Alam Dongtian berada di ambang kehancuran. Tatanan surgawi mulai retak, membuka jalan bagi kekuatan asing.
Langit menghitam, dan bisikan ramalan lama kembali bergema di antara reruntuhan. Dari barat yang terkutuk, kekuatan asing menyusup ke celah dunia, membawa kehendak yang belum pernah tersentuh waktu.
Di tengah kekacauan yang menjalar, dua sosok berdiri di garis depan perubahan. Namun kebenaran masih tersembunyi dalam bayang darah dan kabut, dan tak seorang pun tahu siapa yang akan menjadi penyelamat... atau pemicu akhir segalanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YanYan., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misteri Masa Lampau II
Aula leluhur kembali hening. Hanya suara lembut obor jiwa yang bergoyang pelan, memantulkan cahaya redup ke wajah Bai Huo yang perlahan berubah serius. Pria tua itu menyandarkan tubuhnya pada tongkat pedangnya, lalu menatap dalam-dalam ke arah Zhang Wei, seolah menimbang sesuatu yang tak mudah untuk diucapkan.
"Zhang Wei," ucapnya pelan, "ada sesuatu… yang bahkan tak tercatat di dalam kitab klan kuno manapun, tak pernah diceritakan kepada siapa pun, dan hanya diwariskan pada satu penjaga dalam setiap generasi."
Zhang Wei tidak menjawab. Ia duduk bersila, punggungnya tegak, namun mata kelabunya menyiratkan kehati-hatian. Bai Huo tak sedang bercerita untuk mengisi waktu.
"Jauh di sebuah pegunungan yang namanya telah dilupakan oleh peta dunia… tersembunyi sebuah ruangan agung yang tak pernah dibuka sejak ribuan tahun silam. Konon, di dalamnya ada sebuah kunci. Tapi bukan kunci biasa. Itu adalah sesuatu yang tak membuka bangunan, melainkan… dunia yang lebih tinggi."
Bai Huo menghentikan ucapannya sejenak. Nafasnya terdengar berat, bukan karena usia, melainkan karena beban cerita itu.
"Tak ada yang tahu bagaimana menuju ke sana… kecuali satu hal. Petunjuk terakhir yang ditinggalkan oleh dia yang pergi pertama kali ke tempat itu. Bukan catatan, bukan patung, bukan tanda ilahi… melainkan sebuah peta."
Tatapan Zhang Wei mengeras. Ia tak mengalihkan pandangan sedikit pun.
"Selama berabad-abad, tak ada satu pun jejak tentang peta itu. Semua orang mengira ia telah hancur bersama waktu. Tapi aku tahu… petanya masih ada. Karena saat itu dia membaginya… sebelum ia menyembunyikan diri dari dunia dan menghilang selamanya."
Cahaya giok di sekeliling mereka meredup seolah memahami beratnya kata-kata itu. Bai Huo menunduk sedikit, lalu melanjutkan.
"Aku mengingat satu hal yang tak bisa dilupakan. Bahannya bukan dari kertas biasa. Tapi dari kulit binatang roh kuno yang langka. Bahkan hanya menyentuhnya saja, tubuh bisa tersengat oleh jejak energi yang masih tertinggal. Itu… bukan pusaka biasa."
Beberapa detik berlalu tanpa suara.
Hingga akhirnya, Zhang Wei mengangkat tangannya perlahan. Dari cincin penyimpanan di jarinya, secarik bahan aneh seperti kulit yang menghitam dengan kilatan samar kemilau perak muncul dan melayang di udara. Lalu dua lembar lainnya menyusul… menyatu membentuk pecahan peta besar yang masih belum lengkap.
Aura listrik tipis menjalar dari permukaannya, membuat udara di sekitar mereka seolah bergemetar.
Bai Huo membeku.
Untuk pertama kalinya sejak Zhang Wei mengenalnya… tatapan lelaki tua itu benar-benar kehilangan ketenangannya.
“Kau… kau memilikinya?” suaranya nyaris seperti bisikan. “T-tiga potongan… sudah terkumpul?”
Zhang Wei tidak menjawab. Ia hanya mengangguk pelan.
Suasana di aula seketika terasa berbeda.
Bai Huo terdiam lama, sebelum akhirnya menghela napas dalam-dalam, lalu tertawa lirih—bukan karena senang, melainkan karena tak percaya dunia benar-benar sedang bergerak ke arah yang tak seorang pun sangka.
"Kalau peta itu telah kembali ke tangan dunia…" gumamnya. "Maka gerbang yang tertutup selama puluhan ribu tahun… benar-benar akan dicari kembali."
Zhang Wei menatapnya tajam. "Apa yang ada di baliknya?"
Bai Huo menggeleng pelan. "Aku tak tahu. Tapi satu hal yang pasti… jika kau membukanya, maka kau akan melihat sesuatu yang lebih berbahaya."
Lian Xuhuan berbisik dalam benak Zhang Wei, suaranya berat. “Kau benar-benar membawa takdir dunia di tanganmu, muridku…”
Namun Zhang Wei tak menjawab. Matanya tertuju pada tiga potongan peta di hadapannya, seolah melihat masa depan yang belum terbentuk.
Satu bagian lagi… dan kunci dunia itu akan lengkap.
***
Cahaya redup di aula leluhur mulai meredup saat percakapan mereka usai. Peta kuno telah disimpan kembali ke dalam cincin penyimpanan Zhang Wei, dan aura misterius yang menyelimutinya perlahan menghilang, seolah kembali tenggelam bersama jejak rahasia ribuan tahun.
Zhang Wei berdiri perlahan, tubuhnya tegak namun santai. Ia membungkukkan badan sedikit ke arah Bai Huo, memberi penghormatan tulus.
"Terima kasih atas pengetahuan yang kau bagi, Senior. Kata-katamu bukan sekadar cerita... tapi kunci untuk menyingkap arah takdir."
Bai Huo tersenyum tipis. "Dunia sedang bergerak, Zhang Wei. Dan kau… adalah pusat dari pusaran itu. Jangan ragu saat menghadapi pilihan yang belum memiliki nama."
Zhang Wei mengangguk, lalu berbalik tanpa berkata lagi. Jubah panjangnya mengepak ringan, membawa jejak kabut kelabu yang menggema lembut di aula sunyi. Di luar, langit masih tertutup mendung tipis, dan angin dari arah timur membawa aroma hujan jauh dari laut.
Beberapa murid yang tadi melihatnya masuk kini menunduk penuh hormat ketika ia melintasi halaman dalam. Tak satu pun yang berani membuka suara. Mereka tahu... pemuda ini bukan lagi seseorang yang bisa diukur dengan ukuran biasa.
Satu langkah, dua langkah...
Cahaya teleportasi muncul di bawah kakinya—samar, cepat, dan hening seperti embusan napas terakhir malam.
WUUUSSHH——!!
Dalam sekejap, tubuh Zhang Wei lenyap dari klan Bai, meninggalkan ruang kosong dan udara yang masih bergetar oleh sisa kehadirannya.
---
Istana Sayap Kebebasan menyambutnya dengan keheningan akrab. Langit di atas lautan utara tampak kelabu, namun tenang, seolah menjaga rahasia yang berputar di balik samudera petaka.
Zhang Wei berdiri di pelataran atas, matanya menyapu langit luas. Di balik pandangan tenangnya, pikirannya terus bekerja.
Terlalu banyak hal yang belum ia mengerti. Terlalu banyak misteri yang kini membuka satu demi satu, seakan dunia memaksanya untuk melihat lebih dalam ke arah yang belum pernah ia jamah.
Tiga potongan peta. Sebuah kunci. Dunia di atas dunia. Dewa terakhir yang naik ke sana. Dan segel-segel purba yang mulai menunjukkan tanda-tandanya.
Satu napas panjang mengalir dari dadanya.
"Tujuan hidup... rupanya bukan hanya tentang kekuatan," gumamnya perlahan, menatap langit yang kini mulai menampakkan cahaya rembulan. "Tapi tentang memahami kenapa kekuatan itu ditinggalkan… dan untuk siapa ia akan diwariskan."
Kabut tipis menyapu permukaan lautan di bawahnya. Pedang kelabu di punggungnya bergetar pelan, seolah mengamini kata-katanya. Dalam hatinya, ia tahu—perjalanannya baru saja dimulai lagi.
Dengan satu misi yang belum selesai, dan tujuan baru yang mulai terbentuk dari bayang-bayang rahasia dunia.
tetap semangat berkarya Thor, msh ditunggu lanjutan cerita ini