NovelToon NovelToon
Gelora Berbahaya Pria Simpanan

Gelora Berbahaya Pria Simpanan

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Suami Tak Berguna
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: Rizky Rahm

Laura tidak pernah membayangkan pernikahannya akan terasa seperti penjara. Nicholas, suaminya, selalu sibuk, dingin, dan jauh. Di tengah sunyi yang menusuk, Laura mengambil keputusan nekat-menyewa lelaki bayaran untuk sekadar merasa dicintai.Max hadir seperti mimpi. Tampan, penuh perhatian, dan tahu cara membuatnya merasa hidup kembali. Tapi di balik senyum memikat dan sentuhannya yang membakar, Max menyimpan sesuatu yang tidak pernah Laura duga.Rahasia yang bisa menghancurkan segalanya.Ketika hasrat berubah menjadi keterikatan, dan cinta dibalut bahaya, Laura dihadapkan pada pilihan: tetap bertahan dalam kebohongan atau hancur oleh kebenaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizky Rahm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Seila

"Jadi, kamu sudah di rumah?" Nicholas bertanya untuk kedua kalinya. Laura menganggukkan kepala sambil tersenyum meski Nicholas tidak melihatnya.

"Ya," sahut Laura. "Dan aku menghabiskan sarapanku, Nick," lanjutnya, terdengar seperti anak kecil yang bangga karena berhasil menghabiskan sarapannya tanpa drama.

"Bagus. Nikmati harimu, sebentar lagi aku ada meeting."

"Baiklah, semoga harimu menyenangkan, Nick." Panggilan pun terputus. Laura menjatuhkan dirinya ke ranjang. Dia berguling-guling kegirangan. Sudah lama sekali Nick terakhir kali menghubunginya dan berbincang manis seperti tadi. Walau sangat singkat, tapi bagi Laura itu sudah merupakan suatu kemajuan. Dia berharap, ini akan menjadi awal hubungan mereka kembali membaik.

Laura dan Nicholas, tumbuh bersama sejak kecil. Ayah dan Ibu Nicholas dulu bekerja dengan ibunya. Ayahnya meninggal saat Nicholas duduk di bangku sekolah menengah atas. Setahun kemudian, ibu Nicholas menyusul. Nicholas dan Laura, sama-sama merupakan anak tunggal. Jadilah, kehidupan Nicholas ditanggung oleh ibu Laura.

Laura menyadari dirinya jatuh hati pada Nicholas sejak dia memasuki bangku kuliah, sementara Nicholas saat itu sudah mulai bekerja di perusahaan ibunya.

Saat usianya dua puluh tahun, Nicholas tiba-tiba melamarnya untuk dijadikan istri. Laura tidak akan lupa bagaimana dia girangnya hari itu dan tiba-tiba saja ibunya yang super sibuk yang biasanya tidak punya waktu untuknya sudah mempersiapkan segalanya.

Satu-satunya hal baik yang diingat Laura tentang ibunya. Menikahkannya dengan pria yang ia sukai.

Bagaimana dengan ayah Laura? Dia tidak punya banyak kenangan dengan ayahnya karena ibunya adalah istri kedua. Dia tidak memiliki sosok pria di hidupnya selain Nicholas. Itulah kenapa hidupnya sangat tergantung pada pria itu.

Ingatan Laura tentang hal itu buyar ketika mendengar bel pintu rumah. Meski keningnya mengernyit heran, dia tetap beranjak dari tempatnya. Siapa yang datang bertamu? Mereka tidak terbiasa kedatangan tamu, baik waktu mendiang ibunya masih hidup atau pun setelah hanya ia dan Nicholas yang tinggal di rumah ini.

Laura menuruni tangga, berlari kecil menuju pintu utama. Matanya membeliak begitu pintu terbuka sempurna.

"Seila!!" Laura memekik kegirangan dan langsung menghambur ke dalam pelukan wanita itu. Seila Marlin, satu-satunya sahabat yang dia miliki. Pada wanita itu, dia mencurahkan segalanya.

"Kamu tega sekali!!" Laura sampai menangis. "Memutus semua kontak hanya kamu sedang kacau!" Wajahnya ditekuk masam, seolah dia memang sedang marah.

"Maafkan aku, Laura sayang," Seila tertawa, tahu bahwa Laura tidak benar-benar marah padanya. Tahu bahwa Laura memang tidak bisa marah padanya. Laura memang bukan wanita yang suka marah-marah. "Tapi lihatlah, dari bandara, aku langsung kemari!" Seila menunjukkan dua kopernya yang berjejer. "Aku membawa banyak oleh-oleh untukmu. Biarkan aku masuk."

Laura mendelik seraya menepi dari pintu, memberi ruang bagi Seila untuk masuk.

"Aku senang melihatmu kembali," Laura memeluknya dari belakang. "Aku benar-benar kesepian. Bagaimana perasaanmu sekarang? Apakah sudah lebih baik?"

Seila memutar tubuhnya, hingga mereka berhadapan. "Yeah, sudah lebih baik. Setidaknya aku bisa hidup tenang selama satu bulan ini, tanpa kicauan mereka." Laura tahu yang dimaksud dengan 'mereka' adalah keluarganya. Seila menjadi satu-satunya tulang punggung keluarganya, namun ayah, ibu dan kakaknya, seolah tidak tahu cara menghargainya.

"Uh, harusnya kamu mengajakku."

Seila memutar bola matanya, "kamu tidak akan mampu meninggalkan Nicholas walau hanya satu hari."

Laura tertawa, Seila benar. Dia tidak pernah pergi meninggalkan Nicholas. Bahkan jika pria itu sedang berada di luar kota. Dia lebih memilih menunggu dengan manis di rumah.

"Bagaimana hubunganmu dengan Nick? Apakah sudah membaik?" Seila berjalan menuju ke dapur, diikuti Laura. Laura langsung duduk, sementara Seila membuka lemari es. Mengambil sebotol minuman dingin. "Tidak ada yang bisa dimakan," keluh wanita sambil menutup kembali lemari es.

"Tidak ada yang menemaniku belanja," Laura melotot ke arahnya. Ya, belanja apa pun, Laura selalu meminta ditemani oleh Seila. "Nick terlalu lelah untuk kurepotkan dengan hal sepele begini. Dan andai aku belanja, aku tidak yakin bisa memasaknya dengan benar." Wajahnya berubah murung. "Jika dipikir-pikir, aku tidak ada tahunya, tidak ada bisanya."

"Hais..." Seila berdecak seraya duduk di hadapan Laura. "Kamu cantik, kaya, punya suami tampan, apa lagi yang kamu butuhkan. Nick juga tidak menuntutmu memasak, bukan?"

"Tidak menuntut, bukan berarti dia tidak ingin mencoba masakanku."

"Dia lebih memilih tidak mengeluhkan hal itu daripada melihatmu teriris dan nyaris membuat rumah ini terbakar." Seila mengingatkan momen saat Laura sedang memasak makanan kesukaan Nicholas di hari ulang tahun pria itu. Saat itu mereka belum menikah.

Mengenang hal itu, wajah Laura bersemu merah. "Aku masih mengingat wajahnya yang panik bercampur marah. Membawa jariku ke mulutnya, untuk menghisap darahnya. Uh, dia sangat perhatian sekali."

"Dan kamu tergila-gila padanya," kata Seila.

Laura menganggukkan kepala. Senyum yang tadi mengembang sempurna, berubah getir. "Sekarang dia berubah. Dan itu salahku. Dia menanggung beban perusahaan." Wajah penuh sesal terlukis di sana. Laura benar-benar menyesalkan hal itu. Dulu, dia dan Nick sering menghabiskan waktu bersama sambil tertawa. Kini, hal seperti itu tidak pernah terjadi. Nick jelas tidak lupa caranya tertawa, hanya saja Nick tidak pernah tertawa lagi padanya. Terkadang, Laura merasa jika Nick sebenarnya sangat membencinya.

Tapi, apa kesalahanku? Pertanyaan itu selalu menggerayangi otaknya dan ia tidak menemukan jawabannya hingga detik ini.

Nick melarangnya terjun untuk mempelajari perusahaan. Dia terima hal itu tanpa bantahan, walau setelah perusahaan memang nyaris dalam masalah. Nick juga melarangnya bekerja, mendalami karirnya sebagai seorang arsitek. Ia juga menerima hal itu, mengira jika Nick menginginkan istri yang duduk manis di rumah menyambutnya.

Sekarang, dia benar-benar tidak tahu apa-apa, selain menunggu Nicholas.

Seila beranjak dari tempatnya, memeluknya dengan hangat.

"Nyaman sekali," ucap Laura seraya melingkarkan kedua tangannya di pinggang Seila. Hanya Seila yang mau membuang-buang waktu untuk menghiburnya, walau hanya sebatas pelukan. Dan Laura menyukai pelukan Seila.

"Aku takut Nick bosan padaku," adunya dengan lirih.

Seila membelai rambutnya dengan lembut, dia berkata. "Dia tidak akan meninggalkanmu."

Laura mendongak, "benarkah begitu? Tapi, aku sungguh tidak bisa membayangkan jika dia meninggalkanku. Menurutmu, apa yang harus kulakukan, Seila, agar dia betah denganku dan agar dia berubah seperti Nick yang dulu. Eh, tunggu dulu..." Maniknya tiba-tiba berbinar ceria. "Sepertinya Nick, mulai berubah." Wajahnya bersemu merah mengingat momen intim yang ia dan Nicholas lewati tadi malam.

"Berubah?" Seila terlihat antusias. "Apa yang terjadi?"

"Tadi malam dia mengajakku makan malam. Eum, ini bukan makan malam romantis, dan omong-omong, kali ini dia juga melupakan hari pernikahan kami. Tapi, sudahlah, dia sangat sibuk, aku harus memakluminya. Kamu tahu..." Ekspresi wajahnya kembali berbinar-binar penuh semangat. "Dari yang tadinya makan malam bisnis, berakhir dengan malam eksotis yang penuh romantisme. Kami berakhir di kamar hotel." Laura tidak menyadari jika wajahnya masih merona malu, merah seperti buah bit.

"Aku bisa membayangkan betapa senangnya kamu menemukan dirimu di dalam pelukannya keesokan paginya."

Wajah Laura berubah sedih seketika. "Hal seperti itu tidak terjadi. Seperti biasa, Nick menghilang demi perusahaan. Ini pasti juga melelahkan baginya. Menurutmu, Seila, apa sebaiknya kami punya anak?"

1
lyani
bang iky...vote nya k lau aja y ....elara ngga usah?
lyani
semoga max tak jauh beda dengan Nic.
apakah seila narik uang sepengetahuan Nic?
lyani
korban lagi... kalian mgkn senasib
lyani
nahhhh betul
lyani
paman Robert bukan si yg nyuruh
lyani
pasti
lyani
nahhhh
lyani
sdh menduga ada org dibalik max....nah siapakah?
lyani
ahhhh akhirnya setelah sekian lama terlihat
lyani
nahhhh betul
lyani
kesalahan Laura saat memegang perusahaan sepertinya Krn jebakan
lyani
hati2 dengan dokumen lau
lyani
max ini teman kecil Laura mgkn?
lyani
betul
lyani
ooooooooooo
lyani
max....mata2 ayah Laura kali.....maximal bener penasarannya dahhhhhhh
lyani
seila dan ibunya?
lyani
msh seribu tanya....
lyani
hidup si pilihan lau...
istri itu hrs patuh sama suami tp patuhnya atuh jangan kebangetan. diselidiki dl kek ntu suami
lyani
meninggalnya ortu Nic ada hubungannya dengan ortu Laura atau mungkin dengan Laura sendiri ngga si?
malangnya Laura
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!