"Tidak ada yang namanya cinta sejati di dunia ini. Kalaupun ada, seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami." ~Liam
"Cinta sejati tak perlu dicari. Dia bisa menemukan takdirnya sendiri." ~Lilis.
Bagaimana ceritanya jika dua kepribadian yang saling bertolak belakang ini tiba-tiba menjadi suami istri?
Penasaran? Ikuti kisahnya sekarang ....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amih_amy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8. Menginap
...----------------...
Di pagi hari yang cerah, Lilis sudah sibuk berkutat dengan peralatan masaknya. Lilis bangun lebih awal sebelum dirinya pergi ke tempat kursus. Sebagai istri yang baik, Lilis selalu menyempatkan diri untuk memasak sarapan untuk Liam.
"Selamat pagi," sapa Lilis dengan wajah yang berseri. Lilis baru melihat suaminya lagi setelah dirinya membuka mata pertama kali. Pasalnya, malam tadi lelaki itu tidak kembali. Untuk kesekian kali, Liam pura-pura tertidur di ruangan kerjanya guna menghindari sang istri.
"Pagi." Liam balas menyapa dengan raut wajah datar. Namun, tak menghilangkan kesan tampan dari wajahnya yang kian terpancar dalam diam.
Liam menarik kursi kosong untuk dia duduki. Di depannya Lilis sudah menyajikan sarapan mewah ala orang kota. Semenjak menikah, Lilis banyak belajar tentang berbagai masakan. Kini, perbendaharaan menu masakan yang Lilis ketahui mulai beragam.
"Hari ini kamu ke tempat kursus, kan?"
"Iya. Kenapa?" Lilis mendongak dari makanan di hadapannya lalu menatap wajah Liam. Mulutnya masih mengunyah makanan ketika perempuan itu menunggu jawaban.
"Biar aku antar. Sekalian aku berangkat kerja."
"Beneran, Ay?" Kedua mata Lilis sontak berbinar. Perempuan itu sangat senang jika suaminya mau mengantar.
"Hem." Liam hanya mengangguk.
"Yes." Lilis berucap girang sambil menarik sikunya ke bawah dengan telapak tangan mengepal kencang.
Tak ada lagi perbincangan di antara mereka berdua. Hanya terdengar suara denting piring yang berbenturan dengan sendok yang mendominasi di ruangan tersebut.
Setelah selesai dengan sesi sarapan, mereka pun berangkat bersama dengan mobil Liam. Sepanjang perjalanan Lilis selalu berbicara dan mengomentari apa pun yang dilihatnya, membuat kepala Liam pusing dibuatnya. Telinganya terasa berdengung dijejali oleh perkataan Lilis yang tidak penting menurutnya. Namun, sedari tadi lelaki itu hanya mengiyakan saja tanpa berkomentar apa-apa.
"Ay, pulangnya jemput Lilis lagi, ya!" pinta Lilis sebelum dirinya keluar dari mobil. Kini, mereka sudah tiba di tempat kursusnya Lilis.
"Kayaknya nggak bisa. Aku sibuk sampai sore. Kamu naik taksi aja."
Liam hanya beralasan. Dia hanya tidak mau berlama-lama dengan istrinya tersebut. Telinganya sudah panas terkena gangguan radar kebisingan parah akibat celotehan Lilis yang tak kunjung berhenti sepanjang jalan.
"Iya, deh." Lilis menunduk sedih lalu keluar dari mobil setelah mencium punggung tangan Liam. Mobil Liam pun langsung melesat membelah jalanan tak lama kemudian.
*****
Sesampai di kantor, Liam langsung menanyakan perihal jadwal kerjanya hari ini kepada Diki.
"Bagaimana dengan proyek hotel? Nggak ada masalah lagi, kan?"
"Beres, dong. Modal yang kamu dapatkan lebih dari cukup untuk menutup kerugian. Kemarin polisi juga sudah mengabarkan jika Pak Yuda sudah berhasil ditemukan. Sekarang, dia sedang dalam proses penyelidikan," jawab Diki sambil mengulas senyuman.
Liam menghela napas lega lalu tersenyum getir setelahnya. Dia bersyukur karena masalahnya bisa cepat diselesaikan. Hal itu tentu berkat keluarga istrinya. Dalam beberapa saat, wajah Lilis tiba-tiba melintas di pikirannya.
"Pak?"
Liam tersadar dari lamunan ketika Diki menepuk pundaknya. "Iya."
"Hari ini kita ada pertemuan dengan klien yang hendak merenovasi rumahnya. Namanya Pak Sumanara. Dia ingin memercayakan desain rumahnya pada Pak Liam," ujar Diki yang terkadang berkata formal jika sedang membahas pekerjaan.
"Jam berapa?"
"Sekitar jam 5 sore."
Liam berpikir sejenak. Jam segitu adalah waktunya Lilis pulang, tetapi Liam malah tersenyum senang. "Baguslah, aku nggak bohong karena bilang sibuk kepadanya," gumamnya.
"Anda ngomong apa, Pak?" tanya Diki yang tidak jelas mendengar perkataan Liam. Liam pun langsung mengelak dengan mengalihkan pembicaraan.
****
Mentari mulai merangkak ke peraduan ketika Lilis selesai dengan kelasnya. Walaupun Lilis tahu suaminya tidak bisa menjemput, perempuan itu tetap menghubungi Liam ketika tengah menunggu taksi di pinggir jalan di depan gedung kelasnya.
"Halo, Ay. Lagi sibuk, ya?" sapa Lilis ketika panggilannya terhubung dengan Liam.
"Iya. Sebentar lagi aku ada meeting dengan klien."
Lilis mencebikkan bibir lalu melongok penanda waktu yang melingkar di pergelangan tangannya. Benda itu menunjukkan pukul setengah lima.
"Oh, kalau gitu Lilis nggak boleh ganggu atuh, ya. Lilis tutup du—"
"Lis, kamu lagi apa?"
Seseorang bertanya kepada Lilis dan memotong percakapannya dengan Liam. Lilis pun menoleh pada asal suara. Perempuan itu tersenyum pada teman barunya yang bernama Tama. Laki-laki itu ikut kelas kecantikan juga.
"Eh, A Tama. Tadi Lilis lagi telepon sambil nunggu taksi," jawab Lilis sambil menurunkan ponsel dari telinganya. Ia lupa jika panggilannya masih terhubung dengan Liam.
"Kamu nggak ada yang jemput?"
Lilis menggeleng menanggapi pertanyaan Tama.
"Kalau gitu ikut aku aja. Kebetulan aku bawa motor, ada helmnya juga, kok," ajak Tama.
Lilis tersenyum dan hampir mengangguk jika saja ponsel yang digenggamnya tidak berbunyi nyaring. Liam menelepon istrinya lagi. Lilis pun segera menekan tombol terima.
"Ada apa lagi, Ay?" tanya Lilis polos.
"Aku panggil-panggil kenapa diam aja?" pekik Liam sedikit kesal. Membuat Lilis mengernyit bingung. Sejurus kemudian dia pun sadar jika panggilan tadi belum berakhir.
"Eh, maaf atuh, Ay. Lilis kira panggilannya udah dimatiin," kata Lilis menyesal.
"Tunggu di situ! Jangan ke mana-mana sebelum aku jemput kamu."
"Eh, katanya nggak ...." Perkataan Lilis terpotong lantaran Liam langsung memutus panggilan telepon. Perempuan itu bingung sambil menggaruk pelipisnya yang tidak gatal.
"Gimana, Lis? Mau pulang bareng aku, nggak?" Tama yang sempat diabaikan kembali bertanya, membuat perhatian Lilis tersita kepadanya.
"Hatur nuhun sebelumnya, A Tama. Tapi katanya suami Lilis mau jemput."
"Oh, ya udah. Kalau gitu aku duluan, ya."
Lilis mengangguk sambil menatap Tama yang pergi menjauhinya. Lantas perempuan itu memainkan ponselnya lagi sambil menunggu suaminya tiba.
Beberapa menit kemudian, mobil milik Liam sudah terparkir di hadapan Lilis. Dengan cepat perempuan itu naik dan duduk di samping kemudi.
"Katanya mau ada meeting? Kok, bisa jemput, Ay?" tanya Lilis setelah mobil Liam sudah melesat di jalanan.
"Masih ada waktu. Masih bisa nganter kamu dulu," ucap Liam datar tanpa mengalihkan pandangannya dari depan.
Lilis hanya mengangguk tanpa berpikir macam-macam, hingga Liam kembali melontarkan kalimatnya. "Aku akan antar kamu ke rumah kakekku. Tadi dia telepon menyuruh aku bawa kamu berkunjung ke rumahnya."
Lilis menoleh menatap wajah Liam. Perempuan itu menafsirkan hal tersebut sebagai alasan kenapa Liam tiba-tiba berubah pikiran untuk menjemputnya sekarang.
"Tapi katanya kamu mau meeting setelah ini?" Lilis mengingatkan lagi.
"Iya, aku hanya mengantarkan kamu saja ke sana. Setelah meetingku selesai, aku balik lagi ke rumah kakek."
"Oh, oke." Tak ada lagi yang mau dibahas oleh Lilis. Mungkin karena terlalu lelah sehingga mulutnya tak banyak bicara seperti tadi pagi. Dengan begitu, Liam bisa tenang saat mengemudi.
*****
Liam kembali dari kantornya saat langit sudah diterangi oleh rembulan. Lelaki itu juga sudah melewati jam makan malam. Namun, hal itu tak membuat Lilis kesal. Ternyata menghabiskan waktu dan berbincang dengan Kakek Hadi tidaklah membosankan. Sikap Hadi yang lebih santai daripada kakek kandungnya, membuat Lilis menganggap beliau seperti teman.
Di rumah itu juga ada papanya Liam, tetapi pria paruh baya itu cenderung acuh tak acuh dan lebih pendiam.
Dikarenakan waktu sudah larut malam, Liam disuruh untuk menginap di rumah tersebut bersama Lilis. Liam ingin menolak, tetapi Lilis malah bersemangat. Alhasil, sang kakek pun memaksa. Liam bisa apa selain setuju juga.
"Aku mau mandi dulu," ujar Liam ketika sudah berada di dalam kamar pribadinya di rumah itu. Lilis mengangguk lalu duduk di tepi ranjang sambil memegang *paper bag* yang diberikan Kakek Hadi kepadanya tadi.
Sejenak berpikir, senyuman di bibirnya pun terukir. Lekas, perempuan itu mengambil isi dari paper bag tersebut, yang tak lain adalah gaun malam yang sedikit menerawang. Tak membutuhkan waktu lama untuk perempuan itu berganti pakaian.
Beberapa saat kemudian, Liam sudah selesai dengan ritual mandinya. Ketika pintu kamar mandi terbuka, Liam mematung seketika ketika melihat sosok sang istri yang tengah berdiri di depan kaca. Jakunnya naik turun karena harus menelan ludah. Kedua matanya mengerjap kaku dan tak mau berpaling untuk beberapa saat
Betapa tidak Liam terpesona. Lilis kembali menggodanya dengan baju tidur yang sedikit terbuka di bagian dada. Baju itu adalah rekomendasi dari kakeknya. Hadi sengaja memberikan hadiah tersebut kepada cucu menantunya.
...----------------...
...To be continued...
Mampir thor 🙋
mimpi ternyata
pengen narik rara