NovelToon NovelToon
First Love

First Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Bulbin

Beberapa orang terkesan kejam, hanya karena tak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Kata-kata mengalir begitu saja tanpa mengenal perasaan, entah akan menjadi melati yang mewangi atau belati yang membuat luka abadi.

Akibat dari lidah yang tak bertulang itulah, kehidupan seorang gadis berubah. Setidaknya hanya di sekolah, di luar rumah, karena di hatinya, dia masih memiliki sosok untuk 'pulang' dan berkeluh kesah.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bulbin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6. Saudara kok gitu?

Di sebuah ruang tamu mewah, Rahmat dan Siti duduk berhadapan dengan Fitri juga suaminya, Sigit.

"Jadi, Mas ke sini mau apa? Minjem duit? Kita nggak ada. Kemarin udah dipakai jalan-jalan ke luar negeri. Besok juga kita mau ke Bali, ya kan, Mas? Mau healing selagi anak-anak sama Mbahnya," tutur Fitri menoleh pada sang suami yang duduk di sampingnya.

"Lagian kamu gimana sih, Mas. Udah bener usaha di desa, pakai sok-sok-an buka cabang di kota. Ya kalau modalnya punya serep mah nggak masalah, la ini? Baru berapa bulan udah bingung duit. Makanya, Mas. Kalau bisnis itu yang bener manajemennya. Eh iya aku lupa, Mas kan nggak kuliah ya, cuma tamat SMP. Jadi gampang dikibulin orang," sambung Nyonya rumah dengan tatapan merendahkan.

Rahmat dan Siti hanya diam, mereka sama sekali tak menimpali perkataan sang adik. Sementara Sigit sebagai suami, juga tak ada gerakan apa pun untuk menenangkan suasana yang terasa pengap.

Melihat suaminya direndahkan seperti itu, Siti menarik tangan Rahmat untuk beranjak, "makasih atas sarannya."

Suami istri itu keluar lalu menyalakan mesin motor dan melaju pulang.

*

Sepulang sekolah, Nayna mendapati rumahnya kosong. Berulang kali dia memanggil ayah dan ibu, tetap tak ada jawaban. Pintu juga terkunci.

Ke mana mereka?

Nayna membuka ponselnya, lalu mendapati sebuah panggilan masuk -yang dia sangka dari ayah atau ibu.

Tanpa melihat siapa yang memanggil, Nayna segera menekan tombol hijau dan membawa benda pipih itu ke telinga.

"Halo, Ayah."

Hening tak ada balasan, namun Nayna dapat mendengar suara tawa tertahan dari ujung sana. Dengan cepat, gadis itu menatap layar dan melihat nomor baru yang tak dikenalnya.

Duh, teledor!

Nayna menepuk kening, lalu menunggu suara dari ujung panggilan. Dia sendiri tak berani berkata-kata, karena malu dan salah tingkah.

Karena tak ada respons lagi, Nayna cepat menekan tombol merah, lalu meletakkan benda itu di atas meja. Dia menatapnya dengan mata penuh tanya.

Siapa ya? Nggak kenal nomornya.

Belum ada lima menit, ponsel di atas meja kembali berkedip. Kali ini, Nayna tak langsung menerima, melainkan menatap layar untuk memastikan siapa yang menghubunginya. Ternyata itu nomor yang sama dan pada panggilan ketiga, Nayna baru menekan tombol hijau.

"Duh, baru sekali nelpon, udah dipanggil Ayah aja. Eh, Nay. Kalau aku Ayah, kamu kupanggil Bunda ya, gimana, Bund? Cocok kan?"

Gadis itu mengeryit bingung, mencoba menggali memori dan mencocokkan siapa pemilik suara itu, dan tak salah lagi, dia adalah...

"Panggil aku Ayah Sandy. Ya, Bund, ya," sambung suara itu. Tanpa membalas perkataan cowok tersebut, Nayna cepat memutus panggilan sepihak. Meletakkan ponsel di meja, lalu beranjak ke sebuah pot bunga di dekat pintu. Dia sedikit menggeser benda itu, lalu meraih sebuah kunci yang biasa disimpan di sana, ketika ayah dan ibunya pergi.

Pintu berhasil dibuka, Nayna meraih ponsel dan ranselnya lalu melangkah masuk. Belum sepenuhnya pintu tertutup kembali, suara motor sang ayah terdengar memasuki halaman. Nayna cepat berbalik dan menghampiri.

"Ayah sama Ibu dari mana? Kok nggak kabarin aku?"

Nayna mencium tangan keduanya, lalu menggandeng lengan sang ibu yang berwajah tak sedap. Dia juga melirik ke arah ayahnya yang memaksakan senyuman.

Mereka kenapa? Dari mana?

Namun, Nayna hanya diam tak berani bertanya. Dia mengambilkan dua gelas air putih lalu duduk di dekat orang tuanya yang kini berada di ruang santai.

Karena rasa penasaran, si anak bahkan tak segera mengganti seragamnya dan memilih duduk diam menunggu salah satu dari orang tuanya membuka suara.

Rahmat meraih gelas dan menghabiskan setengah isinya, terlihat jelas jika pria itu merasa gerah akan situasi di sana. Sementara Siti mengikuti gerakan suaminya, lalu menoleh pada sang anak.

"Ganti sana! Besok masih dipakai. Kebiasaan jelek nggak usah dipelihara!"

Tatapan Siti yang mengintimidasi, membuat Nayna mengangguk lalu bangkit ke kamar.

Dia tak sepenuhnya menutup pintu, diam-diam suara ibunya yang kesal pun terdengar.

"Bahkan, Sigit juga sama sekali nggak negur istrinya yang kelewatan ke kakak sendiri!" Siti mendengus kesal, membayangkan kejadian beberapa waktu lalu.

Rahmat menghela napas, "aku udah nanya ke Mila sama Ratna juga, Bu. Tapi jawaban mereka sama. Nggak punya."

Siti menatap suaminya, "Hm, padahal anaknya kemarin habis bikin status, kalau hari ini mau ada pesta di rumahnya. Kenapa nggak ada satu pun yang peduli sampean to, Yah? Aku kira, adik perempuan itu lebih ngertiin kakaknya. Malah zonk semua."

Mereka sama-sama terdiam, sementara di balik pintu kamar, Nayna mendorong pintu kayu itu perlahan agar tertutup sempurna. Setelahnya, dia duduk di meja belajar, menatap jam weker yang berdetak teratur.

Apa yang terjadi? Kenapa mereka ke rumah tante Fitri? Dan tante Mila sama tante Ratna? Sebenarnya ada apa ini?

Nayna menoleh saat pintu kamarnya dibuka seseorang. Di sana berdiri sang ibu dengan sebuah apel di tangan.

Wanita itu melangkah masuk, mendekati putrinya.

"Maafin, Ibu ya, Nak. Tadi bentak kamu, Ibu kebawa emosi yang campur aduk." Siti meletakkan buah itu di meja, lalu membelai rambut Nayna.

Meski hatinya penuh rasa penasaran, Nayna memilih diam lalu tersenyum dan menarik sebuah kursi lain untuk ibunya.

Siti duduk di sana, kemudian menatap putrinya lekat dan mulai membuka suara. Wanita itu menjelaskan apa yang terjadi dari awal hingga kejadian tadi di rumah Fitri.

Nayna mengangguk paham, tapi hatinya bagai diiris saat sang ibu menyampaikan kalimat yang dilemparkan tante Fitri terhadap sang ayah. Dia mengepalkan telapak tangannya kuat, membayangkan salah satu adik ayahnya yang sombong itu.

**

Sementara di sebuah arena futsal, Sandy baru saja beristirahat setelah berlarian ke sana kemari menggiring bola. Matanya menangkap wajah yang tak asing, berdiri di tepi lapangan.

Laki-laki itu bangkit, mendekat dan menyapa.

"Mau join?"

Sandy mengulurkan tangan, namun lawan bicaranya hanya bergeming.

"Lo ada hubungan apa sama dia?" ucap laki-laki itu pada Sandy yang tengah menutup kembali botol air mineral.

"Siapa? Melda? Gue nggak ada apa-apa sama dia, bahkan nggak napsu sama sekali sama ondel-ondel itu ... lo mau? Ambil aja, gue ikhlas lahir batin," balas Sandy sambil tertawa.

Laki-laki itu adalah Aksara, dia menatap Sandy dengan mata elangnya. Dia datang setelah mendapat kabar, jika Nayna menjalin hubungan dengan laki-laki di hadapannya.

Sementara itu, Sandy terdiam lalu tersenyum kecut melihat ekspresi Aksara.

"Maksud lo, Nayna?" Sandy kembali membuka suara, namun tak ada balasan. Hingga tiba-tiba saja, sebuah ide muncul di otaknya.

"Ekhm, lo nanya gue ada hubungan apa sama Nayna? Kenapa emang? Lo cemburu? Sekarang aja baru ngejar tu cewek, dari dulu ke mana aja, Bro? Bahkan lo sendiri yang bikin dia pulang sambil nahan air mata. Padahal dari dulu, Nayna udah cantik lho, emang sih nggak se-glowing sekarang, lo nyesel? Berharap dia mau balik ngejar lo lagi kayak dulu? Jangan salah, Bro. Mungkin iya, dia udah maafin, tapi buat lupain? Jangan salah. Memori cewek lebih gila dari pada komputer tercanggih sekalipun. Apalagi soal hati, beuh! Untung aja si Nayna nggak main dukun, bisa-bisa yang ada lo udah disant3t dikirimin paku bumi sama batako."

Sandy menatap ekspresi Aksara yang berubah-ubah. Dari yang tadinya tenang, kini terlihat semburat amarah di manik hitamnya.

"Lo tahu dari mana soal itu?" balas Aksara dengan mata berapi-api. Sandy tersenyum, lalu berbisik.

"Gue yang nganter dia pulang."

***

1
Dewi Ink
musuh bgt 😅😅
Dewi Ink
🤣🤣🤣
Alyanceyoumee
lah, jangan jadi matre Bu Siti. Pak wistu nyebelin.
Alyanceyoumee
ga suka!
Alyanceyoumee
bagus nay..
Alyanceyoumee
waduh, na... tiba-tiba saja ketemu sama camer.
Pandandut
nah ini baru gentle nih
Pandandut
jadi inget dulu jerit jerit pas jurit malam wkwkwk
Kutipan Halu
untuk ajaa ayahnya segera datang kalau nggk udah kena modus dua cowok itu2 tuh 😂
Iqueena
Hahah, anteng dulu ya Bu 🤣
Iqueena
Ya Allah, ada aja ujian mereka
Iqueena
Ayo diingat lagi Na
Iqueena
Sebentar sebentar, jadi bukan ortu kandung Nayna?
TokoFebri
yang kayak gini itu bacanya sedikit nyesek. Sandy cengengesan tapi sebenarnyaa hatinya raapuh.
TokoFebri: salam ke Sandy ya Thor. semangat. hihihi
total 2 replies
Yoona
siapa yang natap nanya dari jauh itu, penasaran 🤔🤔
Septi Utami
aku kok muak ya sama Melda!!!
Bulanbintang: Aku juga,😥
total 1 replies
Miu Nuha.
mau pinjem PR kok /Hey//Hey/
Miu Nuha.
pinisirin juga nih aku 🤔
Miu Nuha.
gara2 ketemu mantan
Miu Nuha.
jangan nakutin tooo /Sweat//Sweat/
Bulanbintang: Demi keselamatan sang anak,
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!