Marya terpaksa harus menjadi istri di atas ranjang bos dari perusahaan tempatnya bekerja. Demi bisa mendapatkan pinjaman untuk membayar hutang Ayahnya di perjudian, yang telah menggadaikan rumah mereka.
Kanzo memperlakukannya dengan baik, sehingga Marya jatuh cinta. Namun Marya harus membuang jauh jauh perasaan itu, mengingat Kanzo memiliki istri lain yang dia cintai.
Apakah Kanzo juga jatuh cinta pada Marya. Mengingat Kanzo memiliki istri lain yang lebih pantas dari Marya. Dan apa alasan Kanzo menikahi Marya?.
"Ingat Marya! kamu tidak boleh jatuh cinta. Kamu hanya istrinya di atas ranjang. Dia tidak mencintaimu" Marya.
Bagaimana kisahnya, yuk ikuti ceritanya. Di jamin baper tingkat tinggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icha cute, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Surat kesepakatan
"Bagaimana, apa kau sudah menyerah?" tanya Kanzo, memutar mutar pena di tangannya tanpa melepas netranya dari wajah Marya.
"Sudah"jawab Marya lirih wajah terlihat memerah, matanya berkaca kaca.
"Silahkan duduk" ujar Kanzo membuka laci mejanya lalu mengambil selembar kertas dari dalamnya, menyodorkannya ke depan Marya yang sudah duduk di kursi depan mejanya.
"Baca dan tanda tangani."
Marya langsung meraih kertas itu dan membacanya.
*
Surat kesepakatan
Saya yang bertanda tangan di bawah ini sebagai pihak pertama.
Nama: Kanzo Rivandra Salim
Umur: 30 Tahun.
Sebagai pihak kedua.
Nama: Marya Fawzia
Umur: 25 Tahun
Di dalam surat ini tertulis, setelah pernikahan, pihak pertama akan memenuhi kewajibanya kepada pihak ke dua. Termasuk memberi nafkah lahir dan batin. Melunasi hutang pihak ke dua. Dan menganggap lunas kerusakan mobil yang di sebabkan pihak ke dua.
Dan di surat ini, juga tertulis dan di setujui pihak ke dua secara sadar tanpa paksaan. Jika sewaktu waktu pihak ke dua meminta cerai. Pihak ke dua setuju untuk membayar semua kerugian pihak pertama, kecuali nafkah wajib istri. Di bayar dua kali lipat.
Pihak pertama
Kanzo Rivandra Salim
Pihak kedua
Marya Fawzia
*
"Di surat itu tidak ada yang merugikanmu. Cukup kamu menjadi istriku di atas ranjang, selama yang kumau" ujar Kanzo dari tadi memperhatikan raut wajah Marya." Seminggu lagi kita menikah"tambahnya.
Marya diam tidak menjawab, tanpa mengatakan apa pun. Ia membubuhkan tanda tangannya di atas namanya dengan air mata mengalir di pipinya. Mulai saat ini masa depannya berada di genggaman pria itu.
"Kalau begitu saya permisi Pak" pamit Marya lirih hampir tak bisa di dengar Kanzo. Marya beranjak dari tempat duduknya, melangkah ke arah pintu. Tiba tiba...
Bruk!
Marya ambruh ke lantai.
"Marya" Kanzo kaget dan langsung mendekati Marya. Mengangkat tubuh Marya dari lantai membawanya ke sofa.
'Dia demam' batin Kanzo merasakan tubuh Marya hangat saat menggendongnya. Kanzo pun meletakkan tubuh Marya dengan sangat hati hati di atas sofa panjang. Kemudian keluar dari ruangannya untuk meminta sekretarisnya mengambilkan obat demam, baskon dan handuk kecil.
"Cici!, ambilkan obat demam, baskom berisi air hangat dan handuk kecil" perintah Kanzo.
"Baik Pak!" patuh Cici langsung beranjak dari tempat duduknya.
Kanzo kembali masuk ke ruangannya, menunggu sambil mengerjakan pekerjaannya di meja kerjanya. Setelah Cici datang membawa semua pesanannya, Kanzo berdiri dari kursi kebesarannya.
"Marya kenapa Pak?, dia sakit?. Kenapa gak di bawa berobat Pak?" cerca Cici.
"Diam Ci" ucap Kanzo.
"Maaf Pak" Cici menutup mulutnya dengan tangan.
"Awas kalau mulutmu bocor" ancam Kanzo. Sekretarisnya itu mulutnya sangat bocor, kalau sudah bicara sering tidak punya rem.
"Iya Pak, iya Pak" patuh Cici lagi.
"Sana keluar, jangan ijinkan orang masuk" pesan Kanzo lagi.
"Iya Pak, kalau begitu saya permisi" pamit Cici langsung keluar dari ruangan itu.
"Cici Cici, kalau bicara sering gak ada remnya" Cici pemukul mulutnya sendiri setelah menutup pintu ruangan itu.
Setelah Cici keluar, Kanzo mendekati Marya, menaruh kain kompres yang sudah di celupkan ke air hangat ke kening calon istrinya itu. Kanzo pun memperhatikan wajah Marya yang terlihat pucat dan sembab.
'Apa dia terus menangis?' tanya Kanzo di dalam hati.
**
Marya terbangun dari tidur lelapnya, matanya mengerjab saat merasakan sesuatu menempel di keningnya. Marya pun membuka perlahan kelopak matanya dan meraih sesuatu yang menempel di keningnya itu.
"Sudah bangun?"
Suara bariton itu berhasil mengalihkan penglihatan Marya ke arah dari mana datangnya suara itu. Marya terdiam melihat Kanzo yang berjalan mendekat ke arahnya, lalu berusaha untuk duduk.
"Kamu pingsan setelah menandatangani surat kesepakatan kita" ujar Kanzo mengulum senyumnya, lalu mendudukkan tubuhnya di samping Marya yang menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa.
"Makanlah, baru kamu minum obat." Kanzo menggeser makanan di atas meja ke depan Marya.
Marya menurut, dia memang harus sehat kembali. Kalau dia sakit siapa yang akan mengurus Ibu dan Adiknya. Dan juga kalau dia sakit, Ibunya pasti bersedih.
"Istirahatlah kembali, setelah merasa baikan, baru kamu pulang." Kanzo kembali duduk ke kursi di meja kerjanya. Dia tidak mencintai Marya, bukan?. Jadi dia tidak perlu memperhatikan Marya berlebihan.
Marya yang merasa kepalanya pusing dan badannya juga lemah, terpaksa kembali membaringkan tubuhnya kembali di sofa itu. Meski sebenarnya Marya tidak nyaman tidur di ruangan itu, terlebih ada Kanzo di sana. Pasti Kanzo terus memperhatikannya.
Dan benar saja, melihat Marya berada di ruangan itu, mata Kanzo terus melirik ke arah sofa, membuatnya tak pokus bekerja. Apa lagi saat melihat jas yang di tutupkannya ke bagian paha Marya melorot, itu berhasil mencuri penglihatannya.
Kanzo tak nyaman melihat itu, sehingga ia beranjak dari tempat duduknya, melangkahkan kakinya ke arah sofa untuk memperbaiki jasnya yang menutup bagian lutut Marya yang terlihat. Kanzo menaik turunkan jakutnya saat menutup kulit putih mulus itu. Sebagai laki laki normal, tentu darahnya berdesir melihat itu. Tapi Kanzo masih punya iman, menahan hasratnya untuk tidak melakukan perbuatan tak bermoral itu.
Marya kembali terbagun dari tidurnya, karna merasakan tubuhnya panas dan bercucuran keringat. Sepertinya itu efek obat yang di minumnya, membuta tubuhnya hangat dan berkeringat banyak.
'Ini sudah jam berapa?' batin Marya merasakan kalau dia tidur sudah sangat lama.
Marya mengarakan pandangannya ke arah meja kerja Kanzo. Ternyata Kanzo sudah tidak ada di ruangan itu.
'Ya Tuhan, apa sekarang sudah malam?' Marya langsung duduk seperti orang kaget. Marya pun mengarahkan pandangannya ke arah horden kaca ruangan itu. Dan benar saja, hari sudah gelap di luar. Kanzo tidak membangunkanya dan meninggalkannya sendiri di ruangan itu. Pasti para karyawan sudah pulang semua, tinggal Marya sendiri tinggal di gedung perusahaan itu, seram.
Saat pandangannya terarah ke meja sofa, tasnya sudah berada di atas meja. Marya mengambil tasnya itu lalu beranjak dari sofa, untuk pulang.
Namun saat membuka pintu ruangan itu, tiba tiba Kanzo sudah berdiri di depan pintu. Marya kaget sampai ia terlonjak mundur kebelakang sambil memegangi dadanya.
"Sudah bangun?" tanya Kanzo melangkah masuk ke ruangannya setelah Marya memberinya jalan.
"Sudah Pak" jawab Marya.
"Ayo pulang, aku akan mengantarmu" ujar Kanzo merapikan meja kerjanya, lalu mengambil jasnya dari atas sofa dan memakainya.
"Aku pulang sendiri aja Pak" tolak Marya, tubuhnya sudah terasa baikan setelah istirahat seharian di ruangan itu. Jadi dia bisa pulang sendiri, lagian malam masih menunjukkan pukul delapan.
"Terserahmu saja kalau tidak mau." Kanzo melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu, tanpa ada niatan untuk membujuk Marya. Dia sedang tidak bucin, meski Marya adalah calon istrinya.
Marya pun mengikuti langkah Kanzo dari belakang, memperhatikan punggung pria itu masuk ke dalam lif. Marya menghela napasnya saat akan menyusul Kanzo masuk, menebak apa sebenarnya tujuan Kanzo menikahinya. Rasanya Marya tidak percaya, jika karna nafs* saja.
*Bersambung
part widuri dan haris..
saya gk mao tau author hsr tanggung jawab