NovelToon NovelToon
Jadi Istri Om Duda!

Jadi Istri Om Duda!

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta pada Pandangan Pertama / Duda
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Galuh Dwi Fatimah

"Aku mau jadi Istri Om!" kalimat itu meluncur dari bibir cantik Riana Maheswari, gadis yang masih berusia 21 Tahun, jatuh pada pesona sahabat sang papa 'Bastian Dinantara'

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Galuh Dwi Fatimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Fun Gathering

Satu bulan berlalu dengan cukup baik bagi Riri. Ia mulai terbiasa dengan ritme kerja di Divisi Humas Dinantara Group. Rekan-rekan satu divisinya juga sangat membantu, terutama saat Riri kebingungan menghadapi tugas-tugas pertama sebagai junior PR.

Setiap hari, ia semakin mengenal siapa yang cerewet, siapa yang pendiam, siapa yang suka bercanda, dan siapa yang diam-diam jadi fans berat Bastian Dinantara, termasuk beberapa senior perempuan di lantai lima.

Siang itu, saat jam makan siang hampir usai, Riri dan Rico duduk di pantry sambil menikmati sisa teh dingin. Rico, rekan sesama anak baru yang sifatnya selalu ceria dan usil, mencondongkan tubuhnya ke arah Riri.

“Kamu ikut kan, Ri?” tanya Rico tiba-tiba.

“Ikut apa?” Riri mengerutkan dahi.

“Gathering perusahaan lah, apalagi? Jangan bilang kamu gak tau soal acara ini.” jawab Rico sambil menepuk kening sendiri.

“Gathering? Kita kan anak baru, Ric. Masa udah ikutan gathering segala,” ujar Riri ragu.

“Ya mau gimana, Ri. Orang itu perintah Pak Bos,” Rico mengangkat bahu santai. “Semua karyawan wajib ikut, tanpa terkecuali. Kecuali kamu sakit atau punya alasan resmi banget baru di izinin gak ikut.”

Riri melipat tangannya. “Aduh… aku kan belum terlalu kenal banyak orang. Nanti malah awkward. Males ah.”

“Justru gathering itu kesempatan buat kenalan sama orang-orang baru, Ri. Kamu pikir senior-senior itu bakal gigit kamu?” goda Rico dengan tawa kecil.

Riri mencibir. “Nggak gigit sih… tapi mereka tuh kayak punya geng sendiri. Aku takut jadi pengganggu.”

Tiba-tiba, Siska, senior perempuan yang dikenal super aktif, muncul dari belakang mereka sambil membawa kopi. “Siapa yang ganggu?”

Riri langsung tegak. “Eh… nggak, Kak! kita cuma lagi ngobrol biasa kok,” jawabnya gugup.

Siska tertawa. “Gathering itu santai kok. Kamu nanti satu tim sama anak PR juga. Kita malah butuh anak baru kayak kamu biar tim kita menang semua game.”

Rico melirik ke arah Riri dengan ekspresi “tuh kan”.

“Game?” tanya Riri penasaran.

“Yap! Gathering perusahaan kita tuh nggak sekadar kumpul-kumpul. Ada banyak game antar divisi juga. Biasanya Pak Bastian juga turun ke lapangan buat keliling liat-liat. Jadi kamu siap-siap aja. Dijamin pasti seru.” jelas Siska dengan senyum penuh arti.

Begitu mendengar nama Bastian, jantung Riri berdetak sedikit lebih cepat. Sejak kejadian hampir jatuh di lorong waktu itu, ia jadi lebih hati-hati setiap bertemu pria itu. Namun entah kenapa, setiap mendengar namanya, ada sensasi hangat yang muncul begitu saja.

“Gathering-nya di mana, Kak?” tanya Rico.

“Di resort pinggir pantai. Dua hari dua malam. Semua akomodasi ditanggung perusahaan. Jadi jangan ada alasan kabur ya,” jawab Siska sambil melangkah pergi.

Riri dan Rico saling pandang.

“Pantai…” gumam Riri.

Rico mengangkat alisnya nakal. “Nah, siapa tahu kamu bisa satu tim sama Pak Bos. Bisa makin deket tuh.”

“Ric!” Riri langsung mencubit lengannya. “Ngaco!”

“Aduh aduh! Sakit, Ri!” Rico tertawa ngakak.

Riri menghela napas panjang. Gathering pertama sebagai karyawan junior ternyata tidak bisa dihindari.

___

Pagi itu, halaman parkir Dinantara Group berubah seperti terminal mini. Dua bus pariwisata besar berjejer rapi, dan puluhan karyawan mulai berdatangan dengan koper kecil dan tas ransel. Ada yang pakai outfit santai, ada juga yang kelewat fashionable seolah mau photoshoot.

Riri datang dengan kaus putih oversized, jeans biru muda, dan sneakers putih. Rambutnya diikat setengah, membuatnya tampak fresh. Ia berjalan sambil menarik koper mungilnya, mencari wajah familiar di tengah kerumunan.

“Riii! Siniii!” suara Rico terdengar seperti toa. Ia melambai sambil berdiri di dekat bus pertama.

“Ric, pelan-pelan napa! Malu tahu diliatin orang,” desis Riri sambil mendekat.

Rico ngakak. “Biar semua tahu, anak baru paling kece udah datang.”

“Rico jangan rese yak, Semua orang juga tau kamu si anak baru yang paling heboh sendiri,” balas Riri, pura-pura memukul lengan Rico.

Rico hanya bisa tertawa lepas menghadapi reaksi Riri.

Mereka pun naik ke dalam bus. Suasana di dalam ramai oleh suara obrolan dan tawa. Riri langsung mencari kursi kosong, dan matanya berhenti pada barisan tengah… tepat saat Bastian masuk ke dalam bus dari pintu depan.

Pria itu tampil santai tapi tetap berwibawa, kaus polos hitam, celana chino krem, dan kacamata hitam yang digantung di kerah. Semua mata wanita, termasuk beberapa senior Riri, langsung melirik ke arahnya.

Rico berbisik, “Bos masuk. Aura bossy-nya tetep kerasa walau cums pakai kaos.”

“Jangan keras-keras, Ric!” Riri langsung menepuknya panik.

Bastian berjalan menyusuri lorong bus, menyapa beberapa karyawan yang dikenalinya. Saat matanya bertemu dengan Riri… entah kenapa langkahnya sedikit melambat.

“Pagi,” ucap Bastian singkat.

“Pa… pagi, Om—eh maksud saya, Pak Bastian,” jawab Riri terbata-bata.

Rico hampir meledak tertawa mendengarnya.

“Om ya?” Bastian menaikkan satu alis, ekspresinya antara heran dan geli.

“Eh… maksudnya… ya… saya kebiasaan… hehe,, Maaf Pak.” Riri menunduk, pipinya memanas.

Bastian hanya tersenyum kecil, lalu duduk di kursi kosong persis di seberang lorong dari tempat Riri duduk. Jaraknya tidak terlalu jauh… tapi cukup untuk membuat jantung Riri berdetak dua kali lebih cepat.

Bus pun mulai melaju. Rico segera terlelap, meninggalkan Riri yang kikuk sendirian. Ia berusaha fokus ke jendela, tapi suara Bastian yang sedang mengobrol dengan staf di kursi depannya terdengar jelas.

Setelah beberapa saat, bus mengerem agak mendadak karena mobil di depan berhenti tiba-tiba. Rico tak bergeming, tapi Riri yang tidak siap malah kehilangan keseimbangan dan tubuhnya sedikit terjatuh ke arah lorong.

Refleks, Bastian mengulurkan tangan dan menangkapnya tepat sebelum ia jatuh menimpa koper orang.

“Pegangan,” ucap Bastian cepat.

Riri terpaku sepersekian detik. Tangannya kini berada dalam genggaman Bastian, terasa hangat, mantap, dan membuat seluruh tubuhnya menegang. Beberapa karyawan yang melihat adegan itu langsung bersiul pelan.

“Woooo… drama Korea mulai guys,” celetuk salah satu senior di belakang.

Riri buru-buru duduk tegak lagi, wajahnya semerah tomat rebus. “Makasih, Pak,” ucapnya malu-malu.

Bastian menggeleng pelan dengan senyum tipis. “Lain kali jangan bengong kalau naik bus,” katanya, nada suaranya ringan tapi matanya seperti menyimpan sesuatu.

Riri menunduk makin dalam. Rico yang tadinya tidur tiba-tiba bangun dan langsung berbisik, “Ri… kamu barusan dipeluk Pak Bos, ya?”

“Bukan peluk! Cuma… ya gitu deh!” bisik Riri panik.

Rico menutup mulutnya sambil cekikikan. “Aduh, gathering ini bakal seru banget!”

"Apa sih, Ric ! Udah kamu lanjut tidur aja sana biar gak ngomong macem-macem."

1
Grindelwald1
Wah, mantap!
Galuh Dwi Fatimah: terimakasih!!
total 1 replies
Niki Fujoshi
Capek tapi puas baca cerita ini, thor! Terima kasih sudah membuatku senang.
Galuh Dwi Fatimah: Terimakasih kak, semoga harimu selalu menyenangkan
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!