Jaka, adalah seorang yang biasa saja, tapi menjalani hidup yang tak biasa.
Banyak hal yang harus dia lalui.
Masalah yang datang silih berganti, terkadang membuatnya putus asa.
Apalagi ketika Jaka memergoki istrinya selingkuh, pertengkaran tak terelakkan, dan semua itu mengantarnya pada sebuah kecelakaan yang semakin mengacaukan hidupnya,
mampukah Jaka bertahan?
mampukah Jaka menjemput " bahagia " dan memilikinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sicuit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pencarian.
Melihat Yunis akan pergi entah kemana, Ibu segera memanggilnya,
"Yunis, ayo cari Jaka."
Yunis memalingkan badan menghadap Ibu yang ada di belakangnya,
"Cari sendiri, masa gitu aja ndak bisa!"
Menahan geram, akhirnya Ibu mencari Jaka ke tempat yang memungkinkan di kunjungi Jaka.
Ibu berjalan, berputar dari tempat yang satu, ke tempat yang lain.
"Permisi, apa Bapak lihat ada seseorang yang memakai kursi roda sendiri, memakai kaos warna hijau, orangnya berkulit gelap, dengan rambut ikal?" tanya Ibu pada seorang Bapak yang duduk di taman yang lain.
"Maaf Bu, saya tidak melihat," jawabnya pendek.
"Baik Pak, terima kasih," jawab Ibu lesu.
Ibu berhenti sejenak, kakinya tremor. Peluhnya sudah membanjir sedari tadi. Ibu sudah hampir mengelilingi semua bagian rumah sakit yang besar ini.
Ke kantin, mungkin Jaka ingin makan sesuatu, tapi tak ada di sana. Di sepanjang koridor, juga tak ada di sana. Ini taman terakhir yang dikunjungi Ibu, tapi Jaka pun tak ada di sini.
Ibu duduk sejenak di bangku taman ini, memandang sekitarnya, mungkin dia melihat Jaka ada di antara orang - orang yang lalu lalang di sana.
Sedang matahari sudah beranjak naik, panas terasa menyengat kulit, sekali lagi Ibu menyeka keringat dengan tangannya yang keriput.
##########
Yunis, entah darimana, dia langsung menuju ke kamar Jaka, tapi ternyata tak ada Jaka atau pun Ibu di sana.
Dia berjalan ke taman, ingin memastikan bahwa keduanya masih berada di sana.
Tapi Yunis tak mendapatkannya. Alisnya berkerut.
"Siaaalll ...! Apalagi sekarang, jangan bilang kalau Jaka belum ketemu!" desisnya marah.
Dia mengambil ponselnya, menekan satu nama, tapi sedetik berikutnya Yunis baru sadar, suaminya tak pakai gawai selama dia sakit, sedangkan ibunya, malah sama sekali tak mengerti tentang gawai.
"Siaaaall ... siiiaaall ...!" umpatnya marah.
Yunis segera meninggalkan taman, dia pun akhirnya berputar - putar mencari suami dan mertuanya. Sumpah serapah keluar dari mulutnya yang tak terjaga dengan baik.
Hingga di salah satu koridor, Yunis bertemu dengan Dokter Leo.
"Selamat siang, Dok," sapa Yunis, sambil membetulkan letak rambutnya yang sedikit berantakan.
" Oh ... Mbak Yunis, mau kemana?"
" Ini Dok, cari Ibu dan suami saya, keduanya tak ada di kamar atau di taman," jelas Yunis.
"Lho kok bisa, Mbak?" tanya Dokter Leo dengan alis berkerut.
" Mulai kapan mereka tak ada?" tanyanya lagi.
"Sejak saya kembali dari ngobrol dengan Dokter tadi pagi," jawab Yunis.
Wajah Dokter Leo langsung panik. Dia merasa ada yang tak beres dengan Jaka.
"Baik Mbak saya akan bantu cari, Mbak cari sebelah sana, saya akan cari sebelah sini," katanya cepat.
Yunis mengangguk. Dan mereka pun berpencar.
Dokter Leo memberitahukan keadaan ini pada pihak kantor, sehingga beberapa perawat yang tidak terlalu sibuk, ikut mencari Jaka dan ibunya.
Sampai pada taman terakhir, Yunis melihat Ibu sedang istirahat dengan napas ngos - ngosan.
"Eeeeehhhh ... kok jadi enak - enak duduk di sini, bukannya cari wong edan itu!"semprot Yunis seenaknya, tanpa memperhatikan keringat yang membanjiri wajah Ibu yang sudah penuh kerutan.
"Yunis, jaga bicaramu, Ibu ... sudah ... cari kemana - mana, tapi ... Jaka tak ada, apa kamu sudah menemukannya?" tanya Ibu dengan suara terbata - bata di sela napasnya yang tak beraturan.
"Emang apa untungnya aku cari dia, kerja ndak, uang juga ndak, bisanya cuma merepotkan saja!"jawabnya ketus.
Ibu diam, dan tetap beristirahat sejenak, melemaskan lutut yang mulai terasa sakit.
" Lebih baik aku mengatur napas dulu, daripada meladeni mak lampir ini," katanya dalam hati.
##########
Beberapa perawat yang mencari Jaka pun tak menemukan keberadaannya.
"Coba kita lihat di CCTV!" kata Dokter Leo pada rekannya.
Mereka langsung menuju ruang kendali.
Seorang operator bertugas di sana. Dia memandang heran dengan kedatangan beberapa orang, yang masuk begitu saja dalam ruangannya.
Setelah mengatakan masalahnya pada operator tersebut, dia pun segera mencari melalui rekaman CCTV.
"Naaahh ... itu, itu! Di tempat parkir!" seru salah seorang perawat yang ikut mengamati.
"Thank's ya bro ...." kata Dokter Leo sambil menepuk pundak operator itu.
Dan mereka pun segera berlari keluar, mencari Yunis dan Ibu Jaka.
Tak berapa lama, mereka menemukan Yunis dan Ibu Jaka di taman paling ujung.
Yunis memasang muka sedih di depan Dokter Leo.
"Bagaimana, Dok. Apakah suami saya sudah ketemu?"
Ibu melihat hal itu dengan perasaan jijik.
"Kami melihat Jaka ada di area parkir waktu itu," jawab Dokter Leo panik.
"Saya akan bantu cari, kebetulan jadwal saya sudah selesai," katanya lagi.
"Iya Dok, terima kasih," jawab Ibu dengan nada sedih. Matanya berkaca - kaca.
Melihat kondisi Ibu, dengan keringat dan napas tak teratur, Dokter Leo menjadi iba. Dia menghampiri Ibu dan menuntunnya. Tapi dengan cepat Yunis menarik tangan Dokter Leo.
"Ayo Dok, kita segera mencari sebelum terjadi apa - apa sama suami saya, biar Ibu mencari di tempat lain,"
Dokter Leo terkejut. Memandang Yunis dengan perasaan heran.
"Iya Dok, tolong cari anak saya, biar saya mencari di dekat - dekat sini," kata Ibu.
Dokter Leo, melepaskan tangan Ibu, bersama beberapa perawat, dan Yunis, mereka meninggalkan Ibu, dan berlari ke tempat parkir.
Menanyakan pada pak satpam yang berjaga saat itu.
"Pak, apa tadi lihat seorang mengendarai kursi roda, sendirian, tak ada yang mengantar, lewat sini?"
"Iya Dok, tadi mau saya samperi, tapi ketika saya kembali, setelah menutup pintu, dia sudah tak ada, saya pikir sudah dijemput keluarganya," jelas pak satpam panjang lebar.
Dokter Leo dengan seorang perawat, dan Yunis segera berlari ke tempat mobil Dokter Leo terparkir.
Tanpa membuang waktu, mereka langsung melesat, keluar area parkir menuju jalan raya.
Mobil berjalan berdasarkan kemungkinan arah mana yang akan dituju oleh Jaka.
"Maafkan suami saya ya Dok, sudah bikin panik, dan merepotkan," kata Yunis merasa bersalah.
"Dalam kondisi seperti itu, memang membutuhkan banyak perhatian. Kalau tidak, akan sering kambuh dan itu tidak baik untuk kesehatan mentalnya," jelas Dokter Leo.
Yunis diam.
"Sial ... bisanya cuma merepotkan saja, bikin malu ... tapi iya ga apa se ... dengan begini aku bisa merasakan naik Alphard, sama si ganteng lagi, hihihi ...," kata Yunis dalam hati.
Mereka menyusuri jalan pelan - pelan, sambil mengawasi setiap orang yang lewat.
###########
Jaka, dalam keadaan sedih, dan kecewa, yang membuatnya kembali pada titik dimana dia merasa hilang.
Maksud hati mau kembali ke kamar, tapi Jaka malah menjalankan kursi rodanya keluar dari rumah sakit.
Sampai di luar, dia melihat kendaraan ramai berlalu lalang, Jaka semakin panik.
Seketika, dia tak merasakan apa - apa lagi.
Dengan tanpa arah, tanpa sadar, pandangan yang hampa, Jaka terus menggerakkan kursi rodanya sepanjang trotoar, semakin lama, semakin jauh dari rumah sakit.
Hingga pada satu perempatan. Kursi roda Jaka, tetap berjalan, menyeberangi perlintasan jalan yang ramai. Mobil - mobil membunyikan klakson, tapi kursi roda itu tetap berjalan pelan.
"Ohh itu Jaka ... itu Jaka !" Teriak perawat yang duduk di samping Dokter Leo.
Dokter Leo kesulitan menepi di jalan yang ramai itu. Karena untuk memutar, terlalu jauh.
Tapi, sebuah kendaraan yang menerobos lampu merah, dengan sangat cepat berjalan ke arah Jaka.
"Aaaahhĥ ...!!!!"
Teriak perawat dan Yunis bersamaan dalam panik. Bahkan Yunis menutup muka dengan kedua tangannya.
"Apa yang terjadi dengannya?"