NovelToon NovelToon
PENGUASA YANG DIHINA, SULTAN YANG DIRAGUKAN

PENGUASA YANG DIHINA, SULTAN YANG DIRAGUKAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Matabatin / Crazy Rich/Konglomerat / Raja Tentara/Dewa Perang
Popularitas:756
Nilai: 5
Nama Author: Andi Setianusa

Ia adalah Sultan sebuah negeri besar bernama NURENDAH, namun lebih suka hidup sederhana di antara rakyat. Pakaian lusuh yang melekat di tubuhnya membuat orang menertawakan, menghina, bahkan merendahkannya. Tidak ada yang tahu, di balik sosok sederhana itu tersembunyi rahasia besar—ia memiliki kekuatan tanpa batas, kekuatan setara dewa langit.

Namun, kekuatan itu terkunci. Bertahun-tahun lalu, ia pernah melanggar sumpah suci kepada leluhur langit, membuat seluruh tenaganya disegel. Satu-satunya cara untuk membukanya adalah dengan menjalani kultivasi bertahap, melewati ujian jiwa, raga, dan iman. Setiap hinaan yang ia terima, setiap luka yang ia tahan, menjadi bagian dari jalan kultivasi yang perlahan membangkitkan kembali kekuatannya.

Rakyatnya menganggap ia bukan Sultan sejati. Para bangsawan meragukan tahtanya. Musuh-musuh menertawakannya. Namun ia tidak marah—ia tahu, saat waktunya tiba, seluruh negeri akan menyaksikan kebangkitan penguasa sejati.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andi Setianusa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jalan Kultivasi yang Terkunci

Malam yang pekat menyelimuti Nurendah, hanya diterobos oleh cahaya bulan pucat yang enggan menampakkan diri sepenuhnya. Al Fariz mengikuti sang pengemis tua melalui lorong-lorong sempit yang tak pernah ia jelajahi selama hidupnya sebagai Sultan. Mereka akhirnya tiba di reruntuhan kuil kuno di tepi jurang, tempat yang seolah menyimpan seribu rahasia dalam setiap batu berlumutnya.

"Kenapa harus ke tempat seperti ini?" tanya Al Fariz, suaranya bergetar antara kelelahan dan penasaran.

Pengemis tua itu duduk di atas altar retak di tengah puing-puing, gerakannya begitu luwes untuk seseorang yang tampak renta. "Ini adalah tempat para leluhurmu diuji jiwa sebelum dinobatkan. Sayang, kau melewatkannya."

Al Fariz menatap sekeliling, perasaannya campur aduk. Ia teringat penobatannya yang megah - penuh kemewahan dan pesta, tapi hampa akan makna.

"Segel yang mengikat kekuatanmu," lanjut pengemis tua itu, suaranya bergetar penuh makna, "tidak akan pecah oleh pedang atau pasukan. Hanya bisa retak ketika jiwamu cukup kuat menanggung setiap hinaan."

Al Fariz menggeleng tak percaya. "Kau bicara seolah penghinaan adalah hadiah! Aku ini Sultan - bagaimana mungkin aku diam ketika harga diriku diinjak-injak?"

"Masalahnya justru di sana," sang pengemis menjawab dengan kalem. "Kau masih terpaku pada mahkota di kepalamu. Menyangka harga diri datang dari jubah mewah dan singgasana? Harga diri sejati ada di sini," katanya sambil menunjuk dada Al Fariz. "Sesuatu yang tak bisa dicuri, tak bisa diinjak, kecuali kau sendiri yang mengizinkannya."

Mendengar itu, Al Fariz menggenggam tangannya sampai bergetar. "Jadi kau mau aku membiarkan diri dipermalukan? Menjadi bahan tertawaan? Untuk apa jadi Sultan jika harus hidup seperti itu?"

"Bukan itu yang kumaksud," suara pengemis tua tiba-tara berwibawa. "Lihatlah dirimu sekarang - dengan kekuatan yang sudah tumpul, kau pasti kalah jika membalas. Yang kau butuhkan bukan kemenangan cepat, tapi kekuatan sejati."

Angin malam berdesir membawa daun-daun kering berputar di sekitar mereka. Al Fariz menatap langit melalui atap kuil yang bolong, sementara tawa para bangsawan masih bergema di telinganya.

"Jalan hinaan ini gila! Kau mau aku jadi pengecut?"

"Justru sebaliknya," suara pengemis tua tiba-tara penuh keyakinan. "Siapa pun bisa marah dan menghunus pedang. Tapi menahan diri saat dihina? Itu butuh keberanian yang lebih besar dari menghadapi ribuan musuh."

Al Fariz memalingkan wajah, pertarungan batinnya tercermin jelas di matanya. Di satu sisi, gengsi sebagai Sultan. Di sisi lain, kebenaran pahit yang diucapkan orang tua ini.

"Kalau aku ikuti jalammu... aku akan menjadi bulan-bulanan ejekan. Untuk apa kekuatan jika harus menjadi sampah terlebih dahulu?"

"Karena kekuatan sejati lahir dari kehinaan," jawab pengemis tua dengan sabar. "Seperti benih yang harus terlebih dulu hancur dalam tanah sebelum bertunas menjadi pohon yang kokoh."

Al Fariz berjalan mendekati altar, wajahnya dipenuhi keraguan. "Lalu... apa yang harus kulakukan?"

"Mulailah dari hal sederhana," bisik pengemis tua. "Diam saat kau ingin marah. Tahan lidahmu saat dunia menantangmu untuk membalas. Biarkan hinaan masuk telinga, tapi jangan biarkan ia meraceni hatimu."

"Dan jika aku gagal?" tanya Al Fariz dengan suara parau.

"Maka segel itu akan semakin kuat. Kau akan tetap menjadi raja boneka yang hidup hanya untuk hiburan orang lain."

Keheningan turun membungkus reruntuhan kuil. Al Fariz menatap tangannya sendiri - tangan yang dulu memegang pedang perkasa, kini hanya bisa menggenggam debu dan kekecewaan.

"Aku... tidak bisa berjanji akan selalu berhasil," katanya akhirnya, suara rendah penuh kerendahan hati. "Tapi jika ini satu-satunya jalan... aku akan mencoba."

Pengemis tua mengangguk, senyum samar muncul di wajahnya yang berkerut. "Ingat, ini bukan perjalanan semalam. Kau akan berkali-kali ingin menyerah. Tapi jika kau bertahan... suatu hari nanti, dunia akan melihat Al Fariz yang sesungguhnya."

"Siapa sebenarnya dirimu?" tanya Al Fariz tiba-tiba, matanya menatap tajam. "Bagaimana kau tahu semua rahasiaku?"

Pengemis tua itu tersenyum getir. "Aku pernah berdiri di tempatmu. Pernah memakai mahkota, merasa langit pun berlutut. Lalu dalam sekejap, semuanya hilang. Aku dihina, diludahi, oleh orang-orang yang dulu menyembahku. Dan aku memilih jalan yang sama yang kini kutawarkan padamu."

Al Fariz tercekat, ingin tahu lebih banyak, tapi pengemis itu sudah bangkit dari altar.

"Pergilah sekarang. Besok akan ada ujian pertamamu. Hadapi dengan kesabaran, bukan amarah."

Saat pengemis tua itu berbalik pergi, Al Fariz melihat sesuatu yang membuat darahnya membeku - dari balik jubah lusuhnya, terlihat tattoo simbol kerajaan generasi pertama, simbol yang hanya dimiliki oleh pendiri Nurendah.

Jantung Al Fariz berdebar kencang. Ia berdiri terpaku di reruntuhan kuil, menyadari bahwa orang tua ini bukan sekadar pengemis biasa. Mungkin ia adalah bagian dari takdir Nurendah yang selama ini tersembunyi.

"Tunggu!" teriak Al Fariz, tapi sang pengemis sudah menghilang dalam gelapnya malam, meninggalkannya sendirian dengan segudang pertanyaan dan sebuah pilihan yang akan mengubah takdirnya selamanya.

Angin malam berembus lebih kencang, seolah membawa bisikan dari masa lalu. Al Fariz menatap kota Nurendah di kejauhan, gemerlap lampu-lampunya seperti memanggilnya kembali ke kehidupan yang penuh kepura-puraan. Tapi kali ini, sesuatu telah berubah dalam dirinya. Sebuah tekad baru mulai tumbuh, meski masih rapuh dan penuh keraguan.

Ia tahu besok akan membawa ujian baru, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Al Fariz harus belajar menjadi bukan siapa-siapa sebelum akhirnya menjadi segalanya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!