NovelToon NovelToon
Hujan

Hujan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Time Travel / Mengubah Takdir / Cinta Murni / Kutukan / Romansa / Tamat
Popularitas:2.1M
Nilai: 5
Nama Author: Aoxue

Original Story by Aoxue.
On Going pasti Tamat.
Ekslusif terkontrak di NovelToon, dilarang plagiat!

Di tengah hujan yang deras, seorang penulis yang nyaris menyerah pada mimpinya kehilangan naskah terakhirnya—naskah yang sangat penting dari semangat yang tersisa.
Tapi tak disangka, naskah itu justru membawanya pada pertemuan tak terduga dengan seorang gadis misterius berparas cantik, yang entah bagaimana mampu menghidupkan kembali api dalam dirinya untuk menulis.

Namun, saat hujan reda, gadis itu menghilang tanpa jejak. Siapa dia sebenarnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aoxue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 5 - Hujan

Suara Sean terdengar dari pintu minimarket, keras dan jelas, "Woy!"

Ketiga preman itu menoleh, Sean berdiri di ambang pintu dengan kantong plastik di tangan dan tatapan tajam di wajahnya.

Sean menatap dingin dan tegas bertanya, "Apa ada masalah?"

"Temen lo, ya? Santai aja, Bro, kita cuma ngobrol—" ujar salah satu preman dengan mengangkat kedua tangannya.

Sean meninggikan suaranya, "Ngobrol sampe pegang-pegang?"

Ada tekanan di nada suaranya, preman-preman itu saling pandang, lalu mendengus sambil melangkah mundur.

"Yah, gak seru, ayolah, kita cabut."

Mereka pergi sambil mengumpat pelan, Sean cepat-cepat berjalan ke Liliana, matanya penuh kekhawatiran.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Sean dengan perasaan khawatir pada Liliana.

Liliana tersenyum lembut dengan wajahnya yang kini mulai merah merona menjawab, "Aku baik-baik saja, terima kasih."

Sean membuka payung, lalu mengulurkan tangannya ke Liliana.

"Ayo, kita pergi!"

Mereka berjalan di bawah satu payung, langkah mereka kembali menyatu, tapi perasaan di antara mereka telah berubah lebih kuat, lebih terhubung.

Restoran itu kecil dan hangat, lampu-lampu gantung kuning menciptakan suasana nyaman. Aroma mie panas dan sup ayam memenuhi ruangan, dindingnya penuh tempelan kertas menu yang ditulis tangan.

Liliana duduk di seberang Sean, matanya berbinar melihat semangkuk ramen sederhana di hadapannya, tangannya ragu memegang sumpit, sebelum akhirnya ia menoleh.

Liliana berseru pelan, "Ini pertama kalinya aku makan makanan seperti ini."

Sean tersenyum dan bertanya dengan tidak percaya, "Serius? Padahal ini makanan favorit aku sejak kecil, sederhana, tapi penuh rasa."

Liliana mencoba menyeruput kuahnya perlahan, matanya membesar.

"Ini luar biasa, lebih hangat dari apapun yang pernah aku makan sebelumnya."

Sean menatapnya sejenak, bukan soal makanannya, ia tahu itu, tapi soal suasana, soal pengalaman, soal kebebasan yang selama ini tak Liliana miliki.

"Sebenarnya siapa dia ini?" batin Sean masih penasaran, meskipun begitu dia tidak pernah banyak bertanya.

Liliana dengan tulus berkata, "Terima kasih, Sean, aku benar-benar menikmati makanan ini, rasanya seperti hidup kembali."

"Hidup kembali?" Sean terdiam. Lalu, Sean tersenyum kecil, tapi senyum itu segera memudar saat ia melihat dari balik jendela. Bayangan familiar tiga preman yang tadi berdiri di seberang jalan, menyender pada dinding restoran sambil melihat ke arah pintu.

Sean merendahkan suaranya dan berbisik, "Liliana dengar aku baik-baik."

Liliana menoleh, nada Sean yang berubah membuatnya waspada.

"Preman tadi mereka di luar, sepertinya mereka mengikuti kita dan saat ini sedang menunggu kita."

Liliana segera menoleh, namun Sean menahan tangannya dengan pelan.

"Jangan panik, jangan lihat ke arah mereka sekarang, aku mau pastikan dulu situasinya aman."

Liliana menatap Sean, membaca keseriusan di matanya, lalu mengangguk perlahan.

Sean berkata dengan lembut, "Aku akan keluar dulu, kamu tetap di dalam kalau aku belum kembali dalam lima menit, bilang ke pelayan buat telepon polisi, tapi aku janji, aku akan kembali."

Liliana menggenggam ujung bajunya, matanya sedikit gemetar.

Liliana berbisik, "Hati-hati!"

Sean berdiri, menarik napas, dan perlahan keluar dari restoran membiarkan angin malam menyambutnya dengan dingin dan tatapan tajam dari para preman yang menunggu.

Begitu pintu restoran terbuka dan Sean melangkah keluar, suara tawa kasar langsung menyambutnya.

Salah satu preman menyeringai, "Liat siapa yang dateng si pahlawan sok pemberani!"

"Jadi lo pikir lo bisa bentak-bentak gue di depan cewek Lo, ya?"

"Beruntung banget Lo ga langsung kita hajar, di sana ada CCTV tapi di sini beda cerita! Hahaha!"

Preman lainnya mendekat, menunjuk dada Sean dan bertanya, "Lo kira lo keren? Mentang-mentang ditemenin cewek cakep, sok-sokan!"

Sean tetap berdiri tegak, meski napasnya mulai berat karena tegang, ia mengangkat kedua tangannya perlahan, mencoba tenang.

"Dengar gue gak cari masalah, kalau ini soal harga diri kalian, gue minta maaf, tapi kalau ini soal uang gue bisa bayar, berapa yang kalian mau?" tanya Sean menjelaskan.

Ketiganya langsung mendengus, wajah mereka berubah masam.

"Lo pikir kita pengemis!?" tanya preman pertama.

"Lo nyogok kita? Lo ngeremehin!?" ketus preman kedua.

"Lo nyuruh kita 'pergi' sekarang mau beli keselamatan lo pake uang?" tanya preman ketiga dengan penuh amarah.

Sean mencoba melangkah mundur, tapi terlalu lambat, tinju pertama datang dari kanan mengenai perutnya.

"Argh!"

Dia terhuyung ke samping, lalu tendangan lain menyusul, dan akhirnya, pukulan dari belakang menjatuhkannya ke tanah basah.

"Berani-beraninya lo sok jagoan!" bentak salah satu preman sembari menendang Sean.

"Ini pelajaran, Bang$@t!"

Sean mencoba melawan, meraih kaki salah satu dari mereka, tapi tenaganya kalah jauh. Hujan mulai turun lagi, menambah kekacauan dan dramatisme malam itu.

Dari dalam restoran, Liliana melihat semuanya, matanya membelalak, bibirnya gemetar.

"Sean!" bisik Liliana yang kini semakin cemas.

Liliana berlari keluar dari restoran, tanpa memedulikan suara pelayan yang memanggilnya dari belakang, matanya tertuju pada Sean yang tergeletak di tanah, tubuhnya dipukuli oleh para preman.

Liliana berteriak dengan keras, "BERHENTI!!!"

Suara tajamnya menembus hujan dan udara malam, ketiga preman itu sempat terdiam sejenak, menoleh ke arah sumber suara.

Salah satu preman mendengus, "Cewek lo keluar? Ini makin lucu aja."

Liliana melangkah maju dengan wajahnya yang menatap tajam, "Apa kalian tidak tahu siapa aku?"

Tawa preman-preman itu terhenti sejenak. Liliana berdiri tegak di bawah lampu restoran, meskipun rambut dan bajunya mulai basah karena gerimis. Namun, penampilannya tak kehilangan aura, gaun malam yang pas di tubuhnya memancarkan kemewahan yang tak cocok dengan suasana kota kecil ini.

Liliana dengan tegas, mengancam, "Aku bisa menghancurkan semua preman di kota ini dalam satu panggilan jika kalian mau tahu!"

Salah satu preman mulai terdiam, menatap Liliana dengan seksama dan bergumam, "Eh, beneran nih? Kayaknya dia bukan orang sembarangan?"

"Wajahnya aja udah kayak artis, tapi bajunya, gila! Mahal banget kayaknya."

Tiba-tiba seorang pelanggan dari restoran keluar sambil mengenakan jaket dan helm. Ia memandang sekilas ke arah Liliana, lalu berhenti di tempat.

Pelanggan itu berkata dengan setengah teriak, "Itu, itu baju dari Maison Élève, edisi terbatas! Harganya miliar-an! Gak mungkin orang dari kota ini bisa punya baju itu!"

Dia belum selesai memproses apa yang terjadi, ketika matanya menangkap Sean yang tergeletak berdarah, dan salah satu preman yang masih berdiri di atasnya, wajah pelanggan itu memucat.

"Ya ampun, ada apa ini? Apakah dia barusan dipukuli?" batin pelanggan itu dengan keterkejutan yang membuat dia khawatir pada dirinya sendiri.

Tanpa menunggu apapun lagi, pelanggan itu berbalik arah, menghidupkan motornya dengan gugup, lalu ngebut pergi meninggalkan restoran, melaju menerobos hujan.

"Sh!t, kita udah bikin ribut sama orang penting, nih kayaknya" ucap salah satu preman mulai merasa panik.

"Kita harus cabut, sekarang!" ujar preman lainnya dengan langsung berlari.

Ketiganya buru-buru kabur, menyelinap ke gang sempit dan menghilang dari pandangan.

Liliana langsung berlari ke arah Sean yang kini setengah duduk dengan napas tersengal, wajahnya penuh luka, tetapi matanya masih sadar.

"Kamu, kenapa keluar? Kenapa tidak dengarkan aku dan menghubungi polisi?" tanya Sean dengan serak.

"Aku ga bisa hubungi siapa pun karena gak punya ponsel? Tadi, cuma gak bisa diam aja lihat kamu dipukuli begitunya sama mereka!" ujar Liliana dengan lembut dan dirinya masih menahan tangisan karena melihat keadaan Sean yang babak belur ini.

Sean memaksakan senyum meski sakit.

"Jadi, kamu beneran bukan orang biasa, ya?"

Liliana menatap Sean dalam-dalam untuk sesaat, dia ingin mengungkap segalanya tentang siapa dia sebenarnya, tapi hanya satu kalimat yang keluar, "Aku ingin jadi orang biasa kalau itu berarti aku bisa tetap di dekatmu." bisik Liliana yang membuat Sean sedikit tersenyum.

Suara hujan yang tadinya mengguyur dengan deras kini tinggal rintik-rintik halus yang memantul di aspal basah. Sean berjalan perlahan di trotoar yang sepi, dengan Liliana di sampingnya, memapah tubuhnya yang masih terasa nyeri.

Langkah mereka pelan, seiring dengan keheningan malam yang hanya diisi oleh desir angin lembut dan gemericik air dari selokan kecil di pinggir jalan.

Sean setengah tertawa dan juga malu.

"Harusnya aku yang bantu kamu jalan, bukan sebaliknya." kata Sean.

Liliana tersenyum lembut dan menjawab, "Tapi kali ini, biar aku saja, kamu sudah cukup jadi pahlawan untuk hari ini."

Rona merah di pipi Liliana semakin melebar.

Sean menunduk sedikit, wajahnya mulai memerah, dan ada sesuatu di dalam dadanya yang terasa hangat. Entah sejak kapan, tetapi kehadiran Liliana tak lagi terasa asing, malah sangat dekat.

Beberapa saat mereka berjalan dalam diam, dan saling menikmati ketenangan. Tapi juga tenggelam dalam kecanggungan manis yang hanya terjadi saat dua hati mulai saling menyukai.

Sean berpikir, "Kenapa aku merasa seperti tak ingin malam ini berakhir?"

Namun sesaat setelah rintik terakhir hujan berhenti, langkah Sean terhenti.

Tangannya yang sebelumnya menggenggam lengan Liliana untuk bertumpu kini menggenggam udara kosong dan dia jatuh karena ketidakseimbangan.

"Liliana...?"

1
M miftahus Sururi Aas ikuloh
keren banget xue... nice
girl
itu teracabut, katanya emang teracabut apa tercabut
girl: makasih dah kasih tau
Aoxue: ga salah, emng belum tau
total 6 replies
girl
udah serius baca eh ada typo🤣
Aoxue: mna typo nya
total 1 replies
girl
apakah tidak bisa dipersatukan krmbali?
girl
sad sih emang kalau terlalu mencintai berlebihan
girl
kadang pengharapan yang tinggi justru menjatuhkan lebih dalam
girl
jika kembali dengan versi lebih baik itu sepertinya akan terlihat bagus
girl
kasihan
girl
bisa balikin ingatannya gak sih thor, kasihan liliana
girl
up soalnya masih bingung
girl
jadi waktu itu ternyata dicuekin emang belum kenal yah
girl
lagi nunggu lanjutan yg kemaren
Dark
apa karna dia kau mau kesana lagi karma? dan uhm apakah yang terjadi sampai kalian bisa selamat dari kejadian malam itu?
Dark
jangan bilang lu jatuh bareng 🏃🏃🏃
Dark
ck kaga jadi niih,haiss aku udah nantiin kamu jump loh 🤣🤣
Dark
wkwkwk jadi kaga fokus bundirnya yah🤣🤣
Yunia Afida
kayak kecuten
Yunia Afida
magic iniya
Desilia Chisfia Lina
jadi dia mau bunuh diri karena perundungan
YouTrie
Oh jadi ini alasanya gak mau sekolah di situ ternyata karma dibuli
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!