NovelToon NovelToon
SETIAP HUJAN TURUN, AKAN ADA YANG MATI

SETIAP HUJAN TURUN, AKAN ADA YANG MATI

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Hantu
Popularitas:378
Nilai: 5
Nama Author: Dranyyx

Riski adalah pria yang problematik. banyak kegagalan yang ia alami. Ia kehilangan ingatannya di kota ini. Setiap hujan turun, pasti akan ada yang mati. Terdapat misteri dimana orang tuanya menghilang.

Ia bertemu seorang wanita yang membawanya ke sebuah petualangan misteri


Apakah Wanita itu cinta sejatinya? atau Riski akan menemukan apa yang menjadi tujuan hidupnya. Apakah ia menemukan orang tuanya?

Ia pintar dalam hal .....


Oke kita cari tahu sama-sama apakah ada yang mati saat hujan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dranyyx, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7 : Misteri yang tersirat

Malam semakin gelap. Tapi Riski kembali masuk ke dalam ruangan itu. Perhatian langsung tertuju ke arah yang menarik batin penjelajahnya. Ia melihat lemari kecil, mungkin tempat rias atau tempat menyimpan barang berharga yang kayu jatinya sudah membusuk di bagian bawah, tapi isinya masih terlindungi, walau sedikit retak dan berdebu. Di atas meja terdapat cangkir teh porselen yang telah menguning, setengah pecah, dengan bekas lingkaran noda di alasnya. Menarik. Teh tak akan meninggalkan jejak begitu sempurna bila tidak lama dibiarkan. Mungkin sudah puluhan tahun.

Namun perhatian Riski tidak berhenti di situ. Ia menatap dinding sebelah kanan, tempat sebuah lukisan besar tergantung. Lukisan itu menggambarkan seorang pria—sosok yang tampak familiar. Alis Riski menyempit. Ia melangkah lebih dekat.

Pria dalam lukisan itu mengenakan jas hitam dengan garis bahu tegas, dan bros berbentuk matahari di dadanya. Wajahnya tirus, dengan tatapan tajam yang meskipun berasal dari cat minyak, terasa seolah mengawasinya. Namun yang membuat Riski terpaku bukanlah lukisannya—melainkan kesamaan mencolok sosok hitam yang baru saja mengintip mereka dari balik pintu kamar yang ia tempati tadi. “Ini jadi menarik…” bisiknya sembari tersenyum tipis.

Kilas balik mulai tersusun di benaknya. Sebuah keluarga bangsawan lokal—mungkin Belanda atau campuran Eropa—yang tinggal di rumah ini. Mungkin pengusaha, pejabat kolonial, atau pendeta zaman dulu. Tapi sesuatu terjadi. Sesuatu yang membuat mereka menghilang dan meninggalkan rumah ini dalam kondisi setengah hidup, setengah mati. Tepat saat pikirannya menganalisis itu, ia mendengar suara kecil—seperti suara jari mengetuk kayu, berulang, pelan... tapi jelas. Riski memutar tubuhnya perlahan. Suara itu berasal dari balik lemari besar di sudut ruangan. Lemari tua yang hampir menyatu dengan bayangan gelap dinding.

Langkahnya ringan, nyaris tak bersuara. Ia menghampiri lemari itu dengan tenang. Tangannya menyentuh gagangnya—dingin seperti logam yang lama tak disentuh manusia. Ia tarik perlahan. Engselnya berderit lirih. Tapi tak ada yang mengejutkan di dalam. Hanya pakaian tua yang tergantung, berdebu dan penuh sarang laba-laba. Namun di dasar lemari... ia melihatnya. Sebuah peti kecil. Terbuat dari kayu jati, dikunci dengan pengait kuningan yang sudah berkarat. Di atasnya terukir simbol yang tidak biasa—tanduk kambing, dengan bintang Daud sebagai lingkarannya.

Simbol itu bukan ornamen biasa. Riski tahu itu. Ia pernah melihat bentuk serupa di buku-buku tua... buku tentang aliran kepercayaan kuno, bahkan sekte-sekte rahasia yang berkembang secara diam-diam. "Menarik," gumamnya, jari-jarinya menyapu debu dari tutup peti.

Namun sebelum ia bisa membukanya, terdengar suara... bukan dari ruangan itu, tapi dari atas—dari kamar tempat Dinda berada.

"Ahhhhhhhh.....!!." Terdengar suara wanita yang menjerit dengan kencang.

Riski memicingkan mata. "Dinda....?" Instingnya berkata, misteri rumah ini baru saja dimulai.

23:00 Waktu Setempat.

Riski seketika keluar dari ruangan itu dan langsung menuju sumber suara. Ia berlari selayaknya kucing yang berlari dikejar anjing. Anak tangga yang licin membuat dia tersungkur dan telapak tangannya tergores cukup dalam akibat mengenai lantai kayu yang retak dan serpihan kayu yang sedikit keluar. Tak ia pedulikan hal itu. Ia bangkit lalu segera ke tempat itu.

"Dinda ...?" Di hadapannya, wanita itu telah tergeletak di lantai. Sekujur tubuhnya terbaring dan memakai setelan pakaian gaya Victoria. Kemungkinan pakaian itu dia dapat di lemari. Seketika terselip rasa kagum karena ia begitu cantik memakai pakaian itu. Tapi kekagumannya itu seketika hilang karena wanita itu tak sadarkan diri. Diangkatnya wanita itu dan dibaringkan ke atas ranjang. Kreek... Bunyi per ranjang itu seperti menjelaskan usia tua bangunan itu secara tak langsung.

Jam 02:00 dini hari dia terbangun dan siuman. Wanita itu duduk di tepi ranjang dan menatap ke arah lantai. Riski tertidur di lantai berselimut kain putih penutup kasur tua itu.

"Riski... Riss.." Digoyangkan badan Riski berharap ia bangun.

"Hmmm hmm ..iyahh."

"Tolong bangun dulu..."

Riski bangun dari tidurnya. Di hadapannya terpampang jelas wajah wanita itu. Anggun dan mempesona. Tak henti Riski merasa kagum dengan hal itu. Sesekali Dinda menampar pelan pipi dari Riski agar dia terbangun dari mimpinya.

"Oh iyaa sorry-sorry." Riski membetulkan posisi duduknya dan mulai bertanya, "Kamu kenapa? Hah? Tiba-tiba teriak, tiba-tiba pingsan, ada apa?". Wanita itu meninggalkan tempat tidur itu dan berjalan menuju jendela kaca itu.

"Itu, tadi setelah aku ganti pakaian, ada serigala yang melompat dan mencoba memaksa masuk ke sini."

"Hah? Sorry nona tukang halusinasi, ini bukan di Eropa. Ini di Indonesia, okay... mana ada serigala di sini." Riski tersenyum tipis. Ia mungkin tak mengenyam pendidikan yang tinggi. Tapi pengetahuan geografisnya tak bisa di remehkan.

"Tidak... aku tidak bermimpi atau berhalusinasi." Dinda mengelak sepertinya tak merasa bersalah. Ia yakin sekali dengan apa yang ia lihat. "Hah coba tebak siapa yang salah dengar. Siapa yang bilang kamu bermimpi? Orang cuma bilang halusinasi saja perasaan."

"Perlukah hal sepele itu dipermasalahkan? Okayy berhalusinasi.. Tidak jelas memang huh." Dengan wajah yang cemberut dia pun melipat kedua tangannya.

"Okay aku di sisi.. Hello biasa langsung cerita?" Riski sedikit tidak sabar dengan hal itu karena ia haus akan misteri.

"Kan sudah aku bilang, kan? Haruskah aku ulang bicara?"

"Emm yahh. Tunggu, sepertinya ada yang ganjil di sini." Riski berdiri dan mulai mendekati jendela itu. Diperhatikannya kusen jendela itu dan perlahan membuka jendela itu. Aroma hujan yang kental sekali segera masuk ke dalam ruangan itu bersama angin malam.

"Jika benar ada serigala, setidaknya ada bekas cakar atau bulu dari hewan itu. Tapi yahh tidak ada apa-apa di sini." Riski memperhatikan secara seksama sekitar area itu untuk mencari petunjuk—berharap ada hal unik yang ia temui.

"Pegang dan tarik bajuku. aku ingin memanjat keluar. Masalahnya, aku bisa tergelincir. Terlalu basah di sini, nona."

"Hati-hati.. Semoga ada petunjuk." Dinda sedikit khawatir dengan apa yang akan Riski lakukan. Tak lama kemudian, Riski memanjat naik. Arsitektur bangunan itu lumayan kokoh meski cuma dari kayu. "Ahhh petunjuk."

"Maksudnya? Kamu lihat apa begitu?"

"Jejak kaki, tapi bukan jejak hewan. Ini mirip jejak manusia dan tebak apa yang tercium di sini?"

"Apa? Kamu cium bau apa?"

"Darah—tapi bukan darah segar. Melainkan darah basi. Baunya sangat amis, tidak seperti darah segar yang mirip bau besi."

"Hmmm apakah?"

Dinda sepertinya menangkap maksud ucapan Riski. Seperti bukan hal asing bagi dia.

"Tepat sekali. Parakan."

"Anjirr serius? Masa Parakan."

Riski turun dari jendela itu dan mengibaskan pakaiannya yang mulai basah lagi karena di luar hujan deras. "Kamu pikir rumah ini rumah normal begitu hah? Jangan terlalu polos. Dunia kejam untuk orang polos. Okay wanita paranoid."

"Bisa tidak gaya bahasamu itu jangan mengejek? Lihat juga situasi. Lihat waktu." Wajah Dinda sedikit memerah.

"Dan yap ini waktunya hahaha." Di sela suasana seram itu Riski bercanda untuk mencairkan suasana.

Riski mondar-mandir memutar otaknya sedalam mungkin untuk mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya. "Sepertinya ada yang dia incar di sini. Tapi apa?"

Brakk...!!! Tiba-tiba kilat dan petir menyambar di langit. Dinda pun menunduk dan menutup kedua telinganya dengan telapak tangannya. "Ahhhh mamaaaa..." Dinda seketika menutup telinganya dan menundukkan wajahnya.

"Ahhh itu dia." Riski melihat di leher Dinda ada yang bersinar. Sebuah liontin bersinar sekejap saat terkena pantulan cahaya petir itu.

"Apa? Bisa tolong jelaskan sesuatu secara mudah?" Riski menunjuk ke arah leher Dinda. "Liontin itu bisa jadi petunjuk mungkin."

"Emmm ini sebenarnya..." Sebelum Dinda selesai bicara, Riski dengan sigap mendekat ke pintu dan mencoba untuk mengunci pintu itu dengan pelan.

"Heiii apa maksud..."

Riski menarik Dinda ke sudut ranjang dan menutup mulut Dinda . "Diam dulu, tenang... ada yang naik," bisik Riski.

Terdengar suara derit lantai kayu, seolah ada sesosok tubuh naik ke atas dan suaranya mendekat. Diiringi suara lonceng jam yang berbunyi dan suara gagak yang bersahutan di luar bangunan itu. Seketika suasana menjadi tegang.

Siapakah yang naik? Apakah itu...?

Muncul tanda khawatir dan tanda yang harus diwaspadai.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!