5 jiwa yang tertransmigrasi untuk meneruskan misi dan mengungkap kebenaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kurukaraita45, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7 : Mading Sekolah
...Petunjuk :...
"Semua yang terjadi bukanlah kebetulan. Pasti ada sebab tertentu bagi hidupmu."
...《•°•》...
..."Kalo kamu menginginkan sesuatu untuk terus bersamamu itu salah besar, tapi jadikan dia yang menginginkanmu berada di sampingnya. Karena gak semua kemauan harus terwujud, kita diberikan pelajaran oleh ujian."...
...Callisany Qiberna Harmoni...
...《•°•》...
Wanita itu menatap nanar foto di depannya, ia memeluk erat lara dalam asa. Rindu dalam kalbu, tak kunjung temu. Mungkin tak akan bertemu. Foto keluarga cemara, dirinya yang berumur 6 tahun dan kedua orang tuanya yang terlihat sangat bahagia dalam foto tersebut.
"Hari ini gue rasa ada yang kurang, seperti ada sakit dan sesak di dada yang tak dapat diungkapkan." Callisany menutup foto itu.
"Ini tubuhnya Lisa, mungkin hari ini adalah hari berharga untuk Lisa. Gue bisa rasain sakitnya dia. Gue emang gak kenal anak ini, tapi karena dia ada kaitan dengan BINA GARUDA, semua itu pasti bukan sebuah kebetulan." Lisa terus bermonolog dengan dirinya.
"Yang orang tau, gue sama Daisen sepupu. Tapi, mereka gak tau hubungan kita yang sebenarnya. Jujur gue ngerasa terkekang oleh orang tua Daisen, dia selalu nuntut banyak."
Seseorang mengetuk pintu dari luar, dia langsung memasuki kamar Lisa seelah mendapat izin dari dalam. "Kenapa?" Daisen duduk di samping Lisa.
Lisa mendongakkan kepalanya. "Gak papa, aku fine." Lisa kembali menunduk murung.
"Aku tau kamu lho. Gak perlu tutupi semuanya Ra," sahut Daisen.
Lisa menatap Daisen dalam, "Thank u, aku gak butuh cerita kok, butuh kamu aja udah lebih dari cukup." Lisa memeluk Daisen, sangat nyaman hingga ia dapat meluapkan kesedihannya.
Daisen membalas pelukan Lisa. "Bucin ceritanya nih?" Celotehnya. Membuat Lisa melepas pelukannya.
"Apa salahnya sih?"
"Mama sama Papa bentar lagi pulang, nanti mereka heran gimana?"
Lisa memonyongkan bibirnya. "Ya udah!"
Daisen terkekeh melihat mood dan ekspresi Lisa yang tiba-tiba berubah. "Ya udah peluk aja ya Ira-ku!" Kali ini Daisen yang memeluk Lisa, Lisa pun membalasnya.
...《•°•》...
Pagi menyapa semesta. Baru saja masuk sekolah, setelah kemarin libur, mading sekolah telah dipenuhi dengan sebuah poster yang membahagiakan akan sebagian orang. Pasalnya, pertandingan dengan sekolah sebelah, BIMA NUSANTARA, kembali di gelar. Kali ini tempatnya bergilir, setelah kemarin dilaksanakan di BINA GARUDA, justru sebaliknya.
Permainan itu terdiri dari : Cabang olahraga bola basket, cabang kreasi seni, cabang pertandingan catur dan cabang fashion show. Semua siswa antusias dengan kegiatan tersebut, bahkan pesertanya pun tidak dibatas.
"Cel! Udah liat mading belom?" Tanya Ghea. Tiba-tiba saja ia menepuk pundak Celly yang tengah berjalan, membuat Celly menghentikan langkahnya.
"Isinya apaan?"
"Pertandingan dengan BIMA NASIONAL. Kali ini digelarnya di sana," ujarnya.
"Gitu!" Celly kembali berjalan, meninggalkan Ghea seorang.
Ghea menyusulnya dan berceletuk kesal, karena Celly antusiasnya dalam memberitahu berita itu menjadi murung. "Gitu doang responnya?" Ghea membelakangi Celly.
"Ya harus gimana?" Celly masih saja tak menoleh, ia hanya menghentikan langkahnya.
Ghea sangat kesal dengan perlakuan temannya itu. Akhirnya ia berbalik dan langsung menghadap Celly, ia memegang kedua bahu Celly.
"Lo gak mau ikut lomba gitu? Atau ekspresi lo senang dikit kek, hargain gue yang antusias dan ngomong panjang lebar. Heran gue sama sikap dingin dan cuek lo itu, ihh bikin gue greget banget."
Celly hanya menatap Ghea sesaat, "Gak." Tampaknya ia hanya memberikan jawaban pada pertanyaan Ghea tadi, lalu ia melengos pergi begitu saja.
Ghea semakin geram dengannya, hingga ia berteriak tantrum. "Tuhan! Kenapa gue harus punya teman kayak dia?" Celly tak mengidahkannya, ia masih terus berjalan tanpa memperdulikan Ghea. "Mana cuman dia lagi teman gue dari dulu," sambung Ghea.
...《•°•》...
"Shi! Mama itu gak sembarangan pindahin kamu kembali ke sini. Kita memang gak tau apa tujuan semuanya, tapi kita harus tetap hati-hati." Rayn berucap kepada Akashi, mereka sedang makan di dapur.
Beberapa detuk setelahnya Marseny datang. "Hai anak-anak Mama, udah sarapannya?" Marseny duduk di meja makan tempatnya, sedangkan di kedua sisinya adalah Rayn dan Akashi.
"Belum Ma! Kita nungguin Mama, biar makan bareng." Akashi berkata lalu tersenyum.
"Eum, so sweet banget anak-anak Mama!"
Mereka pun mulai sarapan. Bukan dengan nasi seperti pada umumnya, ketiganya menggunakan roti yang diolesi dengan berbagai macam selai kegemaran masing-masing.
Setelah selesai sarapan, mereka berangkat menuju tujuan masing-masing. Akashi bersama Marseny ke sekolah, sedangkan Rayn ke kampus.
Rayn menyalami tangan Marseny. "Hati-hati ya anak Mama! Jangan kebut-kebutan bawa motornya!" Marseny mengecup kening Rayn, itu adalah hal biasa yang mentradisi di kediaman Marseny.
"Iya Mama! Rayn pasti hati-hati!" Rayn tersenyum lalu melenggang pergi. Setelah ia terlihat mengenakan helm, dan menaiki kendaraan roda dua itu ia kembali berucap. "Mama sama Kashi juga hati-hati!" Teriaknya.
"Iya!" Jawab keduanya secara bersamaan.
"Ya udah yuk, kita berangkat!" Marseny mengajak Akashi.
"Iya, Ma."
Setibanya di sekolah, Akahsi dikejutkan dengan sekerumunan orang yang menatap mading dan terus berbisik-bisik saat ia datang.
Itu anak kepala sekolah yang baru pindah 'kan? Dia ikut pertandingan ini gak ya?
Ikut mungkin! Kayaknya gak ada bidang yang cocok dengan kemampuan dia.
Anak kepala sekolah, malu kalau gak ikut dan gak jadi juara.
Samar-samar Akashi mendengar bisik-bisik yang mereka lontarkan. Lalu ia membelai kerumunan dan membaca berita yang terpapar di mading sejak tadi pagi.
"Ini yang mereka maksud," gumamnya lalu berdecih pelan. Ia meninggalkan kerumunan itu lalu masuk ke dalam ruangan kelasnya.
Belum ada orang banyak di sana, karena mereka masih sibuk dengan berita di mading itu. Hanya ada Celly. Akashi membuka buku yang ia bawa dari perpustakaan waktu itu, ia kembali membacanya.
"Udah dapat banyak bukti?" Tanya Celly dengan dinginnya.
Akashi berdeham pelan, ia mengkode jika membicarakan itu jaraknya harus dekat, sedangkan Celly berada di belakangnya yang terhalang oleh 2 bangku. Ia tak kunjung mendekat, akhirnya Akahsi yang duduk di bangku belakang. Saat ini mereka tak terhalang oleh bangku, hanya Akashi yang membelakangi Celly.
"Lumayan! Tapi sepertinya masih banyak yang perlu kita bongkar." Akashi menutup bukunya, dan mulai fokus pada topik yang dibahas.
"Gue belum bisa bantu lagi, tapi secepatnya gue juga harus nemuin bukti."
Akashi tersenyum sedikit. "Selama kita kerja sama, gak perlu lo berusaha sekeras itu buat dapatin bukti, masih ada kita."
"Kerja sama itu semua orang bekerja, gue belum ada kelihatan apa-apa."
"Iya, gue tunggu bukti dari lo!" Akashi kembali duduk di kursinya.
...-ToBeContinued-...