NovelToon NovelToon
Pesona Wanita Penggoda

Pesona Wanita Penggoda

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Cintamanis / Duda / Balas Dendam / Cinta Terlarang / Fantasi Wanita
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: Danira16

Melisa terpaksa menjalani kehidupan yang penuh dosa, demi tujuannya untuk membalaskan dendam kematian orang tuanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Danira16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kepergok

Seminggu kemudian, tepatnya pada hari ini Melisa mengantarkan Lusi ke rumah sakit untuk berobat, Melisa terkejut ketika ibu angkatnya itu telah memasuki stadium 4. Lusi mengidap kanker rahim dan sebenarnya telah sebenernya awalnya hanya sakit kista.

Akan tetapi penyakit yang di derita Lusi kian parah, hingga satu tahun yang lalu Lusi telah dinyatakan tidak bisa memiliki keturunan karena rahimnya rusak.

"Ibu harus segera melakukan operasi pengangkatan rahim."

"Tapi dokter, jika rahim saya diangkat lalu bagaimana nasib suami saya yang sangat ingin memiliki keturunan?"

Dokter wanita itu menghela nafasnya, ia paham dengan apa yang dirasakan pasien dihadapannya itu. Terlebih dirinya juga sesama wanita tahu akan kesedihan Lusi.

"Tapi usia anda pun jika akan hamil juga akan sedikit kemungkinannya berhasil, usia anda sudah berada di fase akan 50 tahun nyonya. Saya paham kesedihan anda bahwa suami anda yang nanti akan kecewa, tapi semua itu bisa kalian bicarakan baik-baik bukan?"

Dokter itu menerangkan secara lengkap sebab akibat jika dirinya tidak mengikuti saran dokter, akan berdampak pada kesehatannya yang kian memburuk.

Belum lagi penyakit yang telah dalam fase titik tak mungkin sembuh itulah yang di khawatirkan dokter bergelar spog (k) onk.

Lusi kian sedih dan diam tak bersuara, ia paham bahwa dirinya dan Rudy tak akan berkesempatan memiliki seorang anak, ia saja sudah tua mana mungkin bisa terjadi.

Dokter pun memberikan jadwal operasi pengangkatan rahim, dan itu terjadwal Minggu depan. Dengan helai nafas yang tercekal Lusi keluar dari ruangan dokter wanita yang biasa memeriksa penyakitnya.

"Baiklah dokter saya akan ikuti itu, saya bersedia dilakukan operasi."

"Bagus itu baik untuk kesembuhan ibu selanjutnya, namun setelah operasi akan ada tahapan pengobatan lainnya."

"Maksud Bu dokter pengobatan apa lagi?" Tanya Lily.

"Setelah operasi akan ada kemoterapi, dan Bu Lusi harus menjalaninya." Terang dokter wanita itu menjelaskan runtutannya.

"Ya lakukan semuanya dokter, saya akan ikhlas menjalaninya."

"Kalo begitu  saya akan jadwalkan operasi secepatnya, nanti akan saya hubungi Bu Lusi."

"Baik dokter jika sudah tidak ada yang disampaikan saya akan pamit pulang." Ucap Lusi menahan rasa kefrustasiannya.

"Silahkan nyonya."

Lusi pun berjalan dengan langkah yang lemah setelah dokter wanita itu menjelaskan kondisi rahimnya yang sudah rusak dan tak bisa dipertahankan lagi.

Melisa yang berada di luar ruangan langsung mendekati Lusi, saat ia melihat wajah pucat ibunya.

"Ibu apakah tidak apa-apa? Pelu Melisa ambilkan kursi roda?"

"Tidak apa-apa, ayo kita pulang." Ajak Lusi dan telah menarik pelan tangan Melisa.

"Tapi ibu kelihatan lemas banget, Melisa ambilkan kursi roda dulu ya? Ibu duduk di sini dulu."

Namun saat Melisa akan melangkah, malah ditahan oleh Lusi dengan mencekal pergelangan tangannya.

"Tidak perlu Mel, ibu bisa jalan sendiri. Tapi pelan-pelan ya."

"Oke Melisa bantu."

Melisa pun memapah ibunya dan membawanya pulang dengan taxi online yang telah ia pesan lewat aplikasi di handphonenya.

Sesampainya di rumah Lusi menyuruh suaminya dan Melisa untuk duduk bersama di ruang keluarga.

Saat itu mereka tengah selesai makan malam, dan Lusi meminta suami dan anak angkatnya untuk berada di ruang keluarga yang letaknya sangat dekat dengan kamar pasangan suami isteri itu.

Ruangan yang cukup luas, dengan sofa besar nan empuk. Belum lagi di depannya tergantung televisi 42 inch yang biasanya di pakai keluarga itu untuk menonton.

"Ada apa sayang? Kamu ingin bicara apa?" Tanya Rudy yang menangkap kegundahan hati istrinya sesaat ia baru pulang dari kantor.

Sempat Lusi menghembuskan nafasnya sebelum ia memulai untuk bercerita tentang kondisi penyakitnya.

"Mas, aku mohon maaf jika ternyata aku sampai sekarang tidak bisa memberiku anak."

"Mengapa tiba-tiba membicarakan hal ini sayang, aku tahu kamu sedang sakit. Kita bisa berusaha saat kamu sudah sembuh nanti."

Lusi menggeleng." Sayangnya waktu itu sudah tidak ada lagi mas, rahimku harus diangkat." Balas Lusi yang kini sudah menitikan cairan beningnya.

Netra Rudy membulat sempurna, namun kemudian ia tak bisa bicara apapun hanya matanya yang terlihat berkaca-kaca. Karena luapan kesedihannya.

Lusi menggenggam tangan suaminya. "Maafkan aku mas, Minggu depan rahimku harus segera di angkat, jika tidak kankernya akan menyebar."

Kini tangisan Lusi semakin terdengar, Melisa yang menyaksikan itu merasa sedih. Rudy pun merasakan hal yang sama, harapannya kini tipis sudah.

Sejenak Rudy menghela nafasnya sebelum ia keluarkan dan bersuara.

"Lakukan yang terbaik untuk kesehatanmu, mas tidak masalah dan rela jika harus memupus keinginan memiliki keturunan." jawab Rudy dengan rinai air matanya yang telah jatuh.

"Apakah kamu serius mas? Apakah kamu setuju aku menjalani operasi pengangkatan rahim?"

"Ya mas serius, lakukan dan berusahalah sembuh." Balas Rudy namun ada kegetiran yang Lusi tangkap dari suaminya.

Rudy hanya berharap di sisa umurnya yang tidak muda ini, ia akan bersama istrinya. Menemani sampai sembuh bahkan sampai ia menutup matanya.

Tidak hal yang mudah Rudy membuat keputusan itu, terlebih tanpa sepengetahuan istrinya Rudy bermain api dengan Melisa yang notabene adalah anak angkatnya.

Ada rasa bersalah dalam dirinya telah mengkhianati cinta isterinya, namun ia tidak bisa menampik pesona Melisa, apalagi jika ia harus berhenti mengunjungi lahan sempit milik Melisa.

"Mas mungkin aku tidak bisa memberikanmu harapan, tapi kamu bisa mas mewujudkannya." Tutur Lusi sedikit menatap Melisa yang kian tak paham arti tatapan ibunya itu.

"Maksud kamu?"

"Menikahlah dengan Melisa mas.....!! Buahi Melisa dan penuhi harapanmu memiliki keturunan. Walaupun bukan dari rahim aku." Balas Lusi yang kini sudah berderai mengeluarkan cairan air matanya terus-menerus.

"Ibu....apa yang ibu katakan?" Sela Melisa yang ikut terkejut dengan permintaan ibunya, lebih shock lagi ia diminta menikahi ayah angkatnya.

"Kamu.....kenapa harus Melisa?" Tanya Rudy pada Lusi.

Melisa dan Rudy saling bersitatap, dan Lusi mulai kembali menarik nafasnya.

"Aku tahu perbuatan kot0r kalian di belakangku, aku memang kecewa pada kalian tapi aku paham kebutuhan biologis mu mas."

Bahkan Lusi kini menutup wajahnya dengan kedua tangannya karena tak kuasa membendung kesedihan sekaligus rasa sakitnya.

Gleg!!

Bagai ditus*k sembilu, hati Melisa teramat sakit, ia kesusahan untuk menjelaskan asal muasal dirinya terjebak dengan bermain api bersama ayahnya.

"Sejak kapan kamu tahu hubunganku dengan Melisa?" Tanya Rudy mulai bergetar suaranya.

"Seminggu yang lalu, saat itu......."

Flashback satu Minggu yang lalu.

Malam itu saat Lusi terbangun dari tidurnya, ia hendak minum karena kehausan, ia terkejut melihat suaminya tidak ada di sebelahnya.

Namun saat itu pikirannya mungkin karena Rudy sedang menonton bola, hal yang paling ia gemari saat ada di televisi pertandingan sepak bola.

Tapi saat ia keluar kamar ia tidak mendapatkan Rudy di ruang televisi, akhirnya Lusi memutuskan mengambil minuman dan mengisi kerongkongannya dengan air putih yang berada di dapur.

Cukup puas mengisi dahaganya, Lusi melihat kamar Melisa yang malah terbuka lebar. Biasanya Melisa jika tidur akan menutup pintu kamarnya.

Dan benar saja saat Lusi sampai ke kamar Melisa, ia tidak mendapati Melisa yang biasanya jam tengah malam sudah tidur pulas.

Kakinya melangkah ke ruang kamar yang biasanya gelap, kini terlihat menyala. Walau pun ruangan itu remang-remang.

Saat kakinya hampir mencapai kamar yang letaknya di samping gudang itulah, sayup-sayup mendengar suara meresahkan dari dalam kamar.

Hatinya mulai tak tenang, terlebih saat 3rangan itu keluar dari mulut suaminya, ya itu jelas suara Rudy yang sedang m3nd*s4h.

Pikiran Lusi juga ikut kacau, namun ia tidak tahu suaminya sedang bergel*t dengan siapa? Tidak mungkin Rudy berani membawa wanita lain dan m3l4kuk4n hal B3j4t itu di rumah mereka.

Tangan Lusi mulai gemetar, langkahnya pun kian terseok. Namun karena rasa penasarannya yang tinggi, Lusi menggapai pintu dan sedikit membukanya.

Mata Lusi membulat sempurna melihat ad*gan yang begitu menyayat jiwa dan raganya, adeg*n yang harusnya ia lakukan bersama suaminya.

Namun kini dilakukan suaminya dengan wanita lain, lebih terkejutnya lagi wanita itu adalah Melisa, puteri angkatnya yang sudah ia anggap seperti anak kandungnya sendiri.

Mulutnya ia bekap sendiri, saat tanpa sadar ia ingin bersuara melihat ad*gan yang penuh ketegangan dan sangat in-t!m.

Lusi yang tidak kuat melihat tontonan itu pun akhirnya meninggalkannya, namun sebelumnya ia menutup pintu dengan hati-hati tanpa menimbulkan suara.

Lusi masuk ke dalam kamarnya dan ia mulai menangis cukup kencang, ia tidak bisa menahan lagi kesedihannya.

Air matanya terus jatuh saat ia kembali membayangkan pengkhianatan mereka. Namun di sisi lain Lusi tak bisa sepenuhnya menyalahkan Rudy.

Dan keesokan harinya dan seterusnya Lusi kembali mendengar suara meresahkan itu, ditempat yang sama.

Lusi melihat anak angkatnya Melisa menari dengan lincahnya pada tubuh suaminya dengan penuh semangat.

Lagi, lagi air matanya selalu jatuh, dan akhirnya ia mengambil keputusan untuk keduanya menikah dan melahirkan keturunan untuk Rudy.

Flashback selesai.

Setelah menceritakan kejadian seminggu yang lalu, Melisa yang sedari tadi berkaca-kaca akhirnya ia ambruk di bawah kaki ibu angkatnya.

Melisa memegangi kaki Lusi dan meminta maaf dengan rasa bersalah yang terawat besar, begitu juga dengan apa yang Rudy rasakan.

"Maafkan Melisa Bu, maafkan kekhilafan aku....."

"Jangan salahkan Melisa, ini semua karena aku yang memulainya. Aku yang tidak bisa menahannya." Potong Rudy yang tidak ingin Melisa di salahkan.

Lusi tersenyum dengan rasa sakit yang menghimpit sanubarinya. "Aku maafkan kalian, asal kalian menikah dan berikan anak untukku. Setelah itu ceraikan Melisa!!" Terang Lusi yang kini terlihat telah menegarkan harinya dengan keputusan gilanya.

"Apa menikah lalu bercerai?" Seru Rudy yang seakan tak ingin berpisah dari Melisa.

"Mel, aku harap kamu mau. Buktikan rasa bersalah kamu padaku. Bukankah aku yang mengasuhmu dari kecil. Sudah waktunya kamu berkorban sedikit." Lanjut Lusi yang kini menatap tajam Melisa.

Melisa kesusahan dalam mengambil keputusan, ia dilema antara tidak ingin, namun ia juga tidak bisa mengabaikan permintaan orang yang sudah baik hati mengasuhnya.

Rudy seakan tidak terima dengan keputusan itu, ia berharap bisa selamanya bersama Melisa. Tapi ia bisa apa?

"Baik, apapun keinginan ibu aku akan penuhi."

"Bagus menikahlah, dan lahirkan anak suamiku. Setelah itu pergilah dari sini. Aku akan memberikan daftar orang yang sudah mencelakai kedua orang tuamu."

Mata Melisa seketika itu langsung bergerak menatap Lusi, dan inilah sejak dulu keinginannya. Melisa ingin membalas dendamnya.

Namun saat itu Lusi tidak mengizinkannya, namun kini wanita tua itu memberi restu keinginannya untuk balas dendam. Dan itu tidak mungkin Melisa sia-siakan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!