Menikah Dengan Dosen Pengganti

Seketika Andin memelukku, dia juga meneteskan air mata iba atas apa yang menimpaku. Hingga mama masuk menemuiku di kamar, membuatku melepaskan pelukan Andin.

“Duh, anak mama cantik bangat sih. Mirip artis korea.” Ucap mama memelukku. Di pelukan mama, aku malah menangis.

“Loh kok malah nangis sih. Kenapa hem.” Ucap mama.

“Aku tidak mau menikah dengan Wahyu ma..hiks.” Rengekku pada mama.

“Jangan gitu sayang, mungkin Wahyu sudah berubah dan dia adalah jodoh yang sudah disiapin oleh Allah. Kamu harus kuat ya, semua pasti ada hikmahnya.” Ucap mama menenangkan.

“Ya sudah, mama mau keluar dulu. Sepertinya mempelai pria sudah datang.” Mama mengecup keningku lama, ada air mata yang bertandang di pelupuk matanya.

Saat mama hendak keluar, ayah tiba-tiba masuk dengan muka merah menahan emosi.

“Dimana kalian menyembunyikan Wahyu hah.” Bentak ayah menunjuk mama.

“Maaf apa maksud pak Anton? Siapa yang menyembunyikan Wahyu.?” Jawab mama tenang.

“Jangan sok polos dan tidak tau apa-apa, kalian kan yang menculik Wahyu untuk menggagalkan pernikahan ini?” Bentak ayah lagi.

“Yah, cukup..! ayah tidak berhak bentak mama.” Ucapku berdiri di depan ayah.

Di tengah-tengah keributan itu, tiba-tiba kak Fahmi, kak Dirga, Bapak serta kakakku masuk. Aku sempat melihat kakakku mengedipkan mata seolah tau akan masalah ini.

“Yah, ayah jangan emosi seperti itu. Ibu Sri dan keluarga sejak semalam ada disini, mana mungkin mereka menyembunyikan Wahyu.” Ucap kak Dirga membela mama.

“Tapi bagaimana dengan pernikahan Nayla Ga? Semua tamu sudah datang penghulu pun sejak tadi menanyakan mempelai pria. Keluarga Wahyu juga sudah berkumpul, tapi mereka bilang Wahyu sejak semalam tidak pulang.” Jelas ayah masih dengan intonasi marah.

“Berarti Wahyu juga tidak mau menikah dengan aku yah, mungkin dia malu dengan apa yang telah dia perbuat dimasa lalu. Aku kan sudah bilang sama ayah, kalau Wahyu itu tidak baik.” Jelasku.

“DIAM KAU NAYLA, AKU TIDAK MINTA PENDAPATMU.!” Bentak ayah.

Seketika lututku lemas ketia ayah membentakku dengan sangat keras dan tajam, selama ini ayah membentak tapi masih kategori wajar. Aku betul-betul tidak menyangka ayah akan setega itu. Mama memeluk dan berusaha menenangkanku sementara. Sedangkan Andin duduk disampimgku dengan wajah pucat. Mungkin dia ketakutan dengan situasi seperti ini.

“Maaf pak, anda tidak boleh membentak Nayla seperti itu. Dia tidak bisa dibentak-bentak.” Kali ini bapak yang angkat suara.

Tapi, bukannya masalah seleasai ayah malah makin menuduh bapak dan mama yang menculik Wahyu hingga Fahmi memanggil ayah dengan sebutan ayah.

“Yah, Fahmi mohon ayah tenangkan diri ayah. Ayah tidak boleh menuduh mereka, belum tentu mereka pelakunya.” Ucap kak Fahmi dingin, namun mampu membuat ayah terduduk.

Aku makin tidak mengerti dengan kak Fahmi, mengapa dia memanggil ayahku dengan sebutan ayah dan ayah jadi tenang. Kak Dirga memeluk ayah, sementara kak Fahmi masih tetap di posisinya.

“Aku malu Fahmi, aku malu sama semua orang. Aku malu sama semua kolega perusahaan, apa kata mereka kalau pernikahan ini dibatalkan.” Ucap ayah frustasi.

“Nanti aku bantu jelasin sama mereka. Ayah tenang saja, semua akan baik-baik saja. Lebih baik kita semua keluar, biarkan Nayla tenang.” Ucap kak Fahmi tanpa ekspresi.

Semua telah keluar menyisakan aku dan Andin yang berusaha menenangkanku.

“Nay, udah dong kamu kan sudah batal nikah. Ngapain nangis lagi sih.” Ucap Andin menyadarkanku.

“Aku sedih karena bentakan ayah Ndin.” Ucapku parau.

“Ya sudah sih, lagian kan kamu tidak jadi menikah. Kamu masih bebas.. hehe.”

Andin nyengir memamerkan gigi kelincinya, aku juga ikut senyum. Penuturan Andin memang benar, setidaknya aku batal menikah. Tapi belum sempurna senyumku, tiba-tiba suara MC menghapusnya dengan kalimat yang menyayat hati.

“Baik, berhubung mempelai pria sudah ada, akad nikah akan segera dilaksanakan.”

Kalimat itu betul-betul mengagetkanku begitu juga dengan Andin.

“Nay, aku salah dengar kan?.”Tanya Andin

“Coba kita lihat Nay,” ajak Andin. Namun aku menolaknya, rasanya itu hanya halusinasiku.

Belum sempat Andin melangkah, tiba-tiba terdengar suara ayah.

“Ananda Muhammad Fahmi, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri saya Sri Nayla Maharani, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan uang tunai lima ratus ribu rupiah dibayar tunai.”

“Saya terima nikah dan kawinnya Sri Nayla Maharani dengan mas kawin tersebut tunai.”

Suara kak Fahmi lantang mengucapkan ijab kabul dengan satu tarikan napas. Seketika Andin memelukku, untuk kesekian kalinya dia berusaha menenangkanku.

“Nay, sabar ya. Mungin kak Fahmi emang sudah ditakdirkan untuk kamu. Sabar ya” Ucapnya.

Bahuku terguncang karena tangisan, make up aku tidak tau sudah seperti apa. Aku tidak peduli, rasanya aku sedang mimpi. Mama masuk dengan mata sembab, mungkin habis nagis.

“Nayla, ayo keluar sayang. Suamimu sudah menunggu.” Ucapnya dengan setetes air mata yang berhasil lolos.

Aku enggan untuk beranjak, hingga kakakku datang dengan keadaan sama seperti mama.

“Loh, kok malah nagis jelek loh. Ayo sini aku benahi dulu make up nya.”

Kakak membenahi make up ku sebelum aku keluar untuk menemui kak Fahmi yang kini sudah menjadi suamiku. Tidak ada acara tanda tangan buku nikah karena belum disiapkan sebelumnya. Kak Fahmi menyentuh ubun-ubunku lalu membacakan do’a-do’a kebikan. Tidak ada kata-kata yang keluar dariku, bahkan untuk mengaminkan do’anya pun rasanya enggan.

Kak Fahmi mengulurkan tangannya, namun aku hanya memandanginya. Hingga ada suara seorang bapak-bapak.

“Mungkin sebelumnya dia belum pernah bersentuhan dengan lawan jenis makanya grogi begitu..hehehe.” Ucapnya diikuti dengan tawa para tamu undangan.

Seharian aku melayani tamu undangan yang banyaknya tak terhitung, hanya beberapa yang aku kenal yaitu teman serta dosen-dosenku.”

Namun tak jarang orang heran karena foto pria yang ada di undangan berbeda dengan yang di pelaminan. Hingga Arkan, Edo, Rio, Yahya, Andri, Yudi Serta Ririn datang memberi ucapan selamat pun kaget.

“Wow Nay, kok muka yang di undangan sama yang disini beda.” Ucap Yudi heran.

“Mungkin salah posisi foto kali.” Timpal Rio.

“Awas, salah ngomong melayang tuh sepatu Nayla sama kalian.” Ucap Arkan.

Aku hanya senyum dengan ocehan mereka. Aku hanya ingin acarnya ini cepat berakhir hingga aku bisa luapkan emosi yang sudah tertahan pada laki-laki disampingku. Laki-laki yang kini telah menjadi suamiku.

Kak Fahmi sudah keterlaluan menggantikan Wahyu tanpa persetujuanku. Walaupun aku juga tidak mau dengan Wahyu, tapi aku pun tidak mau dengan Kak Fahmi. Aku belum ada niat untuk menikah muda.