Tidak ada sugarbaby yang berakhir dengan pernikahan.
Namun, Maira berhasil membuktikan bahwa cinta yang tulus kepada seorang pria matang bernama Barata Yuda akhirnya sampai pada pernikahan yang indah dan sempurna tidak sekedar permainan di atas ranjang.
"Jangan pernah jatuh cinta padaku, sebab bagiku kita hanya partner di atas tempat tidur," kata Bara suatu hari kepada Maira. Tai justru dialah yang lebih dulu tergila-gila pada gadis ranum itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menari dan Terus Menari
Sudah tiga hari semenjak kepergian Bara dari villa, lelaki itu belum juga nampak batang hidungnya. Maira kesal, marah tapi juga rindu. Padahal, Bara sudah meminta menunggu kepulangannya. Dan Maira melakukan itu dengan menahan rasa kantuk yang sudah menggelayut di ujung mata. Lelaki itu juga tidak mengirim pesan apa pun untuk menjelaskan alasannya tidak jadi pulang.
Maira sempat menangis tersedu-sedu. Sepi sekali tanpa Bara. Ia lebih baik mendengar Bara marah daripada merasa kehilangan seperti ini. Maira menghapus air matanya. Ia memang tidak berarti apa-apa bagi Bara. Hanya teman tidur. (Catat itu besar-besar di dalam kepalamu!!!)
"Bibi Sofia, aku ingin menari." Maira keluar kamar dengan mata basah. Sofia mengangguk, mempersilahkan Maira melakukan apapun yang ia mau. "Jangan mengangguku, aku ingin menghabiskan waktu di sana selama yang aku mau," lanjutnya lagi. Sofia mengangguk. Tidak ada bantahan.
Maira mulai mengganti bajunya dengan lingerie berwarna biru. Alunan merdu mengiringi gerakan pertamanya di ruangan itu. Maira menari tanpa henti, menggilas waktu yang beranjak semakin malam. Airmata mengalir mengiringi gerakan indah tubuhnya.
Sofia melihat sudah lebih dari lima jam Maira di dalam. Maira berbaring ketika sudah letih dan ketika sudah mendapatkan lagi tenaganya, ia kembali menari.
Tubuhnya terus bergerak bersama tiang. Ia membelit, berputar, meliuk semakin naik ke atas tiang tari. Maira melakukannya tanpa lelah. Sampai akhirnya, ia merosot begitu saja. Tubuhnya berbaring dengan keringat bercucuran. Maira meringkuk di tengah ruangan besar dalam posisi berbaring menyamping.
Ia membiarkan matanya terus basah lalu terpejam dan tertidur lelap di tengah podium ruangan itu. Maira membiarkan kerinduannya pada Bara melebur bersama udara dingin malam ini.
***
Maira membuka matanya perlahan. Entah sudah berapa lama ia tertidur. Maira mencoba menutup matanya lagi matanya masih mengantuk. (Tunggu, siapa yang sedang memeluk tubuhnya ini?)
Maira terbelalak, melihat Bara sudah tidur dengan memeluk dirinya. Mereka tidur di tengah podium. Bara bahkan belum melepas kemeja ketatnya.
"Bee?" Mata indah itu terbuka. Maira masih menatapnya tidak percaya.
"Mas Bara ..." ujar Maira lirih, ia berusaha menahan laju airmata.
"Bee, ayo tidur lagi." Bara kembali menarik Maira, mengajaknya kembali mengarungi mimpi.
Maira bangkit lagi, ia menatap Bara kesal dan rindu yang menjadi satu.
"Mas Bara berhutang padaku!" seru Maira penuh emosi. Bara masih berbaring, membiarkan Maira menumpahkan kekesalannya.
"Apa, Bee? Aku hutang apa padamu?" tanya Bara santai.
"Mas Bara kemana?! Kenapa tidak pulang sudah tiga hari? Padahal kau memintaku menunggumu pulang waktu itu!" Maira memukul-mukul dada bidang itu penuh kekesalan.
"Aku ada pekerjaan di luar kota, Bee," sahut Bara ringan, seperti biasa seolah itu bukan masalah. Ya, mungkin memang bukan masalah baginya. Siapalah Maira itu baginya?
"Kau bahkan tidak menelepon ku," ujar Maira lirih.
"Untuk apa aku meneleponmu, Bee?"
Maira menatap tajam Lelaki itu. Ia kesal. Bara bahkan tidak peduli pada perasaannya.
"Aku benci padamu!" Maira beranjak, ia berlari menuju pintu, tapi kemudian ia berhenti. Bara menunggu apa yang akan dikatakan gadisnya itu.
"Awas ya, jangan minta jatah malam ini!" ancamnya yang bagi Bara malah terdengar lucu dan menggemaskan. Ia membiarkan Maira meninggalkannya di dalam ruangan itu dengan tubuh masih berbaring di atas podium.
Bara tersenyum sendiri. Ia memang suka sekali menggoda Maira. Rindu? Tentu saja ia sangat rindu pada Maira. Ia teringat ancaman Maira tadi, bibirnya jadi tertarik dan tersenyum. Gadis kesayangannya itu sedang merajuk. Ia beranjak meninggalkan podium menuju kamar Maira.
"Tidak dapat jatah? Enak saja!" dengus Bara.
***
Maira terbelalak saat ia baru saja keluar dari kamar mandi. Ia melihat Bara sudah berbaring dengan santai di atas tempat tidur. Maira menatap pintu yang tertutup itu. Ia lupa Bara adalah pemilik rumah ini. Tentu ia punya semua kunci duplikat setiap ruangan. Bara menepuk ranjang, memandang Maira penuh arti.
"Kenapa Mas Bara ada di sini?!" seru Maira kesal, meski ia sudah tahu jawabannya tetap saja ia ingin melontarkan kekesalannya itu.
"Aku punya kunci semua ruangan di rumah ini, Bee."
Tepat dugaannya.
"Mas mau apa?" tanya Maira berusaha melindungi diri dengan bantal. Ia mencoba untuk keluar dari kamar namun Bara dengan sigap menangkap tubuhnya. Bara mengangkat tubuh itu lalu menghempaskannya ke ranjang.
"Bee, aku menginginkanmu. Aku lapar sekali," desis Bara sambil mengendus leher Maira. Ia menyentak kimono handuk, membuat dada Maira terbuka.
"Turun, Mas, makan," sahut Maira sambil mendesah. Pemberontakannya hanya tinggal cerita, berganti rasa pasrah seiring tangan nakal itu menjamah.
"Aku ingin memakanmu," desis Bara tanpa menghentikan kegiatannya pada tubuh Maira. Ia mengeksplor setiap titik, setiap inci paling sensitif. Maira meremas rambut Bara, membuat lelaki itu semakin liar bergerilya.
Maira mengejang saat Bara menggigit pelan putingnya.
"Kau rindu padaku?" tanya Bara sambil menggesek pusaka di antara kedua paha Maira.
"Tidak!"
"Kau tidak mau jujur."
Maira diam, membiarkan Bara melakukan apapun yang ia mau.
Bara menghentikan remahannya sesaat, ia mengurung tubuh Maira di antara kedua lutut yang bertumpu. Bara menarik kaus putih yang ia kenakan, melemparnya sembarang.
Bisa ia lihat mata sayu dan sendu Maira yang mulai terpancing gairah. Ia kembali membenamkan diri bersama gadis itu. Maira tidak bisa melakukan apapun, selain menuruti Bara. Maira tidak bisa menghindari ketergantungannya akan Bara. Begitu pun sebaliknya.
"Aku akan memberikan apapun dan melakukan apapun yang kau inginkan, Bee, kecuali pernikahan," ujar Bara dengan pacuan yang semakin cepat.
Maira menatap lelaki itu pilu. Namun ia tidak bisa membantah. Seorang Sugardady memang tidak akan pernah menikahi simpanannya. Maira melenguh panjang. Terserahlah apa yang akan terjadi nanti. Mungkin dirinya bagi Bara tak ubah tiang tari yang ada di ruangan podium. Hanya akan dipakai saat ada hasrat ingin menari saja.
"Mas Bara, kalau kau sudah tidak menginginkan aku, tolong katakan jauh-jauh hari, agar aku bisa menyiapkan diri untuk rela melepaskanmu," ujar Maira lirih mengiringi pelepasan yang kesekian malam ini bersama Bara yang hanya diam dengan nafas memburu. Karena telah Maira sadari untuk Bara yang baru ia kenal ini, ia bukan hanya telah menyerahkan tubuhnya tapi juga seluruh hati dan perasaannya.
"Bee, maafkan aku ya." Bara mencium kening Maira lama. Maira tidak menjawabnya. Hubungan rumit ini benar telah menyiksanya, namun, jauh dari Bara ternyata membuatnya jauh lebih tersiksa.
Maka untuk sekarang dan untuk waktu yang tak tahu kapan berakhirnya, Maira ingin merasakan Bara tetap disisinya. Kalau Bara memang akan memintanya untuk pergi, maka ia akan pergi.
Terjerat. Begitulah kata yang pas untuk menggambarkan mereka saat ini. Maira dan Bara menutup pertempuran dengan perasaan yang semakin menumpuk, yang suatu hari bisa saja meledak, menghancurkan keduanya tanpa sisa lagi!
untungnya Kevin mati....kl ngga perang Baratayudha beneran
Tuhan pasti memberikan kebaikan yg terbaik dibalik kejadian yg menimpa kita.
teruslah berpikir positif atas segala kejadian.
memang tdk mudah...
semangat kak💪
othor keceh comeback again, apa kabare si Beben kak??????😂😂
masi kah pake pempers?????
ada notif langsung gassss.....
apa kabar mak, moga mak Julie yg cantik mem bahenol selalu sehat2 dan lancar semuanya Aamiin🤲
biar semangat up nya...🥰🥰🥰