London, sebuah tempat yang menyisakan kenangan termanis dalam hidup Orion Brox. Dalam satu hari di musim panas, ia menghabiskan waktu bersama gadis cantik yang tak ia ketahui namanya. Namun, rupa dan tutur sapanya melekat kuat dalam ingatan Orion, menjelma rindu yang tak luntur dalam beberapa tahun berlalu.
Akan tetapi, dunia seakan mengajak bercanda. Jalan dan langkah yang digariskan takdir mempertemukan mereka dalam titik yang berseberangan. Taraliza Morvion, gadis musim panas yang menjadi tambatan hati Orion, hadir kembali sebagai sosok yang nyaris tak bisa dimiliki.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
One Day In London 7
Dua hari bukan waktu yang lama, terlebih jika untuk menunggu sesuatu yang sama sekali tidak diinginkan. Itulah yang dirasakan Orion saat ini. Dua hari rasanya sangat sekejap. Belum sempat ia menentukan pilihan—antara menuruti keinginan ibunya atau tidak, tahu-tahu sudah tiba pada waktu yang ditentukan.
'Jangan terlambat pulang. Malam ini kita ada janji dengan Om Nero dan keluarganya. Persiapkan dirimu, Orion, kita makan malam bersama di rumah.'
Pesan dari Vale, sudah masuk dari satu jam yang lalu. Namun, sekadar dibaca dari jendela notifikasi. Jangankan untuk membalas, membaca secara langsung saja Orion masih enggan.
Sekali lagi, Orion melirik jarum jam di pergelangan kirinya, sudah menunjukkan pukul 04.00. Cukup sore. Seharusnya Orion bergegas bangkit dan meninggalkan kantor. Akan tetapi, kenyataannya dia masih betah duduk di kursi kerja meskipun tidak ada sesuatu yang ia lakukan.
"Pulang atau nggak ya?" Orion bergumam sendiri.
Berulang kali ia menarik dan mengembuskan napas panjang, sesekali pula mendongak dan melamun sebentar. Namun, belum jua ia temukan jawaban atas kebimbangannya.
'Orion, Mama janji ini terakhir kali mengenalkan seseorang ke kamu. Kalau memang nggak cocok, ke depannya Mama nggak akan ikut campur lagi masalah asmaramu. Jadi, tolong kamu cepetan pulang dan persiapkan diri untuk makan malam bersama keluarga Om Nero.'
Sekali lagi Orion mendapatkan pesan dari Vale. Sebuah bujukan, tetapi bagi Orion seperti pemaksaan, membuatnya makin bimbang menentukan pilihan.
Sampai akhirnya, Orion mengirim balasan singkat—iya. Lantas, bangkit dan meninggalkan meja kerjanya. Meski langkahnya terlihat cepat, tetapi suasana hatinya sangat berat. Dia luar biasa enggan untuk pulang dan bertemu dengan wanita yang bernama Tara itu. Dalam bayangan Orion, pastilah nanti Tara akan mengejar-ngejar dan membuat risih, sama seperti wanita-wanita sebelumnya.
_______
Tepat jam tujuh malam, Nero, Raina, dan Tara tiba di kediaman Riu. Ketiganya tiba di Ibu Kota sejak sore tadi, kemudian istirahat terlebih dahulu di hotel yang tak jauh dari sana. Barusan, sopir pribadi Riu sendiri yang datang menjemput Nero, atas perintah sang tuan tentunya.
Baru saja turun dari mobil, mereka sudah disambut hangat oleh Riu dan Vale. Tak hanya senyuman dan sapaan ramah, Vale dan Raina juga berpelukan cukup lama. Sementara Nero dan Riu berjabat tangan dengan erat.
Usai berpelukan dengan Raina, Vale beralih menyapa Tara. Sekilas matanya berbinar, terpukau dengan keanggunan Tara yang saat itu mengenakan gaun dengan warna navy. Rambut panjangnya digerai dan ditambahkan sedikit aksesori di bagian depan. Tara tampak jauh lebih muda dari umurnya.
"Ini pasti Tara, cantik sekali," puji Vale.
Tara menunduk malu, sembari menjawab, "Terima kasih, Tante, salam kenal ya."
Sisi positif Tara naik satu tingkat di mata Vale. Ternyata tak hanya cantik, tetapi juga sopan. Ahh, pasti sangat senang jika wanita itu benar-benar menjadi menantunya.
"Mari, silakan masuk! Kita lanjutkan ngobrol di dalam," kata Riu.
Nero dan yang lain pun mengangguk, kemudian mengikuti langkah Riu yang membawanya ke dalam rumah. Tiba di ruang tamu, mereka disambut oleh Olliver. Lelaki itu terlihat tampan dalam balutan celana panjang dan kemeja navy—tidak ada perjanjian sebelumnya, tetapi tahu-tahu kemeja yang dia kenakan senada dengan gaun Tara.
Olliver jadi salah tingkah dibuatnya. Terlebih sejak pertama kali bertatapan, jantung Olliver sudah tidak aman. Paras cantik Tara yang jauh lebih sempurna dari ekspetasi, juga halus tangannya ketika bersalaman tadi, sepertinya Olliver telah jatuh dalam cinta yang sesungguhnya.
"Tara, kenalkan ini Olliver anak Tante. Sebenarnya anak Tante ada tiga, yang bungsu namanya Reyver, masih di luar negeri. Terus ... saudara kembarnya Olliver ini, namanya Orion. Tapi ... dia masih di kantor." Suara Vale agak canggung ketika menyebut nama Orion. Bagaimana tidak, anak yang sebenarnya akan dikenalkan dengan Tara, malah tidak datang pada saat-saat penting itu. Di-chat tidak dibuka, ditelepon juga tidak diangkat. Entah ke mana dia.
"Tidak apa-apa, Tante. Urusan kerja terkadang memang sulit ditinggal," jawab Tara sambil tersenyum manis.
Lantas, dia beralih menatap Olliver yang saat duduk tepat di hadapannya. Cukup lama Tara menatapnya. Bukan terpesona, melainkan merasa familier dengan wajah itu. Tara mencoba mengingat-ingat di mana kiranya pernah bertemu. Namun, nihil. Ia tak menemukan memori yang berhubungan dengan Olliver.
"Dulu kita pernah ketemu pas masih kecil. Kamu ... ingat, nggak?" tanya Olliver mencoba mengalihkan detak jantung yang makin tak menentu.
"Ahhh, aku ... agak lupa. Tapi, kata Mama emang pernah, pas aku masih tiga tahunan. Usia yang terlalu kecil mungkin ya, makanya nggak ingat." Tara menyahut sambil tertawa kecil. Lantas dalam hatinya dia membatin, "Mungkin karena dulu kami pernah bertemu, makanya aku kayak familier dengan wajahnya."
"Kalau habis ini, nggak lupa lagi, kan?" canda Olliver, dan Tara hanya menanggapinya dengan tawa.
Setelah beberapa saat mengobrol ringan, mereka bersama-sama diajak ke meja makan. Bermacam hidangan mewah tersaji di atas meja, lengkap dengan minumannya. Dengan sikap manisnya, Olliver menarik kursi untuk Tara.
"Silakan!"
"Terima kasih," sahut Tara sembari duduk di kursi tersebut.
"Tara, cobain semua ya, terus kasih penilaian." Olliver kembali bicara, seraya menatap Tara yang ada di sampingnya.
Tara pun menoleh dan menatap Olliver dengan kening mengernyit, kurang paham dengan maksud Olliver.
"Aku yang masak."
Tara langsung terkejut. "Serius? Semua ini?"
Olliver mengangguk dengan bangga.
"Mama lupa ngasih tahu kamu, Tara, Olliver ini punya bisnis kuliner yang cukup besar. Dia juga punya skill di bidang masak-memasak," sela Raina. Tempo hari dia memang hanya bercerita tentang Orion. Siapa sangka kalau malam ini justru Olliver yang menyambut mereka.
Usai mendengar ucapan ibunya, Tara sedikit kagum dengan Olliver. Baginya, lelaki yang pandai memasak memang memiliki daya tarik tersendiri. Namun, itu juga belum cukup untuk membuat Tara langsung jatuh cinta.
Bersambung...
Tapi sikap nya Oliver jngn seperti ini , kasihan Tara nya , tanyakan baik2 dan biarkan Tara memilih antara kamu atau Orion
ga suka nih sama oliver kl gini caranya, dibicarain dong jgn dipendam aja 😌😌😌
Seperti nya Oliver sdh tahu kslau Tara nya adalah Sunny nya Orion
jgn2 oliver udh tau ,crushnya orion 😬😬😬😬😬😬
oliver jgn goyah dong, tara is yours ...
kak,kl oliver jdi ragu sama tara ,mending nanti tara ga usah sama duo kembar itu deh