PERNIKAHAN TANPA CINTA

Seperti biasa sebelum fajar menyingsing Sidney bangun tidur, kemudian membersihkan tubuhnya.

Gadis itu memilih sweater rajut berwarna krem dan celana pendek menutupi tubuh bagian bawahnya. Ia mengikat rambutnya secara acak saja membuat Sidney seperti gadis belia belasan tahun. Tak nampak usianya hampir dua puluh empat tahun.

Tanpa riasan wajah, dengan cueknya gadis itu turun ke lantai bawah. Sidney tahu di mana pantry. Semalam ia menemukan nya, sekarang ia mau ke sana. "Pasti mereka sedang menyiapkan makan pagi", pikirnya.

Sekarang sudah pukul enam pagi, langit yang tadinya gelap sudah berubah menjadi orange.

Ternyata benar ya ia pikirkan, beberapa orang sedang sibuk memasak di pantry. Suasana yang berbeda dengan semalam ketika Sidney mencari mereka.

Saat melihat kehadiran Sidney para pekerja itu langsung menghentikan kegiatan, dan memberi salam hormat. Salah satu di antara mereka sudah Sidney kenal yaitu Anne.

"Apa ada yang nona butuhkan? Saya akan mengambilnya", ucap Anne dengan hormat.

Sidney melangkah mendekati Anne dan pekerja lainnya. "Aku ingin melihat kalian sedang masak apa, Anne. Aku ingin membantu".

"Oh jangan. Nona Sidney tidak boleh memasak nanti kotor. Bisa-bisa kami di marah tuan Edxel", jawab Anne.

Sidney tersenyum mendengarnya. Gadis itu menaikan lengan sweater nya hingga siku. Tanpa persetujuan Anne ia mengambil pisau dari tangan salah satu pelayan. "Kau tenang saja, suamiku tidak akan marah. Suamiku itu sangat baik. Selain tampan ia sangat lembut pada ku. Makanya aku sangat mencintai bos kalian dan mau di ajak menikah", ucap Sidney dengan tawa renyah sambil mulai memotong roti dan menatanya ke atas piring.

Mendengar penuturan ceplas-ceplos istri bos-nya, empat orang asisten rumah tangga yang di pekerjakan Edxel memanggut-mangutkan kepala. Mereka senang merasa dekat dengan istri majikan yang sangat ramah dan hangat pada para pekerja mansion itu. Suasana yang sangat berbeda sebelum Sidney datang. Mansion berukuran besar selalu tampak sunyi dan sepi.

Tanpa Sidney sadari orang yang sedang ia bicarakan telah berdiri dengan pakaian kerja lengkap di depan pintu pantry. Edxel mendengar semua yang di ucapkan Sidney pada keempat pekerjanya.

Sebelum Sidney mengetahui kehadirannya, Edxel cepat-cepat kembali ke meja makan. Ia berdiri dan tiba-tiba menguping pembicaraan Sidney bukan tanpa alasan. Saat keluar lift, ia mendengar tawa renyah gadis itu seperti menghipnotisnya.

Benar saja ternyata Sidney sedang membicarakan nya di hadapan asisten rumah tangga. Dengan bualan seolah-olah mereka berdua saling mencinta sehingga terjadi pernikahan.

Edxel menggelengkan kepalanya, ingat kata-kata Sidney barusan. Laki-laki itu menyesap minuman ketika terlihat kelebat Sidney mendekat.

Laki-laki itu mengangkat wajahnya menatap lekat Sidney yang kaget melihatnya sudah duduk di depan meja makan.

"Kamu sudah siap bekerja?", tanya Sidney dengan netra membulat sempurna.

Gadis itu meletakan roti yang baru ia potong ke hadapan Edxel.

"Bagaimana tidur mu? Kenapa bangun pagi-pagi sekali?".

Sidney tersenyum mendengarnya.

"Aku sudah terbiasa bangun pagi, kebetulan pelayan mu sedang memasak aku ingin membantu mereka Ed", jawab Sidney dengan menyebut singkat nama Edxel.

Sidney duduk di hadapan laki-laki itu. "Tidur ku sangat nyenyak. Terimakasih kau membantuku semalam. Kalau tidak, mungkin aku sudah tidak bernafas pagi ini karena baju pengantin itu", seloroh Sidney melebarkan kedua matanya.

"Berlebihan sekali. Kamu tidak akan mati karena baju itu, justru kamu yang akan membuat nyawa orang melayang. Kau lupa minggu lalu melempar ku dengan batu-batu itu?".

"Apa yang membuat mu sangat marah sore itu, hem?". Edxel mengigit sepotong sandwich daging ke mulutnya.

"Aku tidak berkewajiban menjawabnya, karena tidak masuk dalam kontrak kerjasama kita", jawab Sidney menyesap coklat hangat.

Edxel tersenyum mendengar balasan itu. "Apa kamu selalu bicara lugas seperti ini?".

Sidney mencondongkan tubuhnya kedepan sedikit. Gadis itu membulatkan kedua mata biru terang miliknya. "Kali ini aku akan menjawab pertanyaan mu, tuan Edxel. "Aku terbiasa hidup di jalanan. Kau benar mengatakan aku anak jalanan saat perjumpaan pertama kita. Jadi aku tidak akan bertanggung jawab jika kau menyesal memilih ku menjadi istri mu, karena aku bukan bangsawan seperti yang di inginkan orang tua mu. Feminim dan bertutur kata lembut", ucap Sidney memutar bola matanya kemudian tertawa lepas.

Edxel memangut-mangut sambil mengernyitkan bibirnya. "Oke. Apalagi yang aku harus tahu tentang mu", balasnya. Ia pun mencondongkan tubuhnya ke depan mendekati Sidney yang terkejut di tantang seperti itu.

Mendadak senyumnya lenyap dari bibirnya. Gadis itu kembali duduk. "Hm...tidak ada".

Edxel pun duduk kembali di kursinya. "Kau bersiaplah nanti siang sopirku akan menjemput mu, kita akan ke Genoa dari perusahaan".

"Oke. Aku penasaran sekaya apa diri mu, sampai-sampai istri pun harus kau beli", ucap Sidney sarat sindiran.

"Kau akan tahu ketika kita di Genoa", jawab Edxel mengusap ujung bibirnya sebelum berdiri.

*

"Aku belum percaya menikah dengan pria kaya raya ini, baru berapa hari aku hidup dengannya aku dikagetkan oleh kekayaan miliknya. Entah setelah ini kejutan apalagi yang akan ku lihat. Mungkin ia memiliki sebuah pulau atau kapal pesiar mewah", batin Sidney terlihat konyol.

Kini Sidney berada di dalam helikopter yang akan membawa mereka ke tanah kelahiran Edxel. Kota Genoa.

Sidney terpukau melihat pemandangan kota di Italia dari atas, begitu menakjubkan. Hamparan kebun anggur pun tak luput dari perhatiannya.

Tanpa ragu Sidney memberi pertanyaan pada Edxel tentang budaya masyarakat di Italia saat panen anggur masih menerapkan produksi secara tradisional untuk membuat wine. Ketika panen raya, petani akan menginjak anggur-anggur yang mereka petik dengan kaki mereka.

Sementara di Prancis sudah jarang di temukan tradisi seperti itu.

"Sebagian pemilik perkebunan enggan meninggalkan tradisi lama yang sudah turun menurun dari nenek moyang mereka. Sebagai bentuk penghormatan pada leluhur dan memberi rasa kebersamaan dengan petani-petani perkebunan yang sudah bekerja keras mendapatkan buah anggur dengan kualitas baik. Namun untuk produksi dalam jumlah besar sekarang ini sudah tidak memakai tradisi lama. Tentu saja sudah di olah di pabrik untuk mendapatkan wine dengan rasa terbaik", jawab Edxel memberikan penjelasan rinci pada Sidney yang sangat antusias mendengarkan.

Ia ingat dulu saat masih kecil selalu diajak orang tua nya jalan-jalan mengenal dan mengunjungi satu persatu daerah indah di Italia. Sidney bangga memiliki darah Italia dari Claudia mami nya.

"Saat kita mendarat kau boleh melanjutkan jalan-jalan ketempat yang kau inginkan. Kau pasti menyukai Genoa, kota asal keluarga ku", ucap Edxel sambil menyesap wine yang ada di hadapannya.

"Aku sudah berkunjung ke beberapa daerah perkebunan anggur di Italia, tetapi belum pernah ke Portofino. Dari yang aku baca, tempat itu sangat indah", jawab Sidney tidak bisa menyembunyikan rasa ingin tahunya tentang desa yang terkenal karena keindahan nya itu.

"Sebentar lagi kau akan mengetahui daerah itu, aku yakin kau akan menyukainya".

Sidney mengangkat bahunya, seakan tidak yakin dengan perkataan Edxel barusan.

"Kita lihat saja nanti", jawabnya.

Edxel tersenyum mendengar jawaban Sidney. "Aku akan meminta hadiah dari mu jika kau mengakui perkataan ku benar adanya". Tantang Edxel

"Siapa takut", balas Sidney tanpa menatap laki-laki di sampingnya.

"Yapp...we'll see!".

...***...

To be continue

KASIH KOMENTAR DONG DI SETIAP BAB YA EMILY UP 🙏