Tidak ada rumah tangga yang berjalan mulus, semua memiliki cerita dan ujiannya masing-masing. Semuanya sedang berjuang, bertahan atau jutsru harus melepaskan.
Seperti perjalanan rumah tangga Melati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Dini hari setelah selesai bercinta dengan istri keduanya dan memastikan wanita itu sudah tidur pulas. Mas Kalingga segera membersihkan diri dan langsung pulang mengendarai mobilnya.
Perasaannya terus berkecamuk, hatinya tidak pernah tenang meninggalkan istri dan kedua anaknya. Maka dia memutuskan untuk pulang, ingin memeluk mereka yang sangat disayanginya.
Mas Kalingga tidak menemukan Melati di kamarnya. Kamar itu terasa sepi dan dingin seperti kuburan, kadang Melati tidak menghuninya. Dia lebih senang tidur bersama anak-anaknya.
Iya, istrinya sedang berada di pojok ruangan kamar kedua putrinya. Mengangkat kedua tangan di atas sajadah dengan tubuh yang bergerak. Pasti istrinya sedang menangis.
Mas Kalingga mendekati lalu berlulut dan mendekap Melati. Tubuhnya ikut bergetar, dia tahu dia dan Ibunya sudah sangat melukai Melati dan kedua anaknya.
Tangis Melati semakin tertahan namun mengalir deras saat berada di dalam dekapan hangat suaminya yang sudah tidak didapatkannya lagi. Lebih kepada dia yang tidak mau atau tidak memperbolehkan Mas Kalingga untuk menyentuhnya.
Sesesak dan sesakit ini hatinya, batinnya tidak rela diduakan oleh suami yang sangat dicintainya. Melati hanya manusia biasa yang tidak luput dari salah dan dosa. Dia rela menanggung dosa besar akibat tidak mau melayani suami yang telah menduakannya.
Wangi segar yang menguar dari tubuh dan rambut Mas Kalingga semakin menambah luka batinnya. Pria itu datang padanya setelah menghabiskan malamnya bersama istri sekaligus wanita yang masih sangat dicintai suaminya.
"Maafkan, Mas, Mel. Tolong maafkan, Mas."
Dekapan itu semakin erat dan Melati pasrah berada di dalamnya. Bahkan saat Mas Kalingga menggendongnya, membawanya ke kamar mereka. Dengan hati-hati pria itu meletakkan tubuh Melati di atas kasur yang sangat empuk lalu Mas Kalingga ikut bergabung.
Segera memeluk tubuh istrinya sangat erat.
"Mas sangat merindukan saat-saat kita seperti ini, Mel. Obrolan hangat kita tentang anak-anak dan masa depan kita. Masa tua kita yang akan kita habiskan di pinggir pantai. Cita-cita anak-anak yang setiap harinya selalu berubah-ubah tapi tetap saja Lili dan Sakura mau menjadi sepertimu yang sangat baik, ramah, lemah lembut namun begitu kuat."
Melati mengelap hidungnya, mengelap ingusnya juga mengenai lengan Mas Kalingga yang ada di bawah kepalanya.
"Mas tahu kita boleh merencanakan apapun namun hasilnya Tuhan yang punya kuasa. Tapi percayalah, itu yang sedang Mas usahakan untuk masa depan kita dan anak-anak kita, Mel."
Bibir Mas Kalingga mengecup pucuk kepala Melati dengan begitu sayangnya.
"Mas sangat mencintaimu, Mel."
"Tapi Mas juga mencintainya," lirih Melati buka suara.
"Mas tahu Mas salah, tapi percaya atau tidak, Mel. Hidup Mas dan Viola tidak sebahagia yang Mas bayangkan dulu. Karena sudah ada kamu dan anak-anak yang menempati seluruh hati Mas."
Untuk pertama kalinya Melati mau menatap Mas Kalingga dari dekat, menatap ke dalam manik matanya. Tidak ada yang disembunyikan oleh pria itu. Tidak juga berbohong tentang perasaannya.
Hanya hatinya saja yang tidak mau menerima kenyataan dan lebih mementingkan rasa sakitnya. Tidak pernah mau membagi apa yang dimilikinya, harus tetap menjadi miliknya seorang.
"Sekarang dia sudah menjadi istrimu, Mas. Bagian dari hidupmu, calon Ibu dari calon anakmu kelak. Wanita yang sekarang mendapatkan restu Ibu. Bangunlah rumah tangga yang bahagia bersamanya, karena aku sudah tidak bisa melanjutkan rencana-rencana kita. Biarkan itu menjadi mimpi yang tidak akan pernah menjadi nyata. Hanya angan semata yang akan hilang terbawa angin."
Mata Mas Kalingga basah, kepalanya menggeleng berulang kali. Menandakan dia tidak pernah mau kehilangan Melati dan anak-anak nya apapun yang terjadi pada mereka.
"Hubungan seperti ini sangat melukai kita dan terlebih anak-anak kita, Mas. Aku tidak bisa bertahan disisimu seperti yang Mas mau. Maaf, aku tidak akan pernah bisa menerima posisi ini."
Mas Kalingga membawa wanita itu ke dalam pelukannya. Mereka sama-sama menangis, meluapkan kesedihan yang sama dan setara. Mas Kalingga pun tidak pernah menginginkan berada di posisi ini meski masih memiliki perasaan terhadap Viola. Mas Kalingga tidak akan pernah mau menukar kebahagiaannya bersama Melati dan anak-anaknya dengan pernikahannya dengan Viola.
Masih seperti benang yang kusut jika membicarakan masalah hati antara Melati dan Mas Kalingga. Terlalu dini jika memaksa Melati untuk bisa menerima pernikahan yang telah terjadi antara dirinya dan Viola yang disebabkan oleh Ibu. Maka Mas Kalingga membiarkan waktu dan menyerahkannya semuanya pada Tuhan untuk menjawab semua usaha dan doa-doanya.
*
Kehadiran Mas Kalingga sangat membuat Sakura bahagia. Si bungsu tidak pernah turun dari pangkuan Papanya. Berbeda dengan si sulung Lili yang lebih diam namun tetap bisa menghormati sang Papa.
"Papa pulangnya larut malam, ya?."
"Iya, kamu dan Kak Lili sudah tidur."
"Mama pasti menunggu Papa?." Menatap kedua orang tua yang sangat disayanginya.
"Iya, Mama menunggu Papa di kamar kalian sambil menjaga dan menemani kalian."
"Iya, Mama Sakura wanita super. Terima kasih, Mama."
Melati yang sibuk di dapur langsung menoleh sambil tersenyum kemudian kembali fokus pada penggorengan lalu menyusut air matanya yang tiba-tiba menetes. Ulu hatinya dibuat haru oleh anak-anaknya yang terlihat dewasa sebelum waktunya. Sangat miris memang hidupnya sekarang.
Meja makan sudah penuh dengan makanan, Sakura makannya disuapi oleh Papa. Anak itu begitu menja dan tidak bisa jauh dari Papanya. Mas Kalingga mencoba menyuapi si sulung juga tapi ditolaknya karena bisa makan sendiri. Padahal Lili sedang membiasakan diri tanpa Papanya lagi jika suatu saat Papanya harus pergi dari hidupnya.
Melati makan dengan tenang walau hatinya tidak, Mas Kalingga pun makan dengan santai karena dia sudah mematikan ponselnya supaya Ibu atau Viola tidak bisa menghubunginya.
"Habis makan kita berenang, yuk!." Ajak Sakura.
"Ayo!," Papa yang lebih dulu menjawab ajakan Sakura yang kemudian disusul oleh Lili dan Mama.
Mas Kalingga, Sakura dan Lili sudah turun ke kolam renang. Melati masih menyiapkan makanan dan minuman di atas meja pinggir kolam renang. Serta pakaian ganti untuk mereka semua.
Saat Melati hendak turun ikut bergabung tiba-tiba saja ponselnya berdering dan langsung menampilkan deretan angka yang tidak dikenalnya. Kemudian sebuah pesan masuk dan hanya tertulis 'Langit'.
Ponselnya Melati kembali berdering setelah beberapa detik mati dan sekarang Melati menjawab panggilan telepon dari Langit.
"Halo, Mel."
"Ada apa?," sedingin mungkin Melati bicara pada pria itu.
"Kamu sibuk?."
"Iya, aku sedang bersama suami dan anak-anakku."
Sejenak Langit terdiam.
"Berpisahlah, Mel, jika seandainya kamu tidak bahagia dan aku siap menerimamu dan anak-anakmu."
Langit mendengar tawa Melati sebelum kemudian berbicara.
"Tapi sayangnya aku sangat bahagia bersama suamiku dan jangan pernah berharap aku akan datang padamu dengan kesedihan dan ketidakbahagiaanku."
Tut
Bersambung