Angkasa Lu merupakan seorang ceo yang kaya raya, dan juga Arogan. Karena traumanya dia membenci wanita. Namun, karena permintaan sang kakek terpaksa dia melakukan kawin kontrak dengan seorang perempuan yang bernama Hana. Dan begitu warisan sudah ia dapatkan, maka pernikahan dia dengan Hana pun selesai. Akan tetapi belum sempat Angkasa mendapatkan warisan itu, Hana sudah pergi meninggalkan pria itu.
Lima tahun kemudian, secara tidak sengaja Angkasa di pertemukan dengan Hana, dan juga kedua anak kembarnya. Pria itu tidak tahu kalau selama ini sang istri telah melahirkan anak kembar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7
Malam semakin larut, Angkasa dan Leo asyik mengobrol tentang berbagai hal. Sangking asyiknya mereka sampai lupa jika sudah malam, sampai akhirnya Leo menguap karena mengantuk.
Leo akhirnya pamit undur diri. "Sudah larut malam, aku pulang dulu," ujar Leo sambil menguap dan berdiri dari kursinya.
Angkasa mengangguk paham, lalu bangkit dari duduknya dan mengantar Leo sampai depan pintu.
"Terima kasih sudah menemaniku" ucap Angkasa.
Leo mengangguk, lalu masuk kedalam mobilnya. Setelah mobil Leo melaju dan menghilang dari pandangan, barulah Angkasa masuk kedalam rumah dan mengunci pintunya.
Dia merasa lelah setelah menghabiskan waktu berjam-jam bersama Leo, namun hatinya juga hangat dan bahagia karena bisa mengobrol lama dengan sahabat baiknya itu. Angkasa melangkah perlahan menuju tangga dan mulai menaikinya untuk mencapai kamar tidurnya yang terletak di lantai dua mansionnya.
Ceklek.....
Pintu terbuka, terlihat Hana sudah terlelap diatas ranjang dengan posisi yang membelakanginya. Angkasa pun melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya terlebih dahulu.
Tiga puluh menit kemudian Angkasa keluar dari kamar mandi dengan tubuh yang tampak segar dan wangi. Rambutnya masih basah, meneteskan air di lantai. Ia mengenakan celana pendek dan kaos putih, memperlihatkan tubuh atletis yang terawat.
Usai itu Angkasa menaiki ranjang, merebahkan tubuhnya di samping sang istri. Dengan lembut, ia memeluk tubuh istrinya dari belakang, merapatkan tubuhnya dan mengusap perut datar Hana.
Hana merasa terusik, dia membuka matanya merasa terkejut sekaligus kesal. Sebenarnya sejak tadi Hana sudah terjaga, dia sengaja pura-pura tertidur agar tak perlu berhadapan dengan Angkasa. Hatinya masih terluka, kecewa dengan sikap suami yang seenaknya merubah perjanjian.
"Maaf, aku membangunkan mu" ucap Angkasa merasa bersalah.
Hana hanya diam tidak menyahuti ucapan suaminya. Dia kembali memejamkan matanya mengacuhkan suaminya yang masih terjaga.
Hana melihat akhir-akhir ini sikap suaminya berubah lembut, dia merasa suaminya itu berubah. Tapi kenyataannya hanya topeng saja.
Pagi hari Angaksa bangun terlambat, dia membuka matanya lalu menoleh ke samping, tetapi tidak melihat keberadaan istrinya.
Keresahan mulai muncul kembali di benaknya. Pria itu bangun dari tempat tidurnya, lalu bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Ia masih terlihat tenang, karena biasanya saat pagi Hana akan berada di dapur membantu para maid untuk menyiapkan sarapan.
Setelah menyelesaikan mandinya, Gio masuk kedalam ruang ganti, ida tidak merada ada yang aneh, karena semua baju sang istri masih terpajang rapih di dalam lemarinya.
Ia segera memakai pakainnya, dan bergegas pergi ke dapur.
"Hana!" teriak Angkasa dengan nada yang cukup keras.
Tiga kali dia memanggil Hana, namun tidak ada sahutan dari istrinya itu. Yang ada hanyalah maid yang menyahuti panggilannya dengan ekspresi bingung di wajahnya.
"Nyonya Hana tidak ada di dapur, Tuan," ucap maid, pelayan rumah tangga mereka, dengan sopan sambil menundukkan kepalanya.
Angkasa mengeryitkan keningnya, rasa penasarannya semakin menggebu. Kalau tidak ada di dapur, lalu di mana istrinya saat ini? Apakah ada sesuatu yang terjadi padanya?
Pikiran-pikiran buruk mulai menghantui benak Angkasa, membuat jantungnya berdegup kencang.
"Lalu di mana nyonya? Biasanya setiap pagi dia ada di dapur," tanya Angkasa dengan suara yang sedikit bergetar.
"Saya tidak tahu, Tuan. Dari semalam, saya belum melihat nyonya keluar kamar," jawab maid dengan hati-hati, takut membuat tuannya semakin cemas.
Mendengar jawaban pembantu itu, Angkasa segera berlari menuju kamar mereka, hatinya berdebar semakin kencang. Sesampainya di kamar, Angkasa kembali mengecek setiap sudut ruangan yang ada di dalam kamarnya.
Tetapi sama saja, dia tidak menemukan Hana di dalam kamar mereka. Angkasa merasa gelisah, ia kemudian mencoba mengecek ruang ganti. Begitu melangkah masuk, matanya langsung terpaku pada lemari pakaian. Di dalam lemari itu, baju Hana yang ia belikan masih terpajang rapih. Namun, baju milik Hana pribadi telah raib, begitu juga dengan tas pakaiannya.
Keringat dingin mulai menetes di kening Angkasa, sementara hatinya berkecamuk dengan berbagai perasaan. Kegelisahan, kekhawatiran, dan kemarahan bercampur menjadi satu.
Angkasa mengepalkan tangannya erat, mencoba meredakan emosi yang meluap-luap. "Hana, kamu pergi?" bisik Angkasa lirih, seraya menatap lemari pakaian yang kini terasa begitu sunyi tanpa kehadiran baju-baju istrinya. Dia merasa seakan-akan kehilangan separuh jiwanya, dan tidak tahu harus berbuat apa untuk menemukan istrinya kembali.
Angkasa menarik laci lemari, kemudian memeriksanya. Saat laci terbuka, matanya langsung tertuju pada benda pipih berbentuk panjang dengan garis merah dua di atasnya. Hatinya berdebar kencang, ia mengambil benda tersebut dan menatapnya dengan bingung. Tidak hanya itu, ia juga menemukan cincin pernikahan mereka, serta kartu ATM yang ia berikan untuk keperluan rumah tangga. Tak lama Angkasa menemukan sebuah memo dan membacanya.
"Tuan Angkasa, terima kasih atas kebaikan yang Anda berikan kepada saya dan Zaka. Berkat Anda, adik saya selamat dan masih hidup hingga sekarang," tulisan di memo tersebut membuat Angkasa semakin penasaran.
"Tetapi sebelumnya, saya minta maaf. Hari ini saya memutuskan keluar dari rumah Anda. Saya ingin membatalkan perjanjian kita."Angkasa merasa dunia runtuh di hadapannya.
"Ini cincin dan juga kartu Atm yang pernah anda berikan kepada saya. Untuk sisanya, akan saya kembalikan setelah saya memiliki uang nanti"
Keringat dingin mengucur deras, ia merasa dikhianati oleh orang yang paling ia percayai. Dengan perasaan terluka, Angkasa mengepalkan tangannya sambil mencoba menahan amarah yang mendalam.
Dia segera berlari keluar dari ruang ganti dengan benda pipih di tangannya, hatinya berdebar kencang. Ia menggenggam erat benda itu, meraih kunci mobilnya yang tergeletak di atas nakas, dan berlari menuju pintu keluar kamar.
Angkasa melangkahkan kakinya keluar rumah, melihat mobilnya sudah terparkir di halaman rumah. Angkasa masuk kedalam mobil, dan perlahan melajukan mobilnya dengan kencang membelah jalanan ibu kota. Dia harus segera menemui Leo untuk menanyakan perihal benda pipih yang dia temukan.
Setibanya di rumah sakit, Angkasa buru-buru mencari Leo di ruangannya. "Jelaskan, benda apa ini?" ujarnya sambil menunjukkan benda pipih itu.
Leo terkejut melihat benda tersebut. "Darimana kamu mendapatkan benda ini?" tanyanya sambil memegang benda pipih itu, mencoba memahami situasinya.
"Hana... benda itu aku temukan dari laci lemarinya," jawab Angkasa, raut wajahnya terlihat bingung dan cemas.
Mata Leo membesar, ia menelan ludah sebelum menjawab, "Ini tespek. Kemungkinan besar saat ini istrimu sedang hamil."
Angkasa mengepalkan tangannya, mencoba menenangkan hatinya yang berkecamuk. Ia teringat wajah Hana, wanita yang sudah tiga bulan ini menjadi istrinya. Apakah benar istrinya itu sedang mengandung? banyak pertanyaan yang muncul di benak Angkasa.
"Dimana istrimu? Kamu harus segera membawanya ke dokter kandungan untuk di periksa" tanya Leo.
"Dia pergi. Tidak hanya itu saja, dia juga membatalkan perjanjian kawin kontrak yang kami buat" jawab Angkasa dengan wajah penuh amarah. Ia mengutuk perbuatan Hana yang berani kabur darinya.
Ngakak aku dari tadi... 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣