Saat tersesat di hutan, Artica tidak sengaja menguak sebuah rahasia tentang dirinya: ia adalah serigala putih yang kuat. Mau tak mau, Artica pun harus belajar menerima dan bertahan hidup dengan fakta ini.
Namun, lima tahun hidup tersembunyi berubah saat ia bertemu CEO tampan—seekor serigala hitam penuh rahasia.
Dua serigala. Dua rahasia. Saling mengincar, saling tertarik. Tapi siapa yang lebih dulu menyerang, dan siapa yang jadi mangsa?
Artica hanya ingin menyembunyikan jati dirinya, tapi justru terjebak dalam permainan mematikan... bersama pria berjas yang bisa melahapnya bulat-bulat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Benitez, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 21
(ARTICA)
Aku pindah ke desa terpencil tempat tak seorang pun bertanya apa yang kau lakukan di sana, yang penting hanyalah kau memberikan sesuatu yang berguna bagi komunitas. Orang tuaku membeli sebuah penginapan tempat ibuku membuka restoran dan ayahku mendapatkan tempat untuk membuka apotek. Di sana dia menjual obat yang kubuat secara alami dan aku menjadi dokter yang meredakan rasa sakit penduduk. Semuanya berjalan baik, segalanya berjalan lancar, aku bisa membuat penawar yang meredakan sisi liar diriku, tetapi aku harus mengakui bahwa tanpa Rodrigo segalanya terasa hampa. Aku harus memilih antara mengendalikan jati diri leluhurku atau tetap bersamanya dan apa pun yang terjadi. Yang membuatku memutuskan adalah sikapnya yang ingin mengendalikanku sesuka hati, memaksakanku untuk mengikuti aturannya bahwa tak seorang pun boleh mendekatiku dan itu berarti tidak boleh punya teman. Itulah titik terang yang membuatku sadar bahwa jika aku terus bersamanya, cepat atau lambat kami akan bertengkar, karena itu akan seperti bom waktu. Batasan darinya, ditambah batasan yang telah diberikan keluargaku, akan membuatku meledak, dan siapa yang tahu apa akhirnya, pasti tidak baik, seseorang akan terluka. Yang tak pernah kuduga adalah kemungkinan bahwa pertemuan dengan Rodrigo sudah cukup untuk menjungkirbalikkan duniaku.
"KENAPA KAU TAK KEMBALI PADAKU?" Rodrigo mendesak pertanyaannya dan aku tak bisa menjawab, aku membeku karena terkejut melihatnya kembali.
"NONA... KAPAN PESANANKU SIAP?" Salah satu pelanggan menyela, yang bagai bel keselamatan yang berbunyi di saat yang tepat.
"SILAHKAN NIKMATI MAKAN MALAM ANDA." Kataku pada Rodrigo sambil berbalik untuk melayani pelanggan lain. "AKAN SEGERA KUANTAR." Kataku sambil berjalan ke dapur, aku ingin lari, ingin sekali rasanya. Saat melihat orang tuaku, mereka langsung memelukku erat.
"SAYANG KAU HARUS PERGI MENEMUI Tn. SMITH... DIA KERAS KEPALA TAK MAU DIURUS OLEH PERAWAT PRIBADI... YANG KATA ORANG HARUS MENGGANTI PERBAN DAN DIA TAK MAU." Ayahku memberitahuku.
"ASISTENNYA DATANG MENCARIMU... DIA MENUNGGU DI LUAR." Kata ibuku.
"OKE." Jawabku, menyebalkan sekali orang itu, antipati, antisosial, sepertinya dia memakai narkoba dan seluruh dirinya tercipta darinya, tetapi aku tak pernah merasa senang untuk pergi merawatnya. Aku keluar dan asistennya membukakan pintu mobil untukku dengan isyarat salam, dia tidak bicara, tidak mengatakan apa-apa, aku tak pernah tahu apakah dia bisu, atau memang sifatnya yang pendiam dan diam-diam, mungkin dengan begitu dia bisa tahan menghadapi bosnya. Kami tiba di sebuah rumah terpisah dari desa, yang tak seorang pun dengan pikiran waras akan memasukinya, tetapi aku tidak takut, aku punya rahasia tersembunyi yang tak seorang pun di sini tahu, dan lebih baik tetap seperti itu, karena aku memang seperti itu. Aku melihat rumah megah itu sambil membayangkan seperti apa dulunya saat masih baru dan indah, sekarang warnanya gelap, tertutup tanaman rambat, yang tumbuh subur, tetapi tak satupun yang berbunga, sepertinya makhluk yang tinggal di sana tak mengizinkannya. Asisten itu memberi isyarat agar aku mengikutinya ke dalam dan menuntunku ke aula besar tempat cahaya redup nyaris tak menerangi ruangan sehingga terkesan suram. Aku berjalan menuju kursi tinggi dengan sandaran menghadap ke arahku dan pemiliknya sedang memandang api di perapian.
"KAU BERSENANG-SENANG HARI INI DARI YANG KUDENGAR." Kataku sambil mendekatinya.
"SEPERTI BIASA, KAU SARKASTIK." Jawabnya serius tanpa mengalihkan pandangannya. Aku tak menjawab, hanya fokus mengamati kakinya.
"APA KAU MEMERIKSAKU DENGAN PANDANGANMU?" Tanyanya.
"KAU HARUS MANDI." Jawabku, sambil berdiri.
"MANDI?" Tanyanya tak percaya.
"AKU AKAN MEMINTA MEREKA MENYIAPKAN BAK MANDI DENGAN GARAM TERAPI... KAU BAU... PERBANNYA LENGKET." Jawabku.
"AKU TAK AKAN MANDI." Jawabnya tegas sambil duduk tegak di kursinya. Aku menarik lengannya membuatnya berdiri. Dia menatapku terkejut dan aku menuntunnya ke kamar mandi sambil menyuruhnya masuk ke bak mandi, dengan semua pakaian yang dikenakannya.
"KAU MAU JADI KOTOR... SILAHKAN... AKU DIPANGGIL UNTUK MENGOBATI KAKIMU.... ITU YANG AKAN KULAKUKAN." Kataku sambil menatapnya tajam.
"SIAPA KAU BERANI MEMERINTAHKU." Teriaknya kesal, dan aku beranjak untuk menyalakan keran. "TUNGGU." Teriaknya.
"MANDILAH... AKU AKAN MEMBUATKANMU SMOOTHIE... BIAR KAU MENDAPATKAN PROTEIN." Kataku sebelum keluar.
"PANGGIL ASISTENKU." Pintanya dan aku hanya berbalik tanpa menjawabnya.
"Tn. SMITH MEMBUTUHKANMU DI KAMAR MANDI." Kataku saat melihat asistennya. "AKU AKAN KE DAPUR." Kataku dan dia menunjukkan arah yang harus dituju.
"TUAN." Katanya sambil masuk ke kamar mandi.
"BANTU AKU MELEPAS PAKAIANKU." Pintanya gusar.
"KAU HARUS MENGAKUI BAHWA NONA INI PUNYA KEPRIBADIAN KUAT." Komentar asisten itu sambil membantunya.
"JANGAN LEPAS PERBANNYA... HARUS DIBASAHI AGAR TERLEPAS... BERIKAN GARAM OBAT." Instruksinya, mendesah berat, yang tak habis pikir dari mana gadis itu mendapatkan kekuatan untuk memindahkannya, dia pasti lengah, pikirnya.
"DIA KE DAPUR." Asistennya memberitahu. Tak lama kemudian Artica masuk tanpa mengetuk dengan segelas minuman di tangannya.
"TAK BISA KAU TUNGGU!" Teriaknya kesal.
"INI UNTUKMU (Dia memberinya smoothie pisang)... TUTUPI APA YANG TAK INGIN KAU TUNJUKKAN... AKU HARUS MELEPAS PERBANMU." Katanya sambil fokus pada kaki kanan yang tertutup perban dari bawah lutut hingga kaki. Dengan hati-hati dia membasahi dan melepaskannya hingga luka itu terlihat. "SIAPA YANG MEMBUATMU MARAH?" Tanyaku saat melihat luka sayatan yang dalam. Tn. Smith kesal, dia tak menjawab, gadis itu bisa merasakan tatapannya yang membara. "SELESAIKAN MANDIMU... KERINGKAN BAGIAN ITU DENGAN BAIK DAN AKAN KUOBATI." Katanya sambil keluar dari kamar mandi. Asisten itu menatap geli tanpa menggerakkan otot wajahnya, agar bosnya tak semakin marah. Setelah selesai mandi, dia keluar dengan jubah mandi, pergi ke kamarnya untuk berganti pakaian sambil melirik Artica yang sedang duduk di sofa ruang tamu membaca buku dan minum smoothie yang telah dibuatnya. Setelah berganti pakaian, dengan kemeja dan celana pendek dia berjalan menuju tempat Artica berada.
"BERSENANG-SENANG?" Tanyanya sinis.
"AKU AKAN MEMINJAM BUKU INI." Katanya sambil menunjukkan buku yang dipegangnya.
"APA KAU TAK PERNAH BERTANYA APAKAH AKU MAU ATAU TIDAK?" Tanyanya gusar.
"AKU SUDAH REPOT-REPOT DATANG KE SINI... TIDAK MENYENANGKAN MELAYANIMU... BUKU INI TAK AKAN MENOLAKKU." Jawab Artica.
"APA MAKSUDMU DENGAN TIDAK MENYENANGKAN MELAYANIKU?" Tanyanya, sementara gadis itu mengoleskan krim buatannya sendiri dan membalutnya dengan hati-hati.
"MINUM INI SEKALI SETIAP HARI... SETELAH RASA SAKITNYA HILANG... JANGAN DIMINUM LAGI." Katanya sambil membereskan barang-barangnya untuk pergi.
"KAU MASIH BELUM MENJAWAB PERTANYAANKU." Suaranya terdengar.
"PIKIRKAN SAJA SIKAPMU TERHADAP ORANG LAIN... DI SANA KAU AKAN MENDAPATKAN JAWABANNYA." Katanya dan asisten itu mengantarnya pulang.
ARTICA menarik napas dalam-dalam sebelum turun dari mobil dan menuju penginapan, berharap Rodrigo tidak ada di sana, dia tidak ingin bicara dengannya. Dia masuk melalui dapur dan menyapa si juru masak.
"BAGAIMANA?" Tanyanya sambil mengoleskan saus ke roti.
"BAIK... AKU AKAN SEGARKAN BADAN." Katanya sambil menuju tangga.
"SAMPAI KAPAN KITA AKAN MENUNGGU?" Brandon bertanya pada Rodrigo karena merasa lelah.
"YA... KITA AKAN BERISTIRAHAT... SEJAK DIA PERGI DENGAN PRIA ITU UNTUK MERAWAT SESEORANG... DIA TAK KEMBALI." Komentar Rodrigo yang mendengar percakapan gadis itu dengan orang tuanya. Mereka keluar dari penginapan dan melihat ke atas, melihat bayangannya saat dia mendekati jendela. Dia duduk di mobilnya memandanginya dan sesaat kemudian melihatnya keluar dari tangga luar.
"LIHAT." Kata Rodrigo pada Brandon sambil keluar dari mobil untuk mengikutinya.
"JAGA SIKAPMU... JANGAN BERTINDAK GEOBAH." Saran Brandon sebelum pergi.
ARTICA menarik napas dalam-dalam dan mulai berlari untuk melepaskan semua ketegangan, saat dia merasa diikuti, dia berhenti dan melakukan peregangan.
"APA HOBIMU MENGIKUTI ORANG." Katanya sambil berbalik untuk menghadapi orang yang mengikutinya, mendapati seseorang yang lebih tinggi darinya.
"AKU KELUAR UNTUK JALAN-JALAN... KAU BILANG UDARA SEGAR AKAN MEMPERBAIKI KESEHATANKU." Jawab suara serak Tn. Smith. Artica mengamatinya dengan saksama dari ujung kepala hingga ujung kaki. "OBATMU SANGAT MANJUR... AKU TAK MERASA SAKIT SAMA SEKALI." Katanya sambil menunjuk kakinya.
"TETAPI KAU TAK BOLEH BERHENTI MEMINUMNYA." Peringatannya dan dia berbalik untuk melanjutkan larinya, tetapi Tn. Smith memanggilnya lagi.
"AKU SELALU MELIHATMU TERTUTUP DARI UJUNG KEPALA HINGGA UJUNG KAKI... SEKARANG AKU MENGERTI ALASANNYA... KULITMU SANGAT PUTIH... SEPERTI BULAN." Ucapnya sambil berjalan, bersandar pada tongkat. "ISTRI KESAYANGANKU... YANG BERISTIRAHAT DALAM DAMAI... SEPERTI ITU... BEDANYA RAMBUTNYA BERWARNA GELAP." Ceritanya.
"SELALU ADA PENGGANTI UNTUK SETIAP ORANG." Gumam Artica, tetapi Tn. Smith masih bisa mendengarnya.
"APA MAKSUDMU?" Tanyanya serius.
"SEMUA ORANG AKAN MENEMUKAN PASANGANNYA." Jawabnya cepat.
"ARTICA." Rodrigo muncul menatap tajam Tn. Smith.
"APA YANG KAU LAKUKAN?" Tanyanya tegas tanpa menunjukkan ekspresi apa pun. Rodrigo mencoba membuat ikatan dengannya untuk berkomunikasi secara mental tetapi Artica tidak mengizinkannya.
"AKU INGIN BICARA SEBENTAR." Katanya tegas.
"AKU SEDANG SIBUK." Jawabnya.
"JIKA KARENA AKU, JANGAN KHAWATIR." Kata Tn. Smith sambil berjalan pergi saat menyadari ketegangan di antara gadis itu dan pria yang baru datang. Artica melihat ke sekeliling mencari jalan keluar. Rodrigo berdiri di depannya menatap matanya langsung.
"ARTICA... SEBENARNYA AKU SANGAT INGIN BERSAMA DENGANMU... DAN BISA MENGATAKAN... BEGITU BANYAK HAL PADAMU... TAPI SEKARANG AKU TAK BISA MENGATAKAN APA PUN... BAGAIMANA KAU BISA MENCEGAHKU TERHUBUNG DENGANMU?" Tanyanya.
"KAU INGIN TAHU APA YANG KUPIKIRKAN UNTUK MENGATAKAN KATA-KATA YANG TEPAT?... AKU AKAN MEMBUAT INI MUDAH... KITA TIDAK AKAN BERHASIL... AKU TIDAK MENERIMA IDE UNTUK HIDUP DI BAWAH BAYANG-BAYANG SESEORANG... AKU TIDAK MEMBATASI HIDUPKU UNTUK HANYA MENJADI ISTRI YANG PATUH DAN PUNYA ANAK... AKU PUNYA IMPIAN DAN JIKA MENCAPAINYA BERARTI TIDAK BERSAMA DENGANMU... KAU SUDAH TAHU APA PILIHANKU." Tegas Artica.
"KAU MENGERTI POSISIKU... AKU HARUS SEPERTI INI..." Kata Rodrigo.
"ITU BERARTI MELARANGKU PUNYA TEMAN." Artica mengingatkannya.
"SEHARUSNYA KAU MEMIKIRKANNYA... KAU TAHU APA YANG MAMPU KAU LAKUKAN... APA KAU YAKIN MEREKA AKAN MENERIMAMU JIKA MEREKA TAHU SIAPA DIRIMU SEBENARNYA." Tantangnya sambil menarik kalung itu dan menunjukkan bintang yang sama, tindakan ini membuat Artica akhirnya yakin bahwa betapapun dia menginginkannya, dia tidak bisa bersamanya. Mungkin Nyonya Blanca telah menunjukkan apa yang dia lakukan, pria itu tahu bahwa dia memiliki kemampuan itu meskipun tidak diberitahu, dia tidak akan bisa bersamanya lagi. Pria yang terbiasa dipatuhi dan dihormati, tidak akan bisa memiliki pasangan seperti dia. Lagipula jiwanya bebas, dia tidak memiliki sifat patuh, pasangannya haruslah seseorang yang bersedia terbang bersamanya, bukannya mengikatnya di tanah karena dia menginginkannya.
"DEWAN SUDAH BERKUMPUL KEMARIN... KAU BISA KEMBALI BERSAMA KAMI... JIKA KITA BERJANJI SETIA PADA KLAN KITA." Kata Rodrigo dan Artica menatapnya dengan mata terbelalak kaget.
"OH... JADI MEREKA BERKUMPUL UNTUK MEMBAHAS AKU... DAN APA TEPATNYA YANG MEREKA BICARAKAN?" Tanya Artica.
"REKAMAN ITU SAMPAI KE TANGAN ATASAN KAMI... MEREKA INGIN KAU DIUSIR... TAPI AKU MEYAKINKAN MEREKA BAHWA DENGANKU DI SISIMU... ITU TAK AKAN TERJADI PADA SIAPA PUN." Jelas Rodrigo.
"BIARKAN AKU MEMAHAMI KONTEKSNYA... MEREKA MENGANGGAPKU ORANG GILA YANG AKAN MEMAKAN MEREKA... BEGITU?... BILANG PADA MEREKA UNTUK TENANG SAJA... AKU TAK AKAN KEMBALI... AKU BAIK-BAIK SAJA DI SINI." Kata Artica sambil mengambil kalung itu dari tangannya dan berjalan meninggalkannya.
"ARTICA... AKU BENAR-BENAR DATANG UNTUKMU. (Rodrigo mengikutinya, sementara gadis itu mencoba memakai kalungnya)... HAL LAINNYA HARUS KUSAMPAIKAN PADAMU... AGAR KAU TAHU APA YANG AKAN KAU HADAPI... BISAKAH KAU BERHENTI BERJALAN DAN MELIHATKU." Katanya tak sabar mencoba menarik perhatiannya dengan memutar tubuhnya ke arahnya dan kalung Artica jatuh ke tengah semak-semak.
"APA YANG KAU LAKUKAN?" Tanyanya kesal dan matanya berubah menjadi biru tajam dan berkilau dalam sekejap dia lari darinya menuju rumahnya.
Dia merasa napasnya tersengal-sengal, fokus untuk sampai ke rumah dan tidak ada yang menghalangi jalannya, dia harus memberi tahu orang tuanya tentang apa yang terjadi, tetapi bagaimana? Semuanya terjadi begitu cepat. Dalam larinya, dia melihat Tn. Smith sedang diserang oleh serigala abu-abu, tanpa pikir panjang dia melompat untuk melindunginya dengan melempar hewan itu ke samping. Dia berbalik menatapnya sejenak untuk menilai keadaannya dan melanjutkan larinya hingga menghilang ke dalam semak-semak.
"TUAN... TUAN... ANDA BAIK-BAIK SAJA?" Asistennya muncul sambil turun dari mobil saat mencarinya.
"YA... AKU BAIK-BAIK SAJA." Jawabnya sambil berdiri, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi, seekor serigala betina putih besar telah menyelamatkannya, dan mata abu-abu kebiruan itu, tampak familiar, dia pernah melihat ekspresi yang sama sebelumnya.