"Perjodohan memang terlihat begitu kuno, tapi bagiku itu adalah jalan yang akan mengantarkan sebuah hubungan kepada ikatan pernikahan," ~Alya Syafira.
Perbedaaan usia tidak membuat Alya menolak untuk menerima perjodohan antara dirinya dengan salah satu anak kembar dari sepupu umminya.
Raihan adalah laki-laki tampan dan mapan, sehingga tidak memupuk kemungkinan untuk Alya menerima perjodohannya itu. Terlebih lagi, ia telah mencintai laki-laki itu semenjak tahu akan di jodohkan dengan Raihan.
Namun, siapa sangka Rayan adik dari Raihan, diam-diam juga menaruh rasa kepada Alya yang akan menjadi kakak iparnya dalam waktu dekat ini.
Bagaimana jadinya, jika Raihan kembali dari perguruan tingginya di Spanyol, dan datang untuk memenuhi janjinya menikahi Alya? Dan apa yang terjadi kepada Rayan nantinya, jika melihat wanita yang di cintainya itu menikah dengan abangnya sendiri? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 : Pemandangan Menyesakkan
..."Hanya melihat sudah menjadi bukti. Untuk apa tetap berdiri dengan menyakiti hati? Lebih baik menghindar sejenak untuk menenangkan diri, karena jika emosi hanya akan membuang waktu dan membuat keadaan semakin rumit tak terkendali."...
...~~~...
Kedua mata Alya terlihat berkaca-kaca, dengan tatapan yang sulit di artikan untuk hanya menatap wajah suaminya yang terlihat tenang saja berdekatan dengan wanita lainnnya.
"Lepaskan!" Raihan menyingkirkan tangan Silvi yang tengah memeluknya dengan begitu erat.
Sontak hal itu membuat wanita yang memeluk Raihan yang tidak lain adalah Silvi terkejut akan perlakuan kasar Raihan yang secara tiba-tiba.
"Sayang, kenapa di lepas?" seru Silvi yang belum menyadari keberadaan Alya di sana.
Dan dengan sengaja, Silvi kembali memeluk tubuh Raihan, serta sedikit memaksanya agar Raihan tidak langsung pergi.
Alya masih mematung melihat pemandangan yang menyakitkan itu dan semakin membuatnya sesak. Apalagi, dengan panggilan wanita asing itu memanggil sebutan mesra kepada Raihan, membuat hatinya semakin tersayat-sayat.
Kali ini Alya tak bisa lagi menahan rasa sakitnya, sampai rantang yang di pegangnya itu jatuh ke lantai, dengan menyisakan suara nyaring di dalam ruang kerja Raihan.
Praangg!
Kedua pasang mata Raihan dan juga Silvi langsung menatap kepada Alya, dengan tatapan terkejut, dan tidak bisa di pungkiri lagi ketegangan yang terjadi di sana.
"Jadi, begini sikap kamu Mas di belakang aku?" ujar Alya dengan menahan tangis yang hampir jatuh tak tertahan lagi.
Raihan langsung menggelengkan kepalanya cepat. "Enggak sayang, kamu salah paham," ucapnya dengan wajah sedikit gelisah melihat Alya menangis dan kecewa.
"Tega kamu, Mas!" ucap Alya dengan menatap tajam wajah Raihan dan juga wanita di sampingnya itu dengan tatapan sangat kecewa.
Tak kuasa menahan rasa sakit serta air mata yang tak terbendung lagi, membuat Alya tak tahan lagi dan memutuskan untuk pergi meninggalkan ruangan Raihan, dengan air mata yang merembas membasahi pipinya.
"Enggak sayang! Jangan pergi! Kamu salah paham sama Mas!" teriak Raihan dengan hendak berlari mengejar sang istri.
"Loh sayang, biarkan saja dia pergi. Kamu temani aku di sini. Jangan mengejar dia!" ucap Silvi dengan mencegah Raihan untuk mengejar Alya.
"Menyingkirlah, Silvi! Jangan ikut campur urusan saya!" tegas Raihan sembari menyingkirkan tangan Silvi dengan kasar sampai membuatnya terjatuh.
Brukk!
"Aaww! Sayang, jangan tinggalkan aku!" teriak Silvi dengan memegangi sikutnya yang terbentur lantai cukup keras dan menimbulkan memar merah.
Raihan seakan sengaja tidak mendengerkan teriakan dari wanita itu. Dan memilih untuk bergegas pergi meninggalkan ruangan kerjanya untuk mengusul Alya.
"Alya!" teriak Raihan sembari membuka kasar pintu ruangannya dan berlari mengejar Alya yang sudah masuk ke dalam life dengan membawa luka.
Melihat itu sontak membuat Raihan berlari kencang untuk mengejar sang istri yang sudah masuk ke dalam life dan pintunya itu hampir tertutup.
"Sayang, jangan pergi! Dengarkan dulu penjelaskan Mas!" teriak Raihan dan tidak di gurauan oleh Alya, dengan tetap berada di dalam life sampai pintu itu tertutup.
Gagal sudah Raihan mengejar Alya, karena pintu life itu telah tertutup dan Alya sudah pasti turun ke lantai bawah.
Dengan tergesa-gesa pula, Raihan menekan tombol life agar pintu life itu kembali terbuka. Namun sayang, usahanya itu sia-sia, pintu life itu tidak bisa terbuka, karena livenya sudah membawa Alya untuk turun ke lantai paling bawah.
"Aaahkkk! Sial!? Kenapa jadi begini si?" gerutu Raihan dengan begitu frustasi sampai meninju tembok dekat life.
"Sayang, kamu kenapa si ninggalin aku malah ngejar wanita sok cantik itu?" ujar Silvi dengan menghampiri Raihan yang tengah kalut.
"Jaga bicaramu itu, Silvi! Ini semua gara-gara aku! Alya pergi karena ulah kamu. Berhenti mengejarku, paham!" tegas Raihan dengan nada tinggi yang membuat gadis itu terkejut bukan main.
"Kok kamu kasar sih sayang sama aku? Justru bagus kalau istrimu itu pergi, setidaknya dia sadar diri!" balas Silvi yang malah tak terlihat bersalah.
"Aaahkk! Diam kamu Silvi! Kamu membuatku dalam masalah," balas Raihan dengan menatap tajam kepada Silvi yang terlihat santai saja dengan kepergian Alya.
****
Ting!
Pintu life terbuka tepat di lantai bawah dan memperlihatkan seorang wanita cantik berhijab keluar dari dalam sana, dengan kedua mata yang sedikit sembab seperti sudah menangis, dan berusaha untuk tak terlihat oleh karyawan kantor lainnya di bawah sana.
Dengan terburu-buru juga Alya berjalan keluar dari life, melewati tatapan heran dari para karyawan di sana, serta menghindari kontak mata dari mereka semua agar tidak menimbulkan banyak pertanyaan nantinya.
Dari pintu masuk, terlihat seorang laki-laki yang baru saja melewati pintu depan untuk masuk ke dalam kantor. Akan tetapi, tatapannya tak sengaja menangkap seorang wanita berhijab yang di kenalnya tengah menunduk menahan tangis, dengan tergesa-gesa keluar dari kantor PT Mutiara.
"Alya," ucap laki-laki itu yang tak lain adalah Rayan. Ia menatap Alya dari kejauhan dan berusaha menghentikannya.
Dengan sigap, Rayan menghentikan langkah Alya dan membuat wanita itu menatap wajahnya dengan derai air mata yang sudah membahasi kedua pipinya.
Deg.
Kedua mata Rayan terbelalak melihat Alya yang menangis dan wajahnya terlihat sembab untuk yang kedua kalinya. Raut wajahnya pun langsung berubah cemas.
"Tunggu Alya! Kamu kenapa menangis?" tanya Rayan pelan serta penuh kekhawatiran, dengan tetap menjaga batasan, karena tahu akan banyaknya orang di kantor itu, serta tatapan yang mungkin bisa menimbulkan fitnah.
"Aku enggak papa, Rayan." Alya menyembunyikan semuanya dari Rayan, dengan menerobos tubuh laki-laki itu agar tidak menghalangi jalannya untuk keluar dari kantor.
Dan hal itu cukup membuat Rayan tak tenang. Pada akhirnya, ia pun menunda niatnya untuk masuk ke dalam kantor ayahnya dan bertemu dengan Raihan. Ia memilih kembali kaluar untuk mengejar Alya.
Sampai di mana, Alya terlihat masuk ke dalam mobil yang membawanya ke kantor keluarga suaminya. Dengan cepat pula, wanita itu meminta supirnya untuk segala menyalakan mobilnya.
"Cepat jalan, Pak!" titah Alya dengan duduk di kursi belakang dan mengusap pelan kedua pipinya yang sudah basah.
"Baik Bu," balas supir pribadi Ayah Muzaki dengan tidak banyak bertanya kepada menantu majikannya itu.
Mobil putih itu pun melaju meningalkan gedung PT Mutiara, dengan kecepatan sedang.
Rayan yang melihat Alya masuk ke dalam mobil itu, dengan cepat mengendari motornya dan mengikuti mobil itu untuk bisa memastikan kondisi Alya.
***
Sepuluh menit di perjalanan, mobil putih yang membawa Alya tiba-tiba berhenti di dekat sungai yang terlihat sepi. Dan Rayan pun menghentikan motornya, tidak jauh di belakang mobil putih tersebut, setelah sedari tadi mengikuti mobil pribadi ayahnya yang membawa Alya sampai di tempat itu.
Rayan tidak langsung menghampiri Alya, ia hanya melihat wanita itu keluar dari mobil, dan berjalan menuju sisi sungai yang sunyi, dengan berjalan pelan melewati rerumputan hijau yang terlihat asri.
"Mau ke mana Alya? Aku harus mengikutinya, tekutnya terjadi apa-apa kepadanya. Apalagi di depan sana ada sungai," ucap Rayan pelan dengan cepat menuruni motornya, lalu berjalan mengikuti langkah Alya sampai wanita itu berhenti di tepi sungai.
Perasaannya yang sudah tak enak, membuat Rayan tak bisa tinggal diam. Ia pun memutuskan untuk semakin mendekati Alya. dan memanggil namanya.
"Alya," panggil Rayan dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari wanita itu. Kedua matanya tengah menatap punggung wanita itu dari belakang.
.
.
.