.
“Sial! Aku tak menyangka akan dikalahkan begitu mudah oleh gadis kecil ini”, runtuk Dipta dalam hati.
Setelah mempertimbangkan banyak hal dengan cermat, pada akhirnya Dipta pun mengalah. Selain kerjasama ini menguntungkan, dia juga cukup penasaran akan sosok Clarissa yang tampak tak biasa ini.
“Baiklah. Rendi, siapkan draft kerjasamanya”, perintah Dipta.
Rendi yang masih belum sepenuhnya percaya jika Clarissa mampu menaklukkan bosnya sedikit linglung sesaat sebelum dia tersadar dan segera meminjam printer untuk mencetak draf perjanjian yang telah disiapkan.
Dipta yang masih merasa harga dirinya sedikit jatuh karena kalah dalam negoisasi dengan seorang gadis kecil, berdehem sejenak sebelum kembali bersuara “Selain aku tertarik dengan penawaranmu mengenai lahan di kota pelajar dan kota pahlawan, alasan lain aku menerima untuk bekerjasama denganmu kali ini adalah karena kakekku. Anggap saja kerjasama ini sebagai ucapan terimakasih atas pertolongan yang kamu berikan hingga nyawa kakekku bisa tertolong”, ucap Dipta, berusaha mengais sisa harga dirinya yang sempat dijatuhkan begitu telak oleh Clarisa.
“Kakek?”, ucap Clarissa dengan dahi berkerut.
Dipta yang melihat jika Clarissa tampak sedikit bingung pun berusaha untuk menjelaskan. “Pria tua yang terjebak didalam mobil di jalan raya kota S yang kamu selamatkan beberapa hari lalu sebelum mobilnya meledak, itu adalah kakekku”
Apa yang Dipta ucapkan membuka memori Clarissa yang langsung terbelalalk dengan lebar, “Oh, pria tua yang terjebak dalam mobil yang meledak itu ya. Kasihan kakek itu, tampaknya dia terkunci cukup lama didalam mobil hingga hampir kehabisan nafas”, Clarissa tampak sedih membayangkan wajah pucat dengan bibir sudah berwarna kebiruan seperti seseorang yang tampak kehabiasan oksigen, dan ekpresi ini bisa Dipta lihat dengan jelas.
“Seharusnya, pak Dipta sebagai cucu lebih perhatian lagi. Untuk pria tua seusia kakek anda, menyetir kendaraan sendiri dalam perjalanan jauh sangat beresiko, setidaknya berilah dia supir dan pengawal untuk menjaganya sehingga ketika terjadi kondisi buruk seperti itu lagi, masih ada yang membantunya”, ujar Clarissa sedikit prihatin atas nasib sang kakek.
Dipta mendesah pelan, “Kakekku itu keras kepala. Dia tak mau ditemani oleh siapapun ketika sedang bepergian”, ujarnya membela diri.
“Meski begitu, pak Dipta tak seharusnya langsung lepas tangan. Setidaknya, taruhlah beberapa orang yang menjaganya dari jauh demi keamanan. Saya saja, kemana-mana membawa bodyguard. Karena kita tak tahu, ada hal buruk apa yang menimpa kita selama perjalanan. Jika ada yang menjaga, jika ada hal buruk terjadi, setidaknya bisa diatasi dan tak sampai membahayakan nyawa seperti itu”.
Apa yang Clarissa ucapkan, membuat Dipta merasa tidak senang. Kelopak mata pria itu sedikit menyipit dengan bibir sedikit melengkung kedalam, “Apa kamu menyalahkanku?”, tanyanya.
melihat ekpresi Dipta, Clarissa buru-buru menggelengkan kepala sambil berdecak lirih, “Tidak, tentu saja saya tidak berani menyalahkan pak Dipta yang terhormat. Saya hanya memberi saran. Jika dipakai saya bersyukur, tapi jika tidak, juga tak jadi masalah. Tapi ada satu hal yang perlu pak Dipta ingat, mencegah lebih baik daripada mengobati. Melindungi sejak awal akan lebih baik daripada menyesal setelah merasa kehilangan”.
Apa yang Clarissa ucapkan seakan kembali menampar Dipta. Dia tak menyangka jika akan dimarahi dan diceramahi oleh gadis berusia 19 tahun yang ada dihadapannya itu.
Bukan hanya Dipta saja yang terkejut, Rendi dan Sivly yang tengah mengeprint berkas juga merasa syok, dan menganggap Clarissa terlalu berani menegur Dipta dengan kerasa seperti itu. Selama ini tak pernah ada orang yang berani memarahinya seperti itu.Sang kakek yang sangat dihormati dan disayanginya saja masih berpikir dua kali untuk memarahi Dipta. Dan anehnya, Dipta tak marah atas tindakan lancang Clarissa meski wajahnya sudah gelap sedari tadi.
lanjuut