Sebagai murid pindahan, Qiara Natasha lupa bahwa mencari tahu tentang 'isu pacaran' diantara Sangga Evans dan Adara Lathesia yang beredar di lingkungan asrama nusa bangsa, akan mengantarkannya pada sebuah masalah besar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunny0065, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bully
"Natasha!"
Siswi berjalan sendirian di koridor lantai dasar menoleh ke sumber bariton memanggil namanya, mendapati Gibran tergopoh-gopoh menghampiri.
"Apa kabar?" sapa Gibran terengah-engah.
"Baik," canggung Natasha.
"Mata Lo, kenapa?" Gibran menunjuk sepasang mata bengkak.
Natasha menunduk setengah wajah mencegah air matanya supaya tidak menetes.
"Kemarin malam pas gue belajar, mata ke colok pensil," alasan Natasha.
"Kok agak aneh ke colok satu, bengkaknya dua mata?" heran Gibran menggaruk pelipis.
"Kan, sakit, nyebar ke mata lain," kata Natasha meyakinkan.
"Masuk akal," angguk Gibran meski tidak sepenuhnya percaya.
"Boleh kita sarapan bareng?" ajak seseorang mengulurkan tangan ke depan gadis setia menunduk.
Pertama kali Natasha lihat dari pemilik suara adalah sepatu branded membalut kakinya.
"Jangan ambil tawaran Sangga. Makanan favoritnya mengkonsumsi orang hidup-hidup mending bareng gue makan sewajarnya," timpal Gibran ikutan mengulurkan tangan.
Wajah menyedihkan Natasha terangkat, menatap tajam manik hitam menawan Sangga.
"Enggak ada yang tahan dekat-dekat sama monster berdarah dingin kayak Lo. Ayok, Gib!" Natasha menyeret lengan Gibran membawanya pergi meninggalkan satu wujud di situ.
"Duh, pelan-pelan jalannya, sakit lengan gue nabrak tiang penyangga!"
Cengkeraman erat jemari Natasha di lengan cowok itu menambah emosi, dan protes Gibran di kejauhan sana sangat memanaskan hati Sangga tanpa alasan.
"Enggak akan gue biarin! Enak aja Gibran mepet deketin Natasha! Gue pawang jodohnya!" gerutu Kevin baru menyadari betapa berharganya satu siswi paling berbeda di asrama.
Saking emosinya, Kevin melupakan jalanan di depan matanya dan berakhir menubruk punggung Sangga.
"Ck, Lo gabut halangi orang!" bentak Kevin.
Sangga memasukkan belah tangan ke kantung celana abunya, membalik badan menatap malas ketua rese.
"Dih, ternyata orang pengangguran yang gue tabrak. Minggir Lo, untung gue enggak sampai jatuh!" lanjut Kevin memarahi.
Ketua belagu menyelonong lewat dengan perasaan dongkol sedangkan Sangga sudah gatal ingin memberi pelajaran.
Sangga mengangkat satu kakinya, menyandung kaki Kevin hingga empunya terjerembab.
"Request Lo minta jatuh udah gue penuhi," ucap Sangga ringan.
"Bangs—" umpatan Kevin tertahan di tenggorokan, begitu Sangga menarik kasar almamater depannya.
"Jauhi Natasha," peringat Sangga.
"Heh, Lo, siapa, nyuruh gue jauhi dia? Jangan harap!"
"Dia milik gue."
Tentu saja Kevin emosi mendengar pengakuan abal-abal Sangga.
Kevin mengepalkan tinju, siap menghajar wajah Sangga, tetapi kalah gesit dengan gerakan Sangga yang selalu mudah mencegah serangannya.
"Gue serius. Jauhi Natasha kalau enggak mau kekejaman gue keluar menyakiti Lo," tambah Sangga mengancam dingin.
Kemudian Sangga melepas cengkeramannya pada almamater Kevin dan melenggang pergi.
*
"Mie instan kari spesial sama teh Sosro dua," pesan Gibran.
Cowok penyuka alat musik itu menerobos masuk ke dapur kantin.
"Tumben kari spesial, enggak bakmie lagi?" goda penjuru masak.
"Ganti selera, Bang, sekarang nyoba kari ayam spesial dulu, soalnya saya ke sini ditemani cewek cantik," balas Gibran.
"Ceweknya spesial di hati, Dek? Romantis betul menu paginya mie instan kari spesial," gombal sang koki.
Kekehan Gibran menular pada lelaki bertopi putih tinggi bak marshmellow.
Sementara,
"Gibran lama banget," jenuh Natasha menunggu di meja.
Alleta dan Adara baru saja memasuki tempat makan, begitu mendapati Natasha ada di kantin, seringai licik terlukis di kedua wajah siswi itu.
"Kita samperin," ajak Adara.
Pandangan Natasha lurus ke arah dua siswi cantik berias makeup. Alleta melempar senyuman palsu bentuk sapaannya sedangkan Adara mempertahankan sunggingan senyum.
"Ututu kasihan bingit anak baru sendirian, temannya mana? Pasti enggak ada yang sudi nemenin," cibir Adara.
"Daripada enggak jelas diam membatu di keramaian mending Lo ngumpet di kelas, kasihan tuh, muka sedih Lo minta dicuci," olok Alleta.
"Kok, mata Lo sembab, ketahuan abis tangisi pacar orang, ya? Rencana miliki hati semua cowok gagal sebelum waktunya, udah jelas nyesek di dada," sambung Alleta gencar mempermalukan.
"What?" beo Adara.
"Lo enggak tau? Diam-diam dia lagi mengincar hati cowok di kelas kita, maka dari itu jagain pacar Lo supaya hubungan Lo sama Sangga enggak cepat kandas gara-gara kemunculan orang ketiga seperti dia!" tuduh Alleta.
"OMG! Separah itu anak baru!" pekik Adara, sesudahnya membekap mulut pura-pura keceplosan.
Puluhan orang di sana mendengar, sontak mendekat mengerubungi tiga cewek.
Alleta mengedipkan sebelah mata memberi kode pada Adara bahwa rencana mencoreng nama baik Natasha berhasil.
"Parah, cantik-cantik hobi merusak hubungan orang! Lo jadi cewek minimal tau malu!"
"Dia anak pindahan," bisik Adara mengajak semua orang memprovokasi.
"Ngeri banget, tampangnya mudah dikagumi aslinya sejelek itu dalem hatinya!"
"Jauh-jauh dari virus perusak hubungan orang!"
"Ayok jauhi! Jangan mau temenan sama orang bermuka dua, di depan bicara manis di belakang Wallahu alam!"
"Nauzubillah!"
Sorak menghina mereka memekakkan pendengaran seorang gadis tengah membendung air mata.
"Gue bukan virus," tercekat Natasha.
"Mana ada bakteri ngaku kalau dirinya beneran jahat, enggak ada keles! Makanya, ayok, kita semua hujat dia sepuasnya!" seru Alleta menggebu-gebu.
"Ngaku aja deh kalau Lo emang beneran mau rebut pacar orang, ribet amat!" gertak Adara.
"Mana wajah perusak hubungan orang? Gue mau lihat."
Semua orang menoleh cepat, termasuk Adara dan Alleta.
Sangga berdiri di sana, menantang tajam beragam tatapan siswa-siswi.