KETOS ALAY yang sedang mengincar murid baru disekolahnya, namu sitaf pria itu sangat dingin dan cuek, namun apakah dengan kealayannya dia bisa mendapatkan cinta Pria itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayinos SIANIPAR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 22
KETOS ALAY DAN BAD BOY - Cinta Bukan Senjata
"Dasar gadis tidak tahu diri, berani-beraninya melawan putri kesayangan gue," ucap Mirna dengan geram.
"Enggak tahu apa gue siapa? Untung lo masih gue taruh air dingin, coba air panas, mampus lo melepuh," ucap Silvi dengan kesal dan emosi. Sungguh entah apa yang membuat Silvi jadi benci sama Nifa, padahal Nifa tidak pernah berbuat jahat sedikit pun sama Silvi. Apa mungkin Silvi sirik dengan Nifa?
"Tapi menurut kamu dia bakalan buat gitu lagi enggak sih ke kamu, Nak?" tanya Mirna pada Silvi.
"Tentu enggak dong, Mah, pastinya dia sudah jera sama perbuatannya, lagipula dia mana berani pulang kalau sekali lagi buat kesalahan, biar gue bunuh tuh anak langsung, jadi kakak kok sok-sokan banget sih," ucap Silvi dengan emosi. Kata-katanya sungguh keji, hatinya terbuat dari apa ya, hingga tega melakukan seperti itu.
"Apa Nifa baik-baik saja di sana? Nifa, kamu baik-baik saja ya, Sayang, walau Ayah kurang percaya sama mama tirimu tapi Papa percaya sama kamu kalau kamu bakalan bisa jaga diri," batin Ayahnya dalam hatinya. Ayahnya yang dalam perjalanan menuju ke Singapura. Ayahnya mungkin kontak batin pada Nifa makanya seakan-akan ada khawatir di hatinya saat Nifa celaka. Ayahnya sedari tadi tidak tenang hanya bisa berdoa agar putrinya baik-baik saja di sana.
"Nifa lo kenapa lagi sih? Kenapa akhir-akhir ini lo jadi seperti ini sih? Kenapa semenjak lo kenal Farel, hidup lo jadi menderita, dan kenapa lo susah banget dibilang untuk lupain dia? Kalau lo terus sakit, bagaimana dengan pelajaran lo, Nif? Mungkin kalau gue bantu nyatat semua catatan dan ngerjain tugas lo itu enggak cukup, Nif, gue mesti ngajarin lo ke rumah besok pulang sekolah," ucap Sarah dalam hatinya. Eh, enggak, ding. Mungkin Agung juga, jadi diralat ada tiga yang khawatir saat Hanifa lagi seperti ini. Sungguh saat keadaan seperti ini hanya ada dua yang khawatir, yaitu Sarah dan Ayahnya, bahkan Farel yang menjadi alasan Nifa untuk bertahan saja tidak peduli sama sekali dengan keadaan Nifa. Kasihan banget sih lo, Nif, lo sudah baik, cantik, pintar tapi sayang hidup lo miris banget, enggak ada sedikit pun kebahagiaan di hidup lo akhir-akhir ini, semenjak lo mengenal Farel, hidup lo berubah, senyuman lo, ceria lo, cita-cita lo, harapan lo kini susah dihadapi oleh kamu sendiri, Nif. Lo yang sabar ya, Nif, gue sebagai penulisnya ikut prihatin melihat peran lo yang ada di sini. Tapi gue percaya kalau lo itu kuat, semangat lo itu enggak bakalan pudar, lo itu cewek yang tangguh, hati lo itu bagaikan baja yang susah rapuh, dia kuat dan tahan menahan beban sebesar apa pun itu. Senyuman lo akan terus terpancar walau hati lo mulai keropos dengan semuanya, dan kebaikan lo akan menghangatkan kejahatan orang-orang yang selalu hadir di kehidupan lo. Dan lo akan mengubah segalanya hanya dengan satu hal, yaitu sifat lo yang susah dicari di dalam orang-orang.
KETOS ALAY DAN BAD BOY - Kelemahanku adalah Tangisku
Bagiku titik kelemahan itu adalah tangisanku. Buat apa aku merintihkan hujan kalau aku masih bisa menahan? Tapi untuk apa aku menahannya kalau tenagaku enggak ada lagi? Itulah perandaian kelemahanku saat ini.
Lemah
"Nifa ke mana? Tumben pagi ini enggak mencari gue? Apa dia semalam lagi marah?" tanya Farel pada dirinya sendiri. Farel pun memainkan kubiknya sambil memikirkan Nifa. "Malah lapar lagi, jadi dia enggak mau ngasih nasi goreng atau jus lagi?" batin Farel dalam hatinya, dia berbicara seperti itu seakan-akan Hanifa adalah budaknya yang harus memberinya makanan dan jus setiap harinya. Padahal dia biasanya menolak masakan dan jus buatan Hanifa. Cih.
"Rel, lo ngapain saja? Lo sudah siap PR matematika enggak? Gue menyalin dong," ucap Refan yang melihat adiknya itu santai.
"Tuh, lo lihat saja, gue minta diajarin sama si cupu," ucap Farel dengan nada ketus. Mood-nya betul-betul hancur saat ini, apa mungkin ini karena Nifa? Yah, cupu yang dimaksudnya tentunya Hanifa. Beberapa hari lalu saat mereka lagi mengukir cerita mereka juga sekalian belajar bersama. Hanifa masih menyempatkan waktu untuk belajar. Hanya saja Sarah takut temannya ketinggalan pelajaran.
"Maksud lo cupu siapa? Nifa?"
"Sudah tahu, nanya lagi," kesal Farel.
"Galau amat, bray, ya sudah gue kerjakan PR nanti saja, matematika juga les terakhir ya, yang penting gue tinggal menyalin, hahah. By the way, lapar ih," ucap Refan pada Farel.
"Kantin yuk, gue juga lapar, gue yang traktir," ajak Farel pada Refan. Dengan cepat Refan mengiyakan, kapan lagi abangnya berbaik hati hahahaha.
"Boleh dong, gue paling suka ditraktir, memangnya lo enggak dikasih bekal lagi sama Nifa?" ucap Refan pada Farel heran. Mereka berjalan menuju ke kantin.
"Entah, gue juga enggak berharap," ucap Farel berbohong, lain di mulut lain di hati.
"Mang, mi ayamnya dua," ucap Farel memesan pada tukang bakso tersebut setelah mereka sampai di kantin.
"Maksud lo, Sar, Nifa sakit? Dia kenapa sih akhir-akhir ini? Belakangan ini gue sering lihat muka dia murung dan pucat juga?" ucap teman sekelas Nifa bertanya kepada Sarah. Tentu hal ini didengar Farel. Sarah dan teman sekelasnya itu sedang memakan nasi goreng di kantin.
"Entahlah, gue saja masih bingung dengan keadaannya, semenjak dia kenal pria yang bernama Farel itu dia sering cedera lah, luka lah, sakit lah. Gue takut dia ada apa-apa," ucap Sarah. Sarah yang tidak menyadari keberadaan Farel, bicara sefrontal mungkin menyalahkan Farel. Mampus lu, Rel.
"Sar, orangnya lihatin kita di belakang," ujar teman sekelas Sarah itu sedikit berbisik dan wajah yang ketakutan.
"Lo kalau ngomong jangan asal ceplos saja ya!" ucap Farel kesal pada Sarah.
"Memang itu kenyataannya! Dia terlalu baik untuk mengejar-ngejar iblis kayak lo, sampai-sampai dia sakit sekarang, belum lagi dia harus ketemu sama manusia kayak Silvi, titisan sang setan! Memang cocok lo sama Silvi!" ucap Sarah kesal. Batas kesabaran Sarah mulai habis.
"Teman lo sakit bukan karena gue, tapi teman lo sakit karena dia lemah, dan alay. Mungkin sakitnya biasa doang tapi alaynya dan lebaynya kelewatan, mungkin saja Silvi yang kasihan harus mengurusin dia," ucap Farel kesal dan membela Silvi si masa lalu yang paling susah dilupakan.
"Ingat, pacar lo itu bukan Silvi, jadi lo enggak usah kasihan sama Silvi. Yang sakit itu Nifa, yang pantas lo kasihani itu Nifa, kasihan Nifa yang bisa suka sama lo! Padahal banyak yang mengejar-ngejar Nifa, kenapa terpesonanya sama manusia modelan kayak lo!" ujar Sarah semakin menaikkan nada suaranya. Setelah itu dia meletakkan sendok yang dia pegang untuk makan itu ke piring dengan gusar hingga membuat suara yang cukup besar. Sarah pun pergi meninggalkan makanannya belum habis. Dia muak melihat wajah Farel.
"Lo harus bisa hargai Nifa, Rel, sebelum lo kehilangan cintanya. Dia tulus sama lo, susah nyari yang seperti dia, Rel, jujur gue kecewa kalau lo harus sakitin dia. Dari dulu itu gue menyimpan rasa sama dia tapi karena dia suka sama lo makanya gue mundur sama lo, Rel," ucap Agung pada dirinya. Dan, yup, Agung juga ada di kantin, hanya saja dia enggak datang barengan dengan Refan dan Farel. Beberapa hari ini dia mulai menjauhkan diri dari mereka berdua.
"Brengsek lo, Sar! Lo buat gue malu banget, kecewa gue," ujar Farel dalam hatinya. Farel seketika sadar melihat orang-orang di kantin yang mulai menatapnya sinis.
"Gue ke kelas duluan, Fan, lo makan saja, ini uangnya, maaf gue enggak bisa temanin lo," pamit Farel pada Refan. Hatinya berkecamuk, dia bingung dengan semuanya yang terjadi. Apa dia suka atau tidak dia bingung, kenapa saat Nifa dekat dengan yang lain dia cemburu, saat Nifa tidak hadir di kehidupannya dia mencari-cari, tapi kenapa Farel tidak bisa menunjukkannya kepada Nifa sedikit pun, kenapa dia melakukan tidak sesuai hatinya? Apa yang sedang ia pikirkan hingga tega membohongi hatinya sendiri? Kenapa dia melukai hatinya begitu juga hati Nifa?