"Lebih baik, kau mati saja!"
Ucapan Bram membuat Cassandra membeku. Dia tidak menyangka sang suami dapat mengeluarkan pernyataan yang menyakiti hatinya. Memang kesalahannya memaksakan kehendak dalam perjodohan mereka hingga keduanya terjebak dalam pernikahan ini. Akan tetapi, dia pikir dapat meraih cinta Bramastya.
Namun, semua hanya khayalan dari Cassandra Bram tidak pernah menginginkannya, dia hanya menyukai Raina.
Hingga, keinginan Bram menjadi kenyataan. Cassandra mengalami kecelakaan hingga dinyatakan meninggal dunia.
"Tidak! Kalian bohong! Dia tidak mungkin mati!"
Apakah yang terjadi selanjutnya? Akankah Bram mendapatkan kesempatan kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Yune, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
07. Dipindahkan
Sudah tiga hari Bram menanti di rumah sakit itu, meski ia hanya bisa memandangi ruang rawat Cassie dari kejauhan. Ia tak diperkenankan masuk, tak diizinkan berbicara atau sekadar melihat wajah wanita yang baru saja terbangun dari koma. Cassie masih lemah, dan keluarga Gunawan menilai Bram sebagai ancaman yang harus dijauhkan.
Bram mengerti, meski batinnya menolak. Ia memang telah membuat kesalahan besar. Ucapannya dulu masih menggema jelas di kepalanya: "Lebih baik, mati saja!"
Ia menyesal.
Seandainya waktu bisa diputar, ia ingin menarik semua kata-kata itu, menahan tangannya yang mendorong Cassie menjauh. Namun semua sudah terjadi. Cassie kini kehilangan ingatan tentang dirinya, dan yang lebih menyakitkan, kehilangan calon bayi mereka.
“Cassie…” desah Bram dari balik dinding lorong rumah sakit.
Bram tidak dapat mendekat sedikit pun, ia menjaga jarak agar tidak dilakukan pengusiran oleh keluarga Cassie
Clarissa, sang ibu, selalu menjadi penjaga setia di sisi Cassie. Sementara Gunawan, ayah Cassie, bolak-balik keluar masuk ruangan administrasi dan ruang dokter. Bram tak tahu apa yang direncanakan. Tapi ia tahu satu hal: mereka berusaha menghilangkan Cassie dari hidupnya selamanya.
Dan saat lengah itu datang…
Bram yang sempat pulang ke apartemen untuk berganti pakaian, kembali dengan langkah terburu-buru ke rumah sakit. Namun ruangan rawat Cassie sudah kosong. Tempat tidur dirapikan. Tidak ada satupun barang milik Cassie di sana. Bahkan, aroma samar parfum Cassie pun tak tersisa.
Bodohnya, Bram tidak menempatkan orang untuk mengawasi Cassie. Dia hanya mengandalkan dirinya sendiri. Hal itu, dimanfaatkan oleh Gunawan untuk memindahkan Cassie ke rumah sakit lain.
“Cassie!” teriaknya panik.
Perawat jaga hanya menjawab dengan wajah kaku. “Pasien sudah dipindahkan atas persetujuan wali keluarga.”
“Dipindahkan? Ke mana?”
“Saya tidak bisa memberi tahu, Pak. Silakan tanyakan langsung ke pihak keluarga.”
Bram menggebrak meja resepsionis. Matanya merah, napasnya memburu. “Kalian tidak bisa seenaknya membawa istri saya! Seharusnya kalian memberitahukanku. Aku ini suaminya!"
Namun yang datang bukan Cassie, melainkan Gunawan dan Clarissa… dan kini, bukan hanya mereka.
Dua sosok lainnya muncul dari balik pintu rumah sakit. Bram meneguk ludahnya sendiri, dia berusaha untuk menyembunyikan hal ini pada orang tuanya. Akan tetapi, tentu saja semua hal itu sia-sia.
“Bram!” tegur suara berat itu.
Bram menoleh. Kedua orang tuanya, Adrian dan Melinda, berdiri di sana dengan wajah kecewa. Wajah ibunya penuh tangis yang ditahan. Sedangkan ayahnya menatap tajam.
Keduanya sangat menyayangi Cassie. Selama ini, istrinya itu pun menyembunyikan keadaan rumah tangga mereka dengan sangat baik. Hingga, tidak menimbulkan kecurigaan apa pun.
“Apa yang sudah kau perbuat pada istrimu?” geram Adrian.
“Papa—”
“Kami tahu segalanya. Kami tahu Cassie keguguran. Kami tahu dia koma. Dan kami tahu… semua itu karena ulahmu!”
Melinda memeluk dirinya sendiri, matanya berkaca-kaca. “Kami mengenal Cassie sebagai gadis baik. Dia tidak pantas mendapatkan ini dari menantunya.”
Bram hanya bisa menunduk. Tak ada yang bisa ia bela dari dirinya sendiri. Semuanya benar.
Gunawan maju selangkah. “Kau tidak layak untuk mendekati putriku lagi, Bram. Kau sudah menyia-nyiakan kesempatanmu. Sekarang biarkan kami menjaganya, bukan seseorang yang pernah menyuruhnya mati.”
“Cassie masih istriku!” sergah Bram.
“Tidak lama lagi,” sahut Clarissa dengan nada dingin.
Kedua orang tua Cassie berlalu meninggalkan lorong. Melinda ingin mencegah kepergian Clarissa, tetapi dia mengerti perasaan sahabatnya itu. Melinda menahan air matanya dan menepuk bahu Bram singkat.
“Kau harus bertanggung jawab, Nak… dengan cara yang paling berat: melepaskannya.”
"Aku tidak akan melepaskannya, Ma. Aku menyesal. Aku baru menyadari betapa berartinya dia ketika mereka merengutnya dari tanganku," balas Bram.
"Nikmati saja hukumanmu ini. Bukankah kamu lebih menginginkan untuk menjadi pendamping Raina. Papa sudah merestui hubungan kalian. Menikahlah! Tapi, kendali perusahaan akan Papa alihkan ke adikmu. Lebih baik, Mahesa yang memimpin perusahaan dibandingkan dirimu!" tukas Adrian kemudian berlalu dari Bram.
Bram berdiri kaku di tempatnya. Dunia seolah runtuh di hadapannya. Cassie pergi, benar-benar pergi…
Dia tidak mengkhawatirkan tentang perusahaan. Tanpa memimpinnya, dia memiliki bisnis sendiri yang dapat berjalan dengan baik. Namun, saat ini, tidak ada artinya bila Cassie lepas dari genggamannya.
Ingin menyerah dengan semua keadaan. Namun hatinya menolak. Jika ia memang harus berjuang, maka ia akan berjuang.
Apa pun yang terjadi.
Sementara itu, di rumah Raina seorang pria paruh baya menatapnya dengan penuh amarah.
"Apa sebenarnya yang ada dalam pikiranmu? Kamu menyebabkan hubungan tuan dan nona muda hancur, Raina!" ujar Wira pada sang putri.
"Mas Bram mencintaiku, Ayah. Dia hanya merasa bersalah karena kecelakaan yang dialami oleh Cassie. Aku pastikan kami akan menikah sesuai dengan ucapanku!" balas Raina penuh percaya diri.
"Hentikan khayalanmu itu. Rini, seharusnya kamu dapat mendidik anakmu dengan baik. Kita ini hanya pegawai yang mendapatkan keistimewaan oleh Tuan Adrian. Jangan sampai hal ini membuat kita juga ikut hancur!" tukas Wira menatap sang istri.
"Apa salahnya dengan hal ini? Bila memang tuan muda mencintai putri kita, bukankah itu langkah bagus untuk menaikkan derajat kita?" ujar Rini yang membela perilaku sang putri.
"Kamu ini!" Wira menahan emosinya.
Pria paruh baya itu sangat malu berhadapan dengan keluarga majikannya karena Raina menjadi orang ketiga dalam pernikahan Bram dan Cassie.
"Kamu harus melakukan sesuatu agar Tuan Bram menikahimu. Kalau perlu jebak dia agar menikah denganmu. Menjadi yang kedua juga tidak apa. Yang penting kamu menjadi nyonya di rumah ini," tukas Rini dengan senyum penuh arti.
"Ibu tenang saja, aku akan melakukan. Apa pun untuk mendapatkan Bram!" Raina sangat yakin kalau Bram akan jatuh dalam genggamannya.
***
Bersambung...
Terima kasih telah membaca. 😍
Dan juga keluarga Adrian kenapa tdk menggunakan kekuasaannya untuk menghadapi Rania yg licik?? dan membiarkan Bram menyelesaikannya sendiri?? 🤔😇😇
Untuk mendapatkan hati & kepercayaannya lagi sangat sulitkan?? banyak hal yg harus kau perjuangan kan?
Apalagi kamu harus menghadapi Rania perempuan licik yg berhati ular, yang selama ini selalu kau banggakan dalam menyakiti hati cassie isteri sahmu,??
Semoga saja kau bisa mendapatkan bukti kelicikan Rania ??
dan juga kamu bisa menggapai hati Cassie 😢🤔😇😇
🙏👍❤🌹🤭
😭🙏🌹❤👍