NovelToon NovelToon
DRAGUNOV SAGA : Love That Defies The Death

DRAGUNOV SAGA : Love That Defies The Death

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / CEO / Mafia / Romansa / Enemy to Lovers / Roman-Angst Mafia
Popularitas:528
Nilai: 5
Nama Author: Aruna Kim

Apollo Axelion Dragunov, seorang mafia berhati batu dan kejam, tak pernah percaya pada cinta apalagi pernikahan. Namun hidupnya jungkir balik ketika neneknya memperkenalkan Lyora Alexandra Dimitriv, gadis polos yang tampak ceroboh, bodoh, dan sama sekali bukan tipe wanita mafia.
Pernikahan mereka berjalan dingin. Apollo menganggap Lyora hanya beban, istri idiot yang tak bisa apa-apa. Tapi di balik senyum lugu dan tingkah konyolnya, Lyora menyimpan rahasia kelam. Identitas yang tak seorang pun tahu.
Ketika musuh menyerang keluarga Dragunov, Apollo menyaksikan sendiri bagaimana istrinya berdiri di garis depan, memegang senjata dengan tatapan tajam seorang pemimpin.
Istri yang dulu ia hina… kini menjadi ratu mafia yang ditakuti sekaligus dicintai.
❝ Apakah Apollo mampu menerima kenyataan bahwa istrinya bukan sekadar boneka polos, melainkan pewaris singgasana gelap? Atau justru cinta mereka akan hancur oleh rahasia yang terungkap? ❞

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aruna Kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7

Petir menyambar di kejauhan, menerangi langit malam sesaat. Hujan mulai turun rintik-rintik, menambah nuansa kelam di sisi timur area gedung . wilayah yang sudah lama ditinggalkan, tempat bangunan-bangunan tua berlumut berdiri seperti saksi bisu masa lalu.

Apollo turun dari mobil begitu kendaraan berhenti di jalan berlumpur. Senter di tangan nya menembus gelap, menyorot dinding gedung tua dengan jendela pecah dan pintu berkarat.

“Pastikan area sekitar bersih,” katanya pelan tapi tegas. Eliot memberi isyarat pada dua pengawal untuk mengitari sisi bangunan. Johan menyiapkan pistol dengan gerakan cepat, sementara Apollo sendiri melangkah masuk ke dalam tanpa menunggu.

Langkah sepatunya bergema di lantai berdebu. Bau besi tua dan kayu lapuk memenuhi udara.Dan di tengah ruangan besar yang remang itu terlihat sosok kecil diikat pada tiang besi, rambutnya berantakan, wajahnya basah oleh air mata.

“Lyora…” suara Apollo turun setengah nada.

Ia melangkah cepat, tapi berhenti beberapa langkah sebelum mendekat, memperhatikan keadaan sekitar. Tak ada suara lain, tak ada tanda-tanda perlawanan. Tapi matanya matanya yang biasanya tenang kini bergetar.

Lyora mendongak perlahan. Mata itu sembab, merah, penuh ketakutan.“Jangan” suaranya serak, nyaris tak terdengar. “Jangan mendekat, Apollo…”

Apollo menatapnya lama, lalu menurunkan senjatanya sedikit. “Diam di sana. Aku akan melepaskanmu.”

Tapi sebelum ia sempat melangkah, suara lembut namun asing terdengar dari sisi ruangan, menggema di antara pilar tua.

“Lambat juga kau datang, Dragunov.”

Apollo menoleh cepat. Dari balik bayangan pilar, muncul sosok pria bertopeng rubah perak , sama seperti di luar tadi. Ia berdiri santai, satu tangan memegang map kulit, satu tangan lagi memainkan pisau kecil yang berkilat di bawah cahaya petir.

Eliot dan Johan segera mengangkat senjata, tapi pria itu tertawa pelan. “Santai saja. Kalau aku ingin melukainya, aku sudah melakukan nya sejak sepuluh menit lalu.”

Apollo menatap dingin. “Lepaskan dia, atau aku akan pastikan kau tak punya kesempatan bicara lagi.”

“Lepaskan?” pria itu memiringkan kepala, nada suaranya seperti mengejek. “Lucu. Kau bicara seolah dia benar-benar punyamu.”

Lyora menggigit bibirnya, matanya bergerak panik antara Apollo dan pria bertopeng itu.

“Apollo, jangan dengarkan dia!” serunya, suaranya bergetar. “Dia bukan siapa pun ”

“Benarkah?” potong pria bertopeng itu cepat. “Atau mungkin… aku orang yang jauh lebih tahu tentangmu daripada yang kau kira, Dragunov.”

Apollo menegang. Jemarinya yang meme gang senjata mulai mengepal. “Siapa kau sebenarnya?”

Pria itu tersenyum samar di balik topeng peraknya. “Seseorang yang seharusnya sudah mati lima tahun lalu. Tapi tampaknya, takdir memberiku kesempatan kedua.”

Petir menyambar lagi. Kilatan cahaya memperlihatkan sesuatu di bawah jaket pria itu , lencana besi tua dengan lambang Dragunov yang sudah tergores.

Apollo memicingkan mata, napasnya memburu.Sementara Lyora menangis pelan, berusaha meronta dari ikatannya. “Apollo… tolong…”

Suasana menegang.Hujan semakin deras, menetes melalui atap bolong, menimpa lantai retak di antara mereka. Apollo perlahan mengangkat pistol, matanya tajam. “Tampak nya aku memang harus menyelesaikan urusan lama malam ini.”

Dan tepat sebelum ia menarik pelatuknya, pria bertopeng itu melempar sesuatu ke arah Lyora, sebuah pisau kecil yang menancap hanya sejengkal dari wajah gadis itu.

Lyora menjerit. Apollo bereaksi seketika, berlari ke arahnya. Dan dalam satu kedipan mata, pria bertopeng rubah itu sudah menghilang ke kegelapan, meninggalkan hanya tawa pelan yang bergema di antara reruntuhan.

Apollo merobek tali di pergelangan tangan Lyora dengan cepat, menggenggam bahunya kuat-kuat.“Kau baik-baik saja?” suaranya tegas tapi terdengar lebih seperti kegelisah an.

Lyora mengangguk, air matanya jatuh.Namun saat Apollo menariknya berdiri, sesuatu di lantai menarik perhatiannya,

sebuah simbol kecil diukir dengan darah di dekat tempat Lyora tadi diikat: bentuk rubah dengan huruf “Δ”.

Apollo memandangi simbol itu lama. Rahang nya mengeras. “Delta Fox…” gumamnya rendah, nyaris seperti mengutuk masa lalu yang seharusnya sudah ia kubur.

Sementara di luar, petir kembali menyambar.

Dan di puncak menara gedung tua itu, sosok bertopeng rubah berdiri menatap mereka dalam diam, namun seolah memberi janji bahwa ini baru permulaan.

Beberapa menit berlalu...

Mereka membawa Lyora pulang ke mansion dalam keadaan lemah. Tubuhnya diselimuti mantel hitam milik Apollo, rambutnya yang berantakan menempel di pipi yang masih lembap oleh air mata.

Di sepanjang perjalanan, tidak ada satu pun dari mereka yang berbicara. Hanya deru mesin dan suara hujan yang menampar kaca mobil. Eliot sesekali menatap ke kursi belakang, memastikan napas Lyora masih teratur.

Begitu sampai di mansion, Johan segera membopong tubuh Lyora ke kamar utama. Selimut putih diselimut kan di atas tubuhnya yang tampak pucat, sementara Apollo berdiri di ambang pintu, diam dan tegang.

Tatapan matanya tak bisa lepas dari wajah itu wajah yang sama, tapi, ada sesuatu yang terasa berbeda.

“Dia cuma shock, Bos,” ucap Eliot pelan, mencoba menenangkan.

Namun Apollo tidak menjawab. Matanya menatap lama ke arah kelopak mata Lyora yang tertutup rapat.Sekilas, ada gerakan halus di sudut bibir wanita itu.Sebuah senyum tipis, nyaris tak terlihat, tapi cukup untuk membuat jantung Apollo berdegup pelan dan matanya menyipit waspada.

Ia menunduk sedikit.Dalam bayangan cahaya lampu, mata Lyora sempat terbuka sepersekian detik, menatap lurus ke arah Apollo dengan tatapan tajam, dingin, seolah bukan dirinya. Lalu… menutup lagi, seolah tak terjadi apa-apa.

Apollo mundur selangkah.Ada hawa aneh di ruangan itu,bukan dingin biasa, tapi sesuatu yang menyerupai ketidakhadiran jiwa.

“Bos?” Johan menatap bingung.Apollo hanya berucap pelan, nyaris seperti gumaman,

“Pastikan pintu kamar ini dikunci. Dan jangan biarkan siapa pun mendekat tanpa izinku.”

Lalu ia melangkah pergi, tanpa menoleh lagi, meninggalkan Lyora yang tampak tertidur damai di bawah cahaya lampu redup, sementara di balik kelopak matanya yang tertutup, ada sesuatu yang menyeringai.

FLASH BACK..beberapa waktu sebelumnya..

di ruang bawah tanah yang hanya diterangi cahaya monitor, suasana terasa lembap dan sunyi. Dindingnya terbuat dari baja abu gelap, dan layar-layar besar di sepanjang ruangan menampilkan rekaman dari berbagai sudut kota ,jalanan, atap gedung, dan aula tempat pertunangan Dragunov barusan berlangsung.

Suara pintu besi terbuka pelan. Langkah berat masuk, bergema di lantai beton. Pria bertopeng rubah perak itu melangkah cepat ke arah tengah ruangan, napasnya masih sedikit tersengal.

Di depan layar komputer, duduk seorang wanita bergaun biru laut warna yang sama dengan gaun Lyora di pesta pertunangan tafi.

Rambut panjangnya terurai lembut, tapi sebagian menutupi sisi wajahnya yang memakai topeng rubah juga versi lebih tipis, berwarna keperakan lembut. Tangannya sibuk menari di atas keyboard, memindai data dan membuka jalur enkripsi.

Tanpa menoleh, ia bertanya dengan nada datar namun anggun. “Bos,” panggil pria itu pelan.Wanita itu berhenti sejenak, bahunya sedikit bergeser. “Hm?” sahutnya tanpa menatap.

“Semua berjalan sesuai rencana,” lapor pria itu akhirnya. “Aku berhasil mengelabui mereka.”

Kursi sang wanita berputar perlahan. Mata di balik topeng itu menatap tajam, namun di sudut bibirnya tersungging senyum kecil yang nyaris menyeramkan.

“Berhasil, ya?”

“Ya.” Pria itu mengangguk. “Apollo Dragunov sempat mengejar, tapi aku memancingnya dengan arsip kosong seperti yang kau suruh.”

Wanita itu berdiri perlahan, menyentuh map hitam di meja logam. Ia membuka isinya — hanya tumpukan kertas putih polos tanpa tulisan sedikit pun.

“Bagus,” katanya pelan, lalu menyeringai. “Mereka percaya kau membawa sesuatu yang penting, padahal itu cuma kertas kosong.”

Ia berjalan mendekat, langkahnya ringan tapi setiap langkah mengandung aura dingin yang membuat pria itu menunduk otomatis.

Tangannya terulur, menyentuh bahu pria itu. “Sekarang dengarkan aku baik-baik,” katanya lembut tapi tegas. “Begitu mereka menemu kan lokasi ini, jangan melawan.”

Pria itu mengangkat kepala, bingung. “Apa maksudmu?”

Wanita itu tersenyum miring, menatap lurus ke matanya dari balik topeng. “Pastikan saat mereka datang nanti, ikat aku.”

“Apa?”

“Aku sudah katakan, ikat aku.” Suaranya meninggi sedikit, namun bukan marah , lebih seperti sedang menyusun rencana yang sudah matang.

“Buat mereka percaya aku korban. Buat mereka pikir aku diculik. Jangan buka kedok siapa aku sebenarnya.”

Pria bertopeng itu tampak ragu. “Tapi—”

“Tidak ada tapi,” potong wanita itu dingin.

“Kalau aku tertangkap, hanya itu cara untuk tetap berada di tengah permainan. Dragunov tidak pernah menyelamatkan siapa pun tanpa alasan, dan aku akan jadi alasan berikutnya.”

Ia menatap layar komputer, memperbesar gambar Apollo yang masih berdiri di tengah hutan, menggenggam gantungan kapal di tangannya. Senyum di bibir wanita itu perlahan berubah menjadi senyum licik.

“Sudah waktunya dia belajar bahwa tidak semua yang tampak lemah benar-benar perlu diselamatkan.”

Ia menoleh ke pria bertopeng itu sekali lagi.

“Sekarang pergi. Siapkan semuanya. Saat mereka tiba, aku harus terlihat seolah baru disiksa.”

Pria itu mengangguk perlahan, menelan ludah. “Baik, Bos.”

Dan ketika ia melangkah pergi, wanita bertopeng itu menatap refleksinya di layar .

wajah di balik topeng rubah, dengan gaun biru laut yang kini tampak seperti bayangan dari sosok yang pernah dikenal dunia dengan tingkah polos dan konyolnya..

1
tefa(♡u♡)
Thor, aku tunggu cerita selanjutnya, kasih kabar dong.
Aruna Kim: siap !. update menunggu
total 1 replies
shookiebu👽
Aduh, abis baca ini pengen kencan sama tokoh di cerita deh. 😂😂
<|^BeLly^|>
Ga nyangka bisa terkena hook dari karya ini. Jempol atas buat author!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!