Onci alias Fahrurrozi, cowok yang dibesarkan dilingkungan penuh religi, ia pun alumnus sebuah Pondok Pesantren. Harapan kedua orang tuanya kelak ia menjadi pewaris tunggal sekolah pendidikan agama yang sudah dirintis kedua orang tuanya. Namun kenyataannya berbalik, Onci memilih profesi di dunia entertaiment, dan menjadi perselisihan antara dirinya dengan Abah dan Umi.
Terlebih Onci diam-diam menjalin hubungan dengan seorang gadis keterunan Tionghoa, anak seorang pengusaha dan dibesarkan di lingkungan keluarga yang begitu ta'at dengan keyakinan yang berbeda dengan keluarga Onci. Gadis itu bernama Dhea.
Gadis itu berprofesi sebagai seorang dancer profesional, yang Onci kenal dalam sebuah event yang ia selenggarakan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emha albana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BACKSTREET : Bimbang Memilih
Langit terlihat cerah, disertai awan tipis. Nampak Onci duduk termenung di pelataran base camp. Ada sedikit yang berbeda dengan sikap crew yang tak lain adalah kawan Onci juga, mereka terlihat agak dingin dan cuek dengam Onci.
"Bos, gw balik ya." Ucap Andi pamit.
"Gw ikut Di" Tukas Aldi
"Loh pada mau kemana?" tanya Ale
"Sibuk, ada urusan dikit." Tanpa menoleh ke Onci mereka pun berlalu meninggalkan keduanya.
"Gayaaa loh, pengangguran aja sok sibuk."
Sindir Ale.
Tinggallah mereka berdua, tak ada sepatah kata pun yang terucap. Ale pun asik dengan gadget-nya, begitu juga Onci yang masihs saja senyam-senyum sendiri.
Ale pun memberanikan membuka pembicaraan.
"Kalo keadaanya begini terus, dan tidak ada kegiatan. Mungkin gw sama anak-anak mau Vakum dulu dari event Ci." Ucap Ale
"Loh kok?! Bulan depan juga sudah jalan event Colouring TK dan PAUD, siapa bilang nggak ada event?" Onci pun kaget dengan ucapan Ale.
"Yaah, anak-anak ngerasa sudah nggak ada lagi yang ngarahin mereka. Elo sendirikan sibuk dengan kekasih baru loh itu Ci.."
Onci pun terdiam tak sedikit kata yang terucap, hanya memandang ke arah screen handphone.
"Anak-anak kan bisa cari-cari peserta Le, masa harus gw lagi yang nyuruh, mereka kan sudah dewasa dan terbiasa dengan event-event kita." Onci mencoba membela diri.
"Kan mereka tidak bisa dilepas gitu aja bro, harus diarahkan, dijelaskan target peserta dan bagaimana cara rekrutmentnya. Bukannya biasanya elo yang breafing mereka?" jelas Ale.
"Kan elo juga bisa Le, nggak semuany harus gw. Masing-masing tahu fungsi dan tugasnya juga. Kalo semua gw juga yang kerjakan, untuk apa ada team?!"
Keduanya pun kekeuh dengan pendapatnya masing-masing, dan tidak ada yang mau mengalah.
"Elo nggak sadar Ci, flyer nya aja belum loh buat. Dan lagi untuk penanggung jawabnya juga belom elo tunjuk, terus uang operasional mereka pun harus disiapkan, dan persyaratan peserta juga harus dibuatkan, mereka perlu itu bos." Ucap Ale.
"Yaudah, nanti malam gw buatin dan besok buat jadwal breafing. Biar lusa mereka sudah bisa sebar flyer dan operasional gw kasih." Onci mulai memahami arah pemicaraan Ale.
"Gw sebagai temen elo hanya menyampaikan apa dikeluhkan anak-anak, mereka tidak berani untuk bicara langsung, biar gw yang sampaikan ke elo. Yaah, terserah elo mau terima apa nggak."
"..............." Onci terdiam, dan memikirkan apa yang Ale ucapkan.
Onci kini berdiri diantara dua pilihan yang berat, satu sisi Dhea menginginkan dirinya untuk menemani setiap hari, mulai dari ke kampus, kerjakan tugas dan lain-lain, sedangkan team juga butuh perhatian Onci.
"Gw pernah diposisi elo Ci, tetapi elo juga harus tau kalo mata pencarian dan penghasilan kita hanya dari event. Untuk Pentas Seni SMK Jakarta Satu aja elo sudah lupa, bahwa harus kasih penawaran ke Kepsek." Ale mengingatkan kembali apa yang menjadi tugas Onci.
"Waaduuuh gw lupa!!" Onci pun kaget dan lupa bahwa ia harus meeting dengan Kepala Sekolah dan guru pembimbing kesiswaan.
"Nanti malam gw buat sekalian." Tukas Onci.
"Telaaaaat loh bos...Mereka sudah menunjuk EO lain, dan brosurnya juga lagi dibuat anak-anak OSIS, gw dapet kabar dari Ryan kalo Osis sudah kasih uang muka ke EO."
"Semua memang salah gw, yang lupa kalo gw dibutuhkan anak-anak." Sesal Onci.
"Jujur, kalo elo begini terus gw juga mau cabut dari EO, mendingan gw cari kerjaan yang gajinya jelas Ci." Ale mulai memberikan somasi untuk Onci.
"Loh juga harus inget bro, ketika nanti elo kecewa sama Dhea, kemana lagi elo pulang?Berbagi tawa, canda dan duka, kalo bukan ke kita-kita juga. Pikirkan itu broo!" Tutup Ale.
"Gw Cabut dulu, nyokap gw minta anter ke klinik. Assalamu'alikum..."
Ale pun meninggalkan Onci seorang diri, dan berlalu meninggalkannya.
Keadaan seperti ini yang membuat seorang kawan dan sekaligus leaders berada diposisi yang ia harus benar-bener memilih.
Kekasih yakni Dhea, atau mereka sahabat yang sudah seperti saudara sendiri.
"Kalo begini terus, semua bisa berantakan."
Ucap Onci dalam hati.
Tak lama, Dhea pun telepon meminta untuk dianter untuk mencari keperluan tugas kampus, dan dua jam untuk latih anak-anak SMA Samaria Kudus.
"Kalo tidak gw layanin, Dhea akan berpaling ke cowok lain dan gw paham banget karakter dia yang masih labil."
Akhirnya Onci meninggalkan basecamp dan melaju dengan motornya. Ia lupakan bahwa ada tugas yang menantinya dan ditunggu team EO nya.
Lengkap sudah hari ini masalah jadi satu, kemarin Onci harus berkelahi dengan mantanya Thea, sekarang Onci harus ditinggalkan oleh tim nya gara-gara tak lagi mengurusi event, belum lagi masalah orang tuanya. Disini ia belajar bagaimana memilah masalah dan mendewasakan dirinya. Hanya berbeda sudut pandang dan cara berpikir hingga akhirnya berujung perselisihan.
Apa yang Onci maksud tidak dapat dicernah oleh tim nya, ia mendirikan event organizer sebagai alat atau pacul bagi seorang petani untuk bisa digunakan dengan maksimal dan sebagai tempat mereka mencari rezeki.Tetapi, tidak semu urusan ditumpahkan ke dirinya, karena bukan satu, dua kali ia menyelenggarakan acara, bahkan sudah puluhan kalinya. Ia hanya ingin, tim nya itu berjalan dengan jobdesk nya masing-masing, tidak terus menerus ia suapin.
Standart Operasional Prosedur atau SOP sudah ia buatkan dan ajarkan, dalam breafing pun Onci tak lepas selalu menyisipkan tentang SOP dan Leadership, agar kelak akan ada estafet kepemimpinan dan kaderisasi, hingga akhirnya semua berjalan maksimal atau auto pilot dan menjadi tempat mereka mencari penghasilan.
Ale sendiri hampir sempurna memahami seluk beluk dunia event organizer. Sudah pernah ia melihat dan diajarkan bagaimanan cara membuat konsep acara, format proposal, estimasi anggaran, membuat rundown acara, mengemas event dengan gimmick, pencarian peserta event, laporan pertanggung jawaban, bahkan Onci pun mengajarkan bagaimana membuat sebuah konsep acara yang low budget, hight immpact dan merencakan jika hal terburuk itu terjadi, plan A, B dan C harus dijalankan.
Nah, seharusnya semua dapat berjalan dengan baik tanpa harus ada lagi istilah komando, tidak semua mengandalkan dirinya. Tahapan Onci selanjutnya hanya menjadi controler dan memastikan semuanya akan berjalan dengan baik. Hingga client, peserta dan audiens merasa puas dengan acara yang diselenggarakan.
Event Organizer itu profesi yang hanya bermodalkan jasa ide kreatif, dan inisatif yang tinggi, cekatan, tahu memahami keadaan di lapangan, teknik negosiasi, dan memang profesi nyaman, hanya mengorganisir premi-premi yang menjadi penunjang sebuah penyelenggaraan acara.
Itulah yang sebenarnya Onci harapkan dari rekannya Ale, yang kelak akan meneruskan usahanya tersebut.
"Sudahlah, jika mereka menghendaki bubar, apa daya gw yang hanya seorang Onci dengan keterbatasan segalanya." Ucap Onci menghibur diri, agar tidak terlalu depresi dengan apa yang ia alami.
***Bersambung>>>>
sedih karena Arul meninggal,,,
bahagia nya,Nabila dititipkan kepada ustadz Burhan,,,
mereka orang baik,dan akan dipertemukan dengan yg baik pula,
sabar Ustadz,,,,mungkin dia bukan jodoh terbaik buat pak ustadz
jangan playing victim donk